by editor | Oct 21, 2019 | Renungan
KETIKA mendekati ajalnya, dengan wajah babak belur tak kenal rupa lagi, Duryudana masih mengerang melampiaskan nafsu serakahnya.
Ia bergumam kepada Werkudara yang mengalahkannya, “Anggapanmu kamu yang menang? Tidak! Akulah yang menang. Sejak muda aku menikmati segala kenikmatan duniawi. Makan dengan ajang piring kencana, dilayani pramusaji yang molek cantik. Aku hidup dalam kemewahan di istana, tidak kurang suatu apapun. Kamu dan saudara-saudaramu hidup terlunta-lunta di hutan. Kalau aku mati, negara Astina sudah kosong mlompong, tinggal anak yatim piatu dan janda-janda yang ditinggal mati suaminya di medan perang. Harta negara Astina sudah habis untuk biaya perang. Kamu tidak bisa menikmati apa-apa lagi. Semua sudah tumpes ludes. Kamu orang bodoh, gila mengejar nilai-nilai keutamaan hidup. Aku orang beruntung bisa merasakan kenikmatan duniawi.” Orang serakah, kendati ajal menjemput yang dipikirkan hanya kenikmatan duniawi semata.
Bacaan Injil hari ini berbicara tentang keserakahan. Ada orang datang meminta kepada Yesus agar Ia mau membagi warisan di antara mereka.
Yesus berkata, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan! Sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu.”
Seluruh barang-barang di dunia ini tidak cukup memenuhi keinginan satu orang yang serakah. nafsu orang selalu ingin yang lebih. Ia merasa selalu kekurangan. Tidak perah merasa cukup.
St. Yohanes Maria Vianney menggambarkan sifat ketamakan seperti seekor babi yang mencari makanan di kubangan lumpur kotor.
Ia tak peduli dari mana makanan itu berasal. Ia membungkuk dan dengan mulutnya babi mengais-ngais mencari makan. Seorang yang tamak hanya memikirkan dirinya sendiri.
Yesus mengingatkan kita agar menghindari ketamakan atau kerakusan. Sebab segala hal yang kita kejar itu tidak akan kita bawa saat mati.
Kita lahir tidak membawa apa-apa. Kita mati pun juga tidak membawa apa-apa. Maka janganlah kita serakah. Lebih baik kalau kita gunakan barang-barang duniawi untuk menolong sesama kita.
Pulang piknik koper beranak pinak
Isinya botol-botol berwarna biru
Berhati-hatilah dengan sifat tamak
Sahabat akan lari menjauhimu
Cawas, malam yang indah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Oct 19, 2019 | Renungan
SAYA ingat pengalaman waktu masih kecil. Ibu dan mBah Genya membikin kue untuk pesanan orang. Mencium bau dari kue telur itu rasanya merangsang untuk menikmatinya.
Saya duduk dekat ibu supaya diberi secuil saja. Tetapi tidak diberi. Saya merengek-rengek tetap tidak diberi. Saya terus meminta sambil “nithili” bagian pinggir kue yang masih panas itu.
Mungkin karena merasa terganggu pekerjaannya, mBah Genya akhirnya memberi saya satu loyang kue dengan pesan, “kamu harus makan sampai habis dan jangan mengganggu kami menyelesaikan kue pesanan ini”.
Dengan tergopoh-gopoh saya membawa satu loyang kue yang masih harum itu. Perut saya rasanya mau meledak karena tak mampu menghabiskan kue itu.
Dalam Injil hari ini Yesus mengajarkan kepada murid-muridNya untuk tidak jemu-jemu berdoa kepada Allah. Yesus memberi gambaran seperti seorang janda yang datang kepada hakim agar mau membela kasusnya.
Seorang janda adalah gambaran orang miskin, tidak mempunyai apa-apa dan siap-siapa. Dia tidak punya pegangan kepada siapa dapat menyelesaikan masalahnya.
Maka hanya hakim yang menjadi tumpuan haknya. Tidak bosan-bosan dia datang kepada hakim itu. Akhirnya hakim itu menyerah dan membela haknya.
Dengan gambaran itu Yesus mau menjelaskan kepada murid-muridNya, siapa Allah yang maha baik.
Jika hakim yang jahat dan tidak takut kepada Allah saja meluluskan permohonan janda itu, betapa Allah akan lebih memperhatikan kita umatNya.
Yang ditonjolkan Yesus bukan sikap keterpaksaan si hakim, tetapi antara hakim yag jahat dengan Allah yang baik.
Hakim yang jahat dan tidak mengenal Allah saja bisa memberi yang baik, apalagi Allah yang maha baik. Dia pasti akan memberikan yang lebih lagi.
Kita harus mencontoh janda yang tidak jemu-jemu meminta kepada hakim. Kita tidak boleh berhenti dalam berdoa kepada Allah. Jangan hanya karena belum diberi kita lalu berhenti berdoa.
Kita jangan pernah putus asa dalam berdoa. Tuhan tahu kapan memilih waktu yang tepat untuk mengabulkan doa-doa kita. Ketika doa belum terkabul kita perlu memperkuat iman kita.
Iman yang kuatlah yang membuat doa kita dikabulkan. Bukan karena banyaknya kata-kata indah atau lamanya berdoa, tetapi karena iman kita sungguh teruji kuat di hadapan Allah.
Bangun tidur di pagi hari
Terlena oleh indahnya mimpi
Berdoa terus tiada henti
Iman kita makin teruji
Cawas, di suatu hari
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Oct 19, 2019 | Renungan
DALAM situasi yang sulit dan kritis, Roh Kudus selalu berperan menolong. Hal ini terjadi ketika Mgr. Soegijapranata menjadi Vikaris Apostolik di Semarang.
Pada bulan Januari 1946 pemerintah Indonesia pindah dari Jakarta – yang sudah dikuasai Belanda – ke Yogyakarta. Hal ini diikuti sejumlah warga sipil mengungsi dari daerah yang dikuasai Belanda.
Soegijapranata awalnya tetap di Semarang, tempat ia berusaha untuk menjaga keamanan dan kesejahteraan.
Namun, pada tanggal 18 Januari 1947 ia akhirnya pindah ke Yogyakarta, sehingga ia bisa berkomunikasi dengan pemerintah dengan mudah.
Ia berkedudukan di Gereja Santo Yoseph di Bintaran dan menasihati orang-orang Katolik agar berjuang demi negara Indonesia; ia menyatakan bahwa mereka “baru boleh pulang kalau mati.”
Keputusan untuk berpindah dari Semarang ke Jogjakarta dipandang sebagai tindakan heroik – atas karunia Roh Kudus – karena gereja Katolik mendukung pemerintah Republik Indonesia.
Gereja Bintaran dan Istana Negara di Jogjakarta terhubung saling berkoordinasi karena Soegijapranata. Dalam situasi kritis seperti itu, Roh Kudus selalu membimbing dan turut berperan membuat sejarah.
Dalam Injil hari ini Yesus mengingatkan agar kita tetap teguh menghadapi kesulitan. Roh Kudus dijamin akan menolong kita. Yesus berkata,
“Apabila kalian dihadapkan kepada majelis atau pemerintah atau penguasa, janganlah kalian kuatir bagaimana dan apa yang harus kalian katakan untuk membela dirimu. Sebab pada saat itu juga Roh Kudus akan mengajarkan kepadamu apa yang harus kalian katakan.”
Yang menjadi soal adalah; apakah kita sering berdoa kepada Roh Kudus atau tidak? Apakah kita peka terhadap bimbingan Roh Kudus atau kita lebih memilih jalan sendiri?
Supaya kita peka akan bimbingan Roh Kudus, kita bisa belajar seperti Yesus yang selalu berdoa kepada BapaNya. Dalam segala keputusan kritis, Yesus selalu meluangkan waktu untuk berdoa semalam-malaman. Apakah kita juga demikian?
Pergi ke pasar mencari gembus
Yang didapat ternyata gorengan tahu
Berdoalah selalu untuk minta Roh Kudus
Kita akan diajar dan dibimbing selalu
Mendarat di Jakarta,
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Oct 18, 2019 | Renungan
LUKAS adalah murid Paulus. Ia berasal dari lingkungan kafir di Antiokia. Lukas berprofesi sebagai dokter atau tabib.
Kedekatannya dengan Paulus membuatnya mengenal secara mendalam siapakah Yesus.
Lukas menulis Injilnya dengan runtut dan mengumpulkan dari berbagai sumber dan merangkainya menjadi sebuah tulisan lengkap.
Ia menggunakan kepandaiannya untuk mewartakan Yesus Sang Juruselamat. Ia menjadi murid yang setia. Ia mengikuti Paulus dalam perjalanan misinya sampai Paulus ditahan di Roma. Ia menemani Paulus saat akhir hidupnya.
Lukas menggunakan profesionalitasnya untuk mewartakan Kerajaan Allah. Dia menakankan bahwa Allah itu berbelaskasih, suka mengampuni dan mencintai orang-orang miskin.
Dalam Injil hari ini Lukas menceritakan pengutusan tujuhpuluh murid. Mereka diutus mempersiapkan kedatangan Mesias. Yesus mengingatkan, “Tuaian memang banyak, tetapi sedikitlah pekerjanya.”
Hal ini mau mengatakan bahwa banyak umat membutuhkan penggembalaan. Masih banyak ladang yang belum digarap karena kurangnya pekerja.
Selain itu juga, di tengah ladang itu banyak serigala. Yesus mengingatkan kepada para murid, “Pergilah, Camkanlah, Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.”
Ada banyak bahaya, tantangan dan ancaman. Tantangan itu tidak hanya dari luar (serigala) tetapi juga dari dalam (serigala berbulu domba).
Ladang Tuhan membutuhkan banyak pekerja. Panenan cukup melimpah. Ladang sangat luas. Setiap orang Katolik yang sudah dibaptis diutus menjadi pekerja-pekerja di ladangNya.
Baptis bukan hanya meterai kekal, tetapi mengandung juga perutusan. Pekerja itu tidak harus mejadi imam, bruder atau suster. Menjadi awam yang berdaya guna, bisa menularkan kebaikan dan kedamaian juga sebuah perutusan.
Lebih baik menjadi awam yang subur daripada menjadi imam atau biarawan/biarawati seperti benalu. Hanya menumpang hidup nyaman di biara tetapi tidak berbuah apa-apa.
Tirulah Lukas. Dengan bakat dan talenta serta profesinya, ia berbuah mewartakan Kerajaan Allah. Ia berkeliling “ngopeni” umat di sepanjang Mediterania dan mengorbankan diri menjadi martir di sana.
Apa yang dapat kita buat di tempat kita masing-masing agar Kerajaan Allah diterima?
Panenan memang banyak, pekerja sedikit
Berkarya di ladang Tuhan, jangan pelit-pelit.
Roma, The End of The Trip
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Oct 17, 2019 | Renungan
BISMA terkena panah Srikandi dan tergeletak tak berdaya di medan laga. Dalam keadaan sekarat, dia mengundang Pandawa dan Kurawa datang mendekat.
Sang Dewabrata mengajukan permintaan terakhir sebelum ajal kepada mereka. Ia minta bantal untuk meletakkan kepala.
Duryudana menyodorkan bantal dan guling yang indah dari istana. Bisma menolak. Arjuna menyodorkan potongan senjata yang diikat sebagai bantal. Bisma minta minum.
Duryudana meberinya minuman enak dari istana. Bisma lagi-lagi menolak. Arjuna memberikan komboran kuda perang. Bisma menerimanya dengan sukacita.
Terakhir Bisma minta dipayungi. Duryudana memberi payung motha beledru indah. Bisma menolak. Werkudara menjebol pohon beringin untuk memayungi kakeknya itu.
Kurawa lari tunggang langgang mengira Werkudara ngamuk. Para Pandawa tahu bagaimana menghargai nenek moyangnya.
Bisma ingin mati sebagai ksatria sejati di medan laga. Para Pandawa mewujudkannya dengan memberikan apa yang dikehendaki kakeknya. Begitulah cara seorang ksatria mati di medan pertempuran.
Sebelum mati, Bisma memuji para Pandawa yang bisa menjunjung derajat leluhur. Sebaliknya para Kurawa lari meninggalkan kakeknya yang sudah hampir mati dan dianggap tak ada gunanya lagi. Bisma mendoakan para Pandawa menang dalam Baratayuda.
Dalam Injil hari ini Yesus mengkritik Kaum Farisi yang memperindah makam nenek moyang mereka yang telah membunuh para nabi.
Itu artinya mereka menyetujui tindakan nenek moyang mereka yang menumpahkan darah para nabi. Menjunjung derajat para leluhur tidak harus membangun makam leluhur yang bagus-bagus. Tapi meneladan tindak tanduk mereka yang baik.
Yesus mengecam para ahli Taurat dan kaum Farisi. Mereka itu munafik. “Celakalah kalian, sebab kalian membangun makam bagi para nabi, padahal nenek moyangmulah yang telah membunuh mereka. Dengan demikian kalian mengakui, bahwa kalian membenarkan perbuatan nenek moyangmu.”
Hidup dalam kemunafikan itulah yang dikecam oleh Yesus. Marilah kita hidup jujur tanpa harus memakai topeng kepura-puraan.
Marilah bersikap sebagai ksatria yang berjuang menegakkan keadilan dan kebenaran.
Bunga mawar bunga melati
Menyebar harumnya di halaman
Berjuanglah maju sebagai ksatria sejati
Menegakkan keadilan dan kebenaran
Scala santa di Roma,
Rm. A. Joko Purwanto Pr