by editor | Dec 31, 2019 | Renungan
Find the hope in the unexpected. Find the courage in the chalange. Find your vision on the solitory road. (Tim Cook, Apple CEO).
Itulah kutipan pidato yang sangat indah pada wisuda Stanford University, Juli 2019.
MENGAWALI kehidupan baru, sepasang pengantin yang baru saja mengucapkan janji perkawinan di altar datang sujud kepada ibu dan bapaknya untuk mohon doa restu.
Mereka bersujud sambil mohon doa restu orangtua untuk perjalanan baru yang akan ditempuh bersama. Sambil menepuk kedua pundak anaknya, mereka mendokan agar keluarga baru itu hidup dalam cinta,kesetiaan, kerukunan dan damai.
Suasana haru menyelimuti hati mereka. Di satu sisi orangtua bangga karena mampu mengantar mereka sampai di pelaminan. Tetapi di sisi lain mereka juga sedih karena harus saling “meninggalkan” kehidupan lama menuju kehidupan baru.
Hari ini kita semua mengawali kehidupan baru di tahun 2020. Sebagaimana seorang anak yang akan memulai kehidupan baru datang kepada orangtua, begitu pun kita diajak datang kepada Bunda kita yakni Bunda Maria.
Hari ini kita merayakan Santa Maria, Bunda Allah. Seperti para gembala yang datang untuk menyembah Yesus di palungan dan mendapati Maria dan Yusuf berjaga di sana, kita hari ini diajak untuk memohon restu kepada Bunda Maria.
Maria menjadi Bunda Allah karena ia melahirkan Kristus, yang diberi gelar Putera Allah. Yesus Kristuslah yang menyapa Allah sebagai BapaNya dan mewahyukan Bapa itu kepada kita.
Jika Yesus menyebut dirinya Putera Allah, maka Maria sebagai bundaNya juga disebut sebagai Bunda Allah. Sebagaimana Yesus menyerahkan Maria kepada Yohanes untuk menjadi ibunya, begitulah Maria juga menjadi ibu kita semua.
Hal itu ditegaskan oleh St. Paulus dalam bacaan kedua, “Karena kamu adalah anak, maka Allah telah menyuruh Roh AnakNya ke dalam hati kita, yang berseru, Abba, ya Bapa!”
Jadi kamu bukan lagi hamba, melainkan anak; dan kalau kamu anak, maka kamu juga menjadi ahli waris-ahli waris oleh karena Allah.”
Datang kepada seorang ibu untuk mohon doa restu agar perjalanan di tahun baru ini berjalan dengan baik, adalah hal yang selayaknya kita lakukan. Maria adalah ibu dan teladan semua orang beriman.
Kita mohon doa restunya agar tahun 2020 ini sungguh diberkati. Bersama Maria kita akan mengarungi masa ini dengan penuh harapan dan semangat optimis. Selamat datang harapan. Selamat datang cinta.
Dari Pacet menuju Madiun yang mendung
Diselingi canda dan gelak tawa
Bersama Maria kita tidak akan bingung
Menatap bersama dengan harapan dan cinta
Cawas, Selamat Tahun baru 2020
Doa-doa untuk anda dan seluruh keluarga.
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Dec 30, 2019 | Misa, Renungan
SEBUAH kisah persahabatan yang indah. Sindu, seorang anak perempuan berumur 8 tahun. Dia tidak suka makan curd rice. Orangtuanya membujuk Sindu agar memakannya.
Sindu berkata, “Aku mau makan semua nasinya, tapi papa mama harus memenuhi sebuah permintaanku, mau?” Orangtuanya menyetujui.
Sindu menghabiskan nasinya. Kemudian ia mengajukan sebuah permintaan yakni agar rambutnya dicukur gundul. Mamanya langsung menolak. Mana ada anak perempuan gundul?
Papanya menawari yang lain. Tetap ditolak oleh Sindu. Akhirnya mereka menyerah. Sindu digunduli rambutnya. Waktu masuk sekolah, Sindu dengan tenang berjalan di antara teman-temannya yang mengamati kepalanya yang plonthos.
Lalu ada seorang anak laki-laki yang juga gundulmuncul, berjalan mendampingi Sindu. Anak laki-laki itu bernama Haris. Sudah sebulan dia tidak masuk sekolah karena malu, takut diejek karena kepalanya gundul akibat chemo teraphy.
Dia divonis kena kanker leukimia. Sindu ingin membantu Haris agar dia tidak diejek teman-temannya. Mama Haris mengucapkan terimakasih kepada orangtua Sindu,
“Anak anda berhati mulia. Anda pantas bersyukur memiliki anak yang mau berkurban demi sahabatnya, yakni anak saya, sehingga dia mau sekolah lagi.”
Mata kedua orangtua itu berkaca-kaca setelah mengetahui kenapa anaknya ngotot minta digunduli. Malaikat kecil itu telah mengajarkan arti nyata tentang kasih dan persahabatan.
Yohanes dalam Injil hari ini berkata bahwa Firman itu telah menjadi manusia dan tinggal di antara kita. firman itu adalah Yesus Sang Putra.
Mengapa Ia mau menjadi manusia? Karena Allah ingin solider dengan kita. Allah ingin dekat dan mengalami suka duka dan kelemahan kita. Allah yang maha kasih itu tidak diam di tempat jauh yang tak tersentuh oleh manusia.
Tetapi Allah itu mewujud dalam diri Yesus Sang Putra. Allah yang mengasihi manusia itu lahir di tengah-tengah kita. Yesuslah tanda kasih Allah itu.
Seperti Sindu yang ingin membantu Haris agar tidak diejek oleh teman-temannya karena botak, maka dia membuat kepalanya juga dibotakin. Ia solider dengan Haris.
Allah ingin menyelamatkan manusia, maka Allah menjelma menjadi manusia, sama seperti kita kecuali dalam hal dosa. Itulah solidaritas Allah.
Allah sudah solider dengan kita, marilah kita membangun solidaritas, persahabatan dengan sesama kita. Selamat mengakhiri Tahun 2019.
Jalan-jalan ke kota Pacet
Membeli oleh-oleh bunga mawar
Daripada malam tahun baru jalanan macet
Lebih baik ngumpul-ngumpul dengan sobat ambyar.
Cawas, waktunya ronda
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Dec 30, 2019 | Renungan
SAYA mengenal Bu Sastro atau sebenarnya Eyang Sastro di Pugeran. Beliau sudah lansia, selalu berkebaya dan rambutnya sudah memutih. Setiap pagi rajin mengikuti perayaan ekaristi dan selalu duduk di bangku bagian depan. Bersama dengan ibu-ibu yang sudah sepuh/lansia, beliau setiap sabtu pagi membersihkan alat-alat misa di samping sakristi. Piala, Sibori, candelar dibersihkan dengan braso sampai bersih mengkilat. Saya kadang ikut nimbrung di meja pingpong yang disulap menjadi tempat bersih-bersih itu. Saya bertanya kepada mereka, “Ibu-ibu ini kok rajin sekali ya tiap Sabtu selalu bersih-bersih di gereja?” Jawaban Bu Sastro adalah, “Pados dalan padhang romo.” Maksudnya adalah mencari jalan yang benderang agar dimudahkan menuju surga. Tugas-tugas kecil itu diberi makna rohani untuk mencari kebahagiaan surgawi. Kendati usianya sudah lanjut, tetapi mereka tetap ingin berguna bagi sesamanya.
Hari ini dalam bacaan Injil dikisahkan seorang nabi perempuan Hana menyambut Yesus yang dipersembahkan di Bait Suci. Ia sudah lanjut umurnya, 84 tahun. Sehari-hari berada di Bati Suci. Siang malam beribadah dan berpuasa dan berdoa kepada Tuhan. Ketika kanak-kanak Yesus dibawa ke Bait Suci, ia berbicara banyak tentang anak itu kepada semua orang yang ada di situ. Sepertinya ia sangat mengenal siapa Kanak-kanak Yesus itu. Dengan gembira ia bercerita banyak tentang Dia.
Menjadi orang tua tidak berarti tidak berguna lagi. Kadang ada yang menganggap kalau sudah lansia sudah tidak berguna lagi. Maka dipisahkan dari keluarga dan tinggal di panti jompo. Itu pendapat yang salah. Banyak orang-orang tua sekarang punya aneka kegiatan yang berguna. Ada kelompok doa lansia. Ada kelompok senam dan renang lansia. Di Cawas ada kelompok lansia yang renang bareng di Umbul Brondong. Sebenarnya mereka bukan renang tetapi “kungkum” atau berendam bareng. Yang penting gembira dan bermanfaat untuk sesama. Motto mereka: Sehat, Bugar, Gembira. Yesss !!!
Hana memberi inspirasi kepada para lansia bahwa usia tidak menghalangi kita untuk terus berjasa bagi orang lain. Umur itu hanya angka. Berguna untuk banyak orang itu bisa dilakukan tanpa mengenal usia. Selagi kita masih bisa 3S yakni Senyum, Sapa, Sayang, maka kita bisa berguna bagi sesama kita.
Mari bergembira bersukacita
Hilangkan rasa duka lara
Sangat menyenangkan lihat lansia
Semangat saling berbagi ceria
Cawas, mbokmenawa bisa
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Dec 28, 2019 | Renungan
PANDU DEWANATA mempunyai dua istri yakni Kunti Talibrata dan Dewi Madrim. Dari Kunti lahir Puntadewa, Bima dan Arjuna. Dari Madrim, Pandu mempunyai anak kembar yakni Nakula dan Sadewa.
Ketika si kembar lahir, Pandu meninggal. Dewi Madrim sedih sekali dan kesulitan dalam melahirkan sampai kehabisan darah. Dan akhirnya menyusul Pandu. Kunti sendirian harus mengasuh lima darah Pandawa sekaligus.
Seorang ibu yang luar biasa mendampingi lima anak sekaligus. Kendati Nakula dan Sadewa bukan dari rahimnya, tetapi Kunti memelihara mereka sama seperti saudaranya yang lain.
Mereka hidup dalam pembuangan selama 12 tahun di hutan. Kunti bersama mereka. Mereka dihina oleh para Kurawa ketika kalah bermain dadu. Kunti ikut merasakan penghinaan itu.
Ketika anak-anaknya harus menyamar dan mengabdi di Wirata, Kunti juga harus ikut menjaga identitas mereka. Ketika pecah perang saudara Baratayuda, Kunti berada di balik layar. Dia berdoa sambil memantau keadaan anak-anaknya. Kunti adalah ibu sekaligus ayah bagi para Pandawa.
Hari ini gereja merayakan pesta Keluarga Kudus Nasaret. Dalam bacaan Injil ditonjolkan bagaimana peran Yusuf sebagai bapa keluarga yang menjaga Maria dan bayinya.
Ia menjaga mereka dari ancaman Herodes yang ingin membunuhNya. Mereka mengungsi ke Mesir. Hidup di pengungsian pastilah tidak nyaman dan aman.
Yusuf dan Maria saling menjaga Yesus kecil dan memastikan bahwa anaknya tumbuh berkembang dalam adat dan tradisi Yahudi mesti ada di perantauan.
Yusuf seorang yang saleh dan taat. Ia bertindak berdasarkan perintah malaikat. Yang dia lakukan selalu atas bimbingan Tuhan lewat malaikatNya. Ia tidak menunda-nunda perintah.
Sekali perintah, saat itu juga dilaksanakan. “Maka Yusuf pun bangun. Malam itu juga diambilnya anak itu serta ibunya.” Ketika di Mesir, malaikat menyuruhnya kembali.
“Lalu Yusuf pun bangunlah. Diambilnya anak itu serta ibuNya, dan pergilah mereka ke tanah Israel.” Itulah ketaatan tanpa reserve seorang abdi Allah.
Bagaimanakah kita sebagai pasutri memelihara keluarga kita agar tetap utuh dan selamat dalam lindungan Tuhan?
Kita bisa meneladan Keluarga Kudus Nasaret. Kesetiaan pada kehendak Allah, mengikuti perintah Allah itu dasar hidup keluarga.
Apakah keluarga kita didasari oleh kesetiaan mendengarkan perintah Allah? Punya kebiasaan berdoa bersama untuk menimba kehendak Allah?
Liburan ke Burgos lihat kabaret
Ketemu Valentino Rossy di Italy
Keluarga Kudus di Nasaret
Doakanlah para pasutri yang membaca puncta ini
Cawas, hampir akhir 2019
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Dec 27, 2019 | Renungan
KIKI SAPUTRI Komedian yang cerdas itu pernah mengatakan sebuah pepatah yang berbunyi bahwa kadang kebahagiaan kita itu tercipta karena adanya penderitaan orang lain.
Waktu itu Kiki mengulas Bapak Menteri Tenaga Kerja yang merangkap jabatan sementara sebagai menteri olahraga yang sedang tersandung kasus korupsi.
Kalau pepatah itu kita renungkan melalui bacaan Injil hari ini, benar juga lho. Yesus kecil bisa diselamatkan dari ancaman pembunuhan Herodes, karena Yusuf yang mau menderita menyingkir ke Mesir.
Yusuf mau menderita pergi ke Mesir agar bayi Yesus selamat. Pergi ke Mesir itu bukan sesuatu yang menyenangkan. Mesir mengingatkan Israel pada masa perbudakan.
Mesir negeri penuh dengan penyembahan dewa-dewi yang sangat asing dengan tradisi monoteistis Yahudi. Mesir bukan sebuah pilihan yang menyenangkan. Apa tidak ada pilihan selain Mesir?
Tetapi Yusuf adalah orang yang taat dan setia. Ia menjalankan perintah itu walaupun berat penuh tantangan. Ia mau berkorban agar ibu dan bayinya selamat.
Tetapi lebih daripada itu ia taat agar genaplah yang difirmankan Tuhan lewat nabiNya, “Dari Mesir Kupanggil AnakKu.” Yusuf melakukan semua itu supaya kehendak Tuhan terlaksana karena sudah dinubuatkan para nabi.
Bayi Yesus diselamatkan. Tetapi hal itu memakan korban juga yakni bayi-bayi lain di Betlehem. Herodes yang merasa ditipu oleh para sarjana dari Timur marah.
Herodes dipedayakan oleh orang-orang Majus karena mereka tidak kembali ke istana Herodes. Maka ia melampiaskan kemarahannya dengan menghabisi anak-anak yang berumur dua tahun ke bawah. Demikianlah Yesus berada di Mesir dengan selamat. Ia tidak menjadi korban kebengisan Herodes.
Pepatah Jawa mengatakan, “Jer Basuki Mawa Beya”. Kira-kira artinya adalah, “Jika kita mau selamat memang harus ada pengurbanan.” Yusuf dan anak-anak kecil di Betlehem itu adalah “beya” yang dikeluarkan supaya bayi Yesus “basuki” atau selamat. Maukah kita berkurban agar kita memperoleh keselamatan?
Valentino Rossi bintang top kelas wahid
Nyalinya ciut kalau membalap di Pakistan
Anak-anak Betlehem itu mati sahid
Agar lestarilah karya keselamatan
Cawas, serasa tidur di hotel Sahid
Rm. A. Joko Purwanto Pr