Puncta 20.05.20 Yohanes 16:12-15 / Post Factum

 

“UNTUNGLAH kita lewat jalan ini, kalau tidak, kita tidak selamat.” komentar teman ketika tahu jalan yang maunya kita lewati tadi ternyata longsor. “Tujune Gusti mberkahi kita”. “Nah benar kan? Untung kita lakukan yang ini, kalau tidak, hancur kita.”

Komentar-komentar seperti itu muncul setelah kejadian dimana kita barusan diselamatkan. Penilaian itu bersifat post factum. Kita terhindar dari mala petaka atau kita berhasil melewati masa-masa kritis.

Kemampuan nalar kita itu terbatas. Ketika kita sedang di dalam situasi kritis, kita tidak menyadari campur tangan Tuhan. Setelah kita terbebas dari situasi sulit itu, kita baru sadar ini semua berkat pertolongan Tuhan. Atau sejak awal mula Tuhan sudah mendampingi kita.

Ada banyak hal di dunia ini yang kita tidak mampu menyelaminya. “Jembar-jembaring jagad sing gumelar, isih luwih jembar jagad sing ora gumelar.”

(Betapa luasnya dunia ini, tetapi masih lebih luas alam semesta di luar dunia yang kita lihat). Di atas langit masih ada langit. Begitu pepatah mengatakan bahwa kemampuan kita ini sangat terbatas.

Yesus berkata, “Masih banyak hal yang harus Kukatakan kepadamu, tetapi sekarang kamu belum dapat menanggungnya. Tetapi apabila Ia datang, yaitu Roh Kebenaran, Ia akan memimpin kamu ke dalam seluruh kebenaran.”

Masih ada banyak hal yang kita belum bisa memahaminya. Kita membutuhkan kehadiran Roh yang membimbing kita untuk memahami semua ini.

Roh itu adalah Roh Kebenaran yang akan memimpin kita ke dalam seluruh kebenaran. “Ia akan memberitahukan kepadamu hal-hal yang akan datang.” Kata Yesus.

Pandemi sekarang ini mengajari kita banyak hal. Kehadiran virus yang tidak kelihatan ini membuka mata kita dan mengubah berbagai hal dalam kehidupan kita. Ternyata ada banyak perkara yang tidak dapat kita pahami semuanya.

Hal-hal yang sudah mapan, kebiasaan-kebiasaan lama yang sudah berjalan dibongkar lagi karena datangnya virus corona. Semua sisi kehidupan harus diperbaharui.

Di Inggris hari ini menurut BBC, 70% masyarakat sudah beralih dari transportasi publik ke penggunaan sepeda gowes. Virus ini akan terus ada. Kita harus bisa beradaptasi dengan gaya hidup sehat, lebih hormat pada sesama dan cara-cara hidup baru.

Roh Kebenaran akan membimbing kita memahami situasi pandemi ini dan mengajak kita semua kembali kepada kebenaran Allah.

Kita tidak bisa mengandalkan diri sendiri. Kita membutuhkan Roh yang memimpin kita. Syukur kepada Yesus karena Dia mengaruniakan Roh-Nya.

Virus corona tidak mungkin cepat binasa.
Kita harus beradaptasi untuk menyikapinya.
Kebijaksanaan Allah terlalu tinggi bagi pikiran kita.
Kita membutuhkan Roh yang menuntun ke sana.

Cawas, tetap jaga diri….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 19.05.20 Yohanes 16:5-11

 

Pamitan
(Gesang)

LILANANA pamit mulih (Ijinkanlah aku pergi)
Mesti kula yen dede jodhone (jika aku bukanlah jodohnya)
Muga enggal antuk sulih (Moga cepat dapat pengganti)
Wong sing bisa ngladeni slirane (orang yang pantas mendampinginya)

Pancen abot jroning ati (memang berat dalam hati)
Ninggal ndika wong sing tak tresnani (melepasmu orang yang kucintai)
Nanging badhe kados pundi (namun harus bagaimana lagi)
Wong kawula sak drema nglampahi (karena aku hanya sebatas menjalani)

Lagu ini benar-benar lagu pamitan bagi Broery Pesolima. Tidak lama setelah menyanyikan lagu ini versi Indonesianya, Broery pergi untuk selama-lamanya. Begitu pula sang penciptanya, yang juga pecipta lagu Bengawan Solo, menyusul pergi menghadap Sang Pencipta.

Dalam amanat perpisahan-Nya, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Adalah lebih berguna bagi kamu jika Aku pergi. Sebab jikalau Aku tidak pergi, Penghibur tidak akan datang kepadamu; sebaliknya jikalau Aku pergi, Aku akan mengutus Dia kepadamu. Dan kalau Penghibur itu datang, Ia akan menginsyafkan dunia akan dosa, kebenaran dan penghakiman.”

Yesus pamit kepada para murid. Tetapi Dia berjanji akan ada pengganti-Nya yakni Roh Kudus, Roh-Nya sendiri yang akan membimbing dan mendampingi para murid-Nya.

Yesus tidak tega membiarkan kita mengarungi kehidupan sendiri. Ia pergi meninggalkan kita. tetapi ia mengutus Roh Kudus mendampingi kita dalam peziarahan di dunia ini.

Dalam Kisah Para Rasul, sangat jelas bagaimana Roh Kudus membimbing mereka untuk bersaksi mewartakan Injil kemana-mana. Sejak peristiwa Pantekosta, Yesus mencurahkan Roh-Nya kepada murid-murid untuk bersaksi.

Gereja tersebar dimana-mana dan kuasa Roh Kudus menaungi mereka. Kita tidak perlu bersedih karena Yesus pergi, karena ada Roh Kudus yang menemani. Dengan begitu Yesus selalu menyertai kita sampai akhir zaman.

Bunga kamboja bukan bunga melati.
Lebih harum bunga arum ndalu.
Yesus tidak tega kita berjalan sendiri.
Roh Kudus diutus menjaga kita selalu.

Cawas, tidak pernah putus berharap….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 18.05.20 Yohanes 15:26-16:4a / Kamu Harus Bersaksi

 

Pastor Gabriel adalah seorang misionaris Jesuit yang mewartakan Injil di pedalaman Amerika Selatan pada abad 18. Ia masuk ke pedalaman wilayah Suku Indian Guarani.

Rodrigues Mendosa ikut dalam misinya. Ia awalnya pemburu orang asli untuk dijadikan budak. Namun ia bertobat dan menjadi imam mengikuti Pastor Gabriel memberitakan Injil di pedalaman.

Karena perebutan wilayah antara Spanyol dan Portugis, daerah mereka diserang dan jatuh ke tangan Portugis. Portugis pro perbudakan. Sedang para misionaris tidak menyetujui orang Indian dijadikan budak.

Akhirnya tentara Portugis membumihanguskan daerah misi Jesuit itu dan membunuh mereka. Itulah sekilas cerita dalam film The Mission yang masuk daftar film religius pantas ditonton.

Yesus berkata kepada para murid, “Jikalau Penghibur yang akan Kuutus dari Bapa datang, yaitu Roh Kebenaran yang keluar dari Bapa, Ia akan bersaksi tentang Aku. Tetapi kamu juga harus bersaksi, karena kamu dari semula bersama-sama dengan Aku.”

Menjadi murid Yesus dipanggil untuk bersaksi. Roh Kudus akan membimbing kita untuk bersaksi. Untuk menjadi saksi itu banyak kesulitan dan tantangannya.

Yesus sudah mengingatkan kepada murid-murid-Nya, “Semuanya ini Kukatakan kepadamu, supaya kamu jangan kecewa dan menolak Aku. Kamu akan dikucilkan, bahkan akan datang saatnya, bahwa setiap orang yang membunuh kamu akan menyangka bahwa ia berbuat bakti bagi Allah.”

Akan ada perlawanan dari adat, budaya, tradisi setempat. Kita akan ditentang oleh aturan, kebijakan, kekuasaan dan pejabat-pejabat berwenang.

Kita akan dipersulit dengan aturan yang berbelit-belit. Dengan membunuh, menghancurkan, menggagalkan misi kita, mereka berdalih berbuat bakti kepada Allah.

Film The Mission itu menggambarkan bagaimana perjuangan menjadi saksi iman. Benih harus mati supaya dapat menghasilkan buah yang melimpah. Sebagai orang Katolik kita diajak untuk bersaksi.

Mungkin tidak seheboh dalam film itu, tetapi substansi kesulitan dan tantangannya bisa jadi sama. Bagaimanakah kita bisa membawa ajaran Kristus itu diterima di tengah-tengah masyarakat kita. Mari kita bersaksi bersama.

Sungguh indah mentari pagi.
Muncul di timur menyapa hati.
Kita diutus untuk bersaksi.
Wartakan Kristus dalam hidup sehari-hari.

Cawas, harus terus berharap…..
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 16.05.20 Yohanes 15:18-21 / Jean Valjean dalam Novel “Les Miserables”

 

KOLONEL Javert membenci dan terus mencari kesalahan-kesalahan Jean Valjean. Kendati Valjean telah berubah menjadi manusia baru dan hidup menurut ajaran kasih Yesus.

Namun bagi Javert, pada dasarnya manusia tidak bisa berubah. Sekali berdosa, orang tetap berdosa. Sementara itu Valjean yang merasa sudah ditebus dan dikasihi Tuhan, berusaha terus menebarkan kasih itu kepada sesama.

Ia bahkan mencintai pelacur yang mempunyai anak di luar nikah. Ia mengasihi tanpa pamrih. Ia membagi makanan kepada orang-orang miskin di Paris. Ia membangun kota Vigau menjadi makmur.

Namun bagi Javert, itu hanyalah kedok untuk menutupi keburukannya. Baginya manusia itu buruk. Perubahan itu hanyalah fantasi. Bagi Javert, dunia ini dibagi menjadi hitam dan putih.

Sementara Valjean menilai bahwa kasih Allah itu terwujud dalam mengasihi sesama. Kasih itu mengampuni. Javert dihantui rasa bersalahnya dan ia menembak dirinya di tepi sungai Seine di samping Katedral Notre Dame Paris.

Kasih mengalahkan kebencian. Pengampunan pada akhirnya menang. Begitulah akhir dari Novel “Les Miserables” karangan Victor Hugo.

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya,”Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku. Sekiranya kamu dari dunia, tentulah dunia mengasihi kamu sebagai miliknya. Tetapi karena kamu bukan dari dunia, sebab Aku telah memilih kamu dari dunia, maka dunia membenci kamu.”

Orang yang mengikuti Yesus pasti akan dibenci oleh dunia. Karena ajaran kasih Yesus itu berlawanan dengan kehendak dunia. Menurut hukum dunia, orang salah harus dihukum, bukan diampuni atau dikasihi.

Puntadewa yang berdarah putih itu juga dibenci oleh adik-adiknya karena sikapnya, “Wong becik dibeciki, wong ala dibeciki.” (Orang baik diperlakukan dengan baik, orang jahat juga diperlakukan dengan baik).

Semakin kita mengasihi Kristus dan melakukan ajaran-Nya, semakin dunia membenci kita. Kasih Kristus itu ajaran yang melampaui hukum dunia.

Bagaimana bisa Santo Yohanes Paulus II itu mengampuni orang yang menembaknya? Bagaimana bisa Maximilianus Maria Kolbe itu memilih mati di kamp konsentrasi Jerman untuk menggantikan seorang bapak, Franciszek Gajowniczek yang dihukum oleh Nazi?

Semua itu karena kasih Yesus kepada manusia. Yesus lebih dahulu dibenci oleh dunia. Begitu pun para murid-Nya juga akan dibenci karena ajaran-ajaran Yesus yang melampaui pikiran dan nalar dunia.

Siap-siaplah kita akan dibenci, ditolak, disingkirkan, dijauhi dan dicemooh karena kita mengikuti Kristus. Yesus mengingatkan, ”Semuanya itu akan mereka lakukan terhadap kamu karena nama-Ku, sebab mereka tidak mengenal Dia, yang telah mengutus Aku.”

Didi Kempot mengelilingi “Sewu Kutha”.
Akhirnya berhenti di “Stasius Balapan”.
Corona mengubah segala-galanya.
Kita harus siap hadapi perubahan.

Cawas, Harus tegar walau ambyar….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 15.05.20 Yohanes 15:12-17 / Kasih Menembus Batas

 

SEPASANG pengantin muda membuka warung kecil di Brooklyn desember 1902. Esther dan suaminya, Salomon. Mereka penganut Yahudi. Pembeli pertama adalah pastor muda bernama Caruana.

Pastor itu bercerita kepada Salomon bahwa gerejanya harus tutup.Ia butuh dana sebesar $500 senin depan. Salomon iba. Ia minta kepada Esther untuk menjual semua hadiah perkawinan mereka. Hanya dapat $250. Ia pinjam kerabat besarnya, dan terkumpul $250.

Dana itu dipinjamkan untuk membantu pastor muda itu. Paroki St.Lucia tidak jadi ditutup. Persahabatan tulus terjalin antara Pastor Katolik dengan keluarga Yahudi untuk beberapa lama. Pastor Caruana kemudian ditarik ke Roma.

Warung Ester berkembang menjadi Toko Serba Ada Ueberall yang besar. Salomon meninggal karena jantung. Hitler masuk Austria pada perang dunia kedua.

Banyak saudara Ester ingin mengungsi ke Amerika. Tapi Amerika sudah menolak. Mereka mengusulkan pergi ke Cuba dengan syarat harus ada pihak sponsor di Cuba. Ia tidak punya kenalan di Cuba.

Ia minta bantuan pastor muda di Gereja St. Lucia, siapa tahu bisa menghubungkan dengan gereja di Cuba. Tanpa diduga, Uskup Agung Mgr. Caruana sendiri menyambut Esther di Havana Airport.

Mereka berjumpa setelah sekian puluh tahun tak berkabar. Singkat cerita seluruh keluarga Esther dapat tempat pengungsian di Cuba. Ketika Uskup Caruana sakit di Philadelphia, Esther berkunjung dan itulah perjumpaan terakhir.

Uskup itu memberikan bros perak sebagai kenangan terakhir kepada sahabatnya, Esther Ueberall. “Pergilah dengan damai Bapa, kenangan akan engkau sangat manis di hati saya.” Ucapnya. (disarikan dari Majalah Guideposts, Februari 1974 dan Mei 1987 yang ditulis sendiri oleh Esther Ueberall).

Yesus berkata, ”Inilah perintah-Ku, yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu. Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”

Yesus menyebut kita adalah sahabat-Nya. Ia memberi contoh bagaimana membangun relasi sahabat. Seorang sahabat berani berkorban bagi orang yang dikasihinya. Ia mengorbankan nyawa-Nya untuk kita.

Kita adalah pribadi yang sangat berharga di mata-Nya. Ia tidak menganggap kita hamba, tetapi menjunjung kita menjadi sahabat-Nya. Persahabatan yang tulus didasari dengan kasih yang menembus batas-batas. Tidak ada yang lebih indah selain sebuah persahabatan antar pribadi yang mau berkorban.

Aku tak sing ngalah trima mundur timbang lara ati.
Tak oyaka wong kowe wis lali ora bakal bali.
Paribasan awak urip kari balung lila tak lakoni.
Jebule janjimu, jebule sumpahmu ora bisa digugu.

Cawas, timbang lara ati, luwung dijogedi…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr