Puncta 14.05.20 Pesta St. Matias Rasul Yohanes 15:9-17 / Pemain Cadangan

 

JORDY ALBA, pemain sayap dari Barcelona itu pernah beberapa kali menjadi pemain cadangan yang menentukan. “Bukan, saya bukan pahlawan. Saya bekerja untuk seluruh team.”

Ia menolak dengan rendah hati ketika dijuluki pahlawan Barca. “Kami masing-masing punya tugas untuk membangun team yang solid. Kami harus menunjukkan performa yang baik agar team dapat hasil yang maksimal.” Katanya.

Kita tidak boleh meremehkan pemain cadangan atau pengganti. Pada saat-saat kritis dibutuhkan orang yang bisa menyelesaikan masalah, mencari solusi atas kebuntuan.

Dalam pandangan kita Matias mungkin sebagai pemain pengganti. Tetapi dia dipilih oleh Tuhan dengan perantaraan Roh Kudus. Mereka berdoa kepada Tuhan untuk memilih siapa yang akan menggantikan kedudukan Yudas Iskariot.

Yang kena undi adalah Matias. Dengan demikian rasul itu tetap berjumlah dua belas menjadi lambang dua belas suku Israel. Gereja adalah Israel baru yang berziarah menuju Kerajaan Allah atas dasar iman para rasul.

Panggilan menjadi rasul itu bukan kehendak kita sendiri. Tetapi itu adalah kehendak Tuhan. “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu. Dan Aku menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap, supaya apa yang kamu minta kepada Bapa dalam nama-Ku, diberikan-Nya kepadamu.”

Kita tidak perlu minder atau rendah menjadi pemain cadangan. Pada saat-saat kritis dibutuhkan orang yang tepat pada tempat dan saatnya.

Dalam sebuah team pasti hanya ada satu kapten. Penjaga gawang walaupun dia berada di belakang tetap punya tanggungjawab yang sama besar dengan penyerang di depan.

Kita harus yakin karena yang memilih kita adalah Yesus. “Bukan kamu yang memilih Aku. Tetapi Akulah yang memilih kamu. Aku telah menetapkan kamu, supaya kamu pergi dan menghasilkan buah dan buahmu itu tetap.”

Marilah kita melakukan tugas dan panggilan kita masing-masing. Dengan demikian kita menghasilkan buah yang baik.

Kita lawan covid sembilan belas.
Pakai baju APD yang pas.
Rendah hati seperti Matias.
Jalankan tugas dengan tuntas.

Cawas, selalu ada harapan….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 13.05.20 Yohanes 15:1-8 / Suket Teki

 

HANYA Didi Kempot yang menanam padi tapi yang tumbuh malah rumput liar (suket teki). Itu digambarkan dalam lagunya, “Suket Teki.”

Salah satu syairnya berbunyi begini, “Wong salah ora gelem ngaku salah, suwe-suwe sapa wonge sing betah. Mripatku uwis ngerti saknyatane, kowe selak golek menangmu dewe. Tak tandur pari, jebul thukule malah suket teki.”

Kalau diterjemahkan kira-kira begini, “Orang salah tidak mau mengaku salah, lama-lama siapa yang bisa betah (tinggal bersama). Mataku sudah tahu yang sebenarnya. Engkau hanya mau menang sendiri. Aku menanam padi tapi ternyata yang tumbuh malah rumput liar (Suket Teki)”.

Dia menanam kebaikan tetapi dibalas dengan kejahatan. Ia menabur kesetiaan tetapi yang muncul ketidak-setiaan.

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Akulah pokok anggur dan kamulah ranting-rantingnya.”

Supaya ranting-ranting banyak berbuah, maka ia harus tinggal pada pokoknya. Ranting-ranting juga harus dijaga agar tidak ada benalu yang mengganggu suplai makanan ke ranting-ranting.

Bapa sebagai Pengusahanya memelihara sungguh-sungguh agar ranting berbuah lebat. Yang tidak berbuah dipotong dan yang berbuah dibersihkannya.

Supaya kita menghasilkan buah, kita mesti tinggal di dalam pokoknya, yaitu Yesus. Buah apa yang dapat kita hasilkan? Yang diharapkan adalah buah kebaikan, kasih, sukacita, kerendahan hati, pengampunan, belarasa, solidaritas, toleransi dll.

Kiranya nilai-nilai itu yang diajarkan Yesus kepada murid-murid-Nya. Semakin bayak buah yang kita hasilkan, semakin kita memuliakan Bapa yang empunya kebun anggur. Dan kita pasti juga akan semakin dipelihara oleh Bapa sang pemelihara kehidupan.

Kalau yang tumbuh itu malah suket teki, maka yang muncul adalah kekecewaan, putus asa dan kesedihan.

Marilah kita menghasilkan anggur yang manis, yang akan memberi sukacita kepada banyak orang, terlebih Bapa pemelihara kita.

Paribasan awak urip kari balung lila tak lakoni.
Setya ing janji-Mu,
setya ing sumpah-Mu
ndherek Gusti tuhu.

Cawas, aku setia pada-Mu….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 12.05.20 Yohanes 14:27-31a / Perpisahan

 

DESTARASTRA masih menyimpan dendam kepada para Pandawa karena semua anaknya mati terbunuh di Padang Kurusetra. Ia tidak bisa berbuat apa-apa karena buta matanya.

Dendam membara saat melihat Werkudara memboyong saudara-saudaranya ke Hastina. Ia merangkul satu per satu para Pandawa. Ketika sampai giliran Werkudara, ia merangkul pundaknya.

Werkudara waspada, karena nasehat Kresna. Ia memikul gada rujak polo. Destarastra memiliki aji lebur geni di telapak tangannya. Ia meremas pundak Werkudara. Ia ingin membalas dendam atas kematian anak-anaknya.

“Mati kamu… Werkudara!!!. Rasakan aji lebur geni…!!!” Seketika gada rujak polo yang dipanggul Werkudara luluh lantak hancur berkeping diremas oleh Destarastra.

Karena ia buta, ia tidak tahu bahwa yang dipegang bukan Werkudara tetapi gada rujak polo. Karena ketahuan niat jahatnya, Destarastra dan Gendari pergi meninggalkan Hastina dengan rasa malu.

Bukan damai yang ditinggalkan di Hastina, tetapi keributan, pertentangan dan perselisihan di antara saudara. Puntadewa menyalahkan adiknya karena mempermalukan Destarastra dengan cara menipunya.

Dalam sabda perpisahan-Nya, Yesus meninggalkan para murid dengan damai. “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu. Dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu. Jangan gelisah dan gentar hatimu.”

Kepergian Yesus tidak meninggalkan ketakutan, kegelisahan, kesedihan atau kesengsaraan, tetapi memberi harapan kepada para murid, bahwa Ia akan menyediakan tempat di rumah Bapa-Nya.

Yesus sangat mengasihi murid-murid-Nya. Ia meninggalkan damai sejahtera kepada mereka. Ia menyampaikan rasa tulus ikhlas kasih-Nya kepada murid-murid-Nya. Ia rela menghadapi salib karena dengan itu Ia menunjukkan ketaatan-Nya kepada Bapa dan kasih-Nya kepada manusia.

Perpisahan Yesus dengan murid-murid-Nya dikenang sepanjang masa. Ia mengadakan perjamuan dengan mereka. Ia membasuh kaki para murid-Nya. Ia menyampaikan salam perpisahan penuh kasih dan harapan, bahwa kelak mereka akan berkumpul kembali di rumah Bapa-Nya.

Perpisahan bukan akhir, tetapi Ia berjanji akan datang kembali dalam kemuliaan. Sungguh perpisahan yang manis. Kematian Yesus untuk kehidupan kita. Pengorbanan membawa damai. Perpisahan untuk berjumpa di sorga.

Untuk melawan virus corona
Jangan pergi kita di rumah saja
Yesus pulang ke rumah Bapa
Ia memberi damai sejahtera

Cawas, masa depan ceria….
Rm. A.Joko Purwanto Pr

Sakramen Rekonsiliasi Melalui Video Call, Mungkinkah?

Wawancara dengan Mgr. Robertus Rubiyatmoko
Oleh: Florence Elisabeth

Sakramen rekonsiliasi merupakan nama lain dari sakramen tobat. Dalam Kanon 959 tertulis bahwa dalam sakramen tobat umat beriman mengakukan dosa-dosanya kepada pelayan yang legitim atau sah, menyesalinya serta berniat memperbaiki diri, lewat absolusi yang diberikan oleh pelayan itu, memperoleh ampun dari Allah atas dosa-dosa yang telah dilakukannya sesudah baptis, dan sekaligus diperdamaikan kembali dengan Gereja yang mereka lukai dengan berdosa. Bapa Uskup menegaskan bahwa Sakramen tobat adalah sakramen dengan peniten (orang yang bertobat) mengaku dosa yang sudah dilakukan kepada pelayan yang legitim atau sah, yakni kepada imam yang telah ditahbiskan secara sah dan telah mendapatkan fakultas/kewenangan dari Uskup Diosesan untuk mendengarkan pengakuan dosa.

Dalam Kanon 959 tertulis bahwa pengampunan Tuhan melalui sakramen tobat hanya akan diberikan jika kita melakukan penyesalan yang serius yakni sikap untuk bertobat meninggalkan dosa dan memperbaiki diri lagi supaya kita lebih dekat dengan Tuhan. Harus ada tekad dan niat untuk mau memperbaiki diri. “Jika kita tidak mengalami penyesalan maka pengampunan itu tidak akan diberikan kepada kita,” kata Bapa Uskup.

Lalu apa yang kita terima setelah mengaku dosa? Menurut Bapa Uskup, melalui absolusi, kita sebagai yang mengaku dosa menerima pengampunan Allah dari semua dosa yang pernah dilakukannya sesudah dibaptis dan belum dilakukan. Dengan demikian, kita akan mengalami pendamaian kembali dengan Allah. Pendamaian ini membawa serta pemulihan  atas semua hak dan kewajibannya sebagai anggota gereja, termasuk menyambut komuni kudus.

“Ini adalah konteks sakramen tobat termasuk rahmat yang terima dalam pengakuan dosa ini,” ujarnya. Lalu bagaimana perayaannya? Dalam Kanon 960 ditegaskan bahwa pengakuan pribadi dan utuh serta absolusi merupakan cara biasa satu-satunya dengan orang beriman yang sadar akan dosa beratnya diperdamaikan kembali dengan Allah dan Gereja; hanya ketidakmungkinan fisik atau moril saja membebaskannya dari pengakuan semacam itu, dalam hal rekonsiliasi dapat diperoleh juga dengan cara lain. Bapa Uskup mengajarkan bahwa pengakuan dosa umum yang dianjurkan gereja adalah datang pada Imam dan mengaku dosa disertai penyesalan yang mendalam. Kemudian, Imam memberikan absolusi dan penitensi atas dosa kita. Dengan cara seperti itu jelas tandanya bahwa kita telah diampuni dan dibebaskan kembali dari dosa. “Terdapat pengecualian jika tidak mungkin dilakukan karena kondisi tertentu dimungkinkan mendapat pengampunan dosa dengan cara lain,” kata Bapa Uskup.

Menurutnya, dalam Surat Edaran Uskup tanggal 16 Maret 2020 yaitu mengenai pengakuan dosa melalui absolusi umum yakni pengakuan dosa secara massal, romo memberikan abosuli atau pengampunan secara umum tanpa didahului pengakuan dosa secara pribadi. Absolusi umum hanya dapat diberikan sejauh tuntutan Kanon 962 terpenuhi, yakni pertama-tama ada penyesalan atas semua dosa sehingga masing-masing berdisposisi atau memiliki  kondisi batin yang layak. Kedua, secara personal membangun semanagat total yang sejati dengan memperbaiki diri dengan tidak mengulang perbuatan dosanya. Ketiga, berniat untuk sesegera mungkin mengakukan dosa-dosa berat satu per satu pada saatnya yang tepat setelahnya.

Lalu, bagaimana jika kita tidak mungkin lagi untuk mengaku dosa dan menerima absolusi umum dalam keadaan pandemi Covid-19 dan diharuskan untuk jaga jarak? Mungkinkah kita menerima pengampunan dari Tuhan secara langsung? “Dalam tradisi Gereja sangat dimungkinkan kita menerima pengampunan dalam kondisi seperti ini, yaitu dengan tobat batin,” kata Bapa Uskup.

Tobat batin adalah penyesalan yang sungguh-sungguh serius dan mendalam atas semua dosa yang telah dilakukan merupakan salah satu langkah konkret untuk mendapatkan pengampunan Tuhan (lih. KGK 1431). Bapa Uskup mengatakan bahwa pertama, tobat batin sempurna mengandaikan adanya penyesalan yang sungguh-sungguh. Kedua, tekad dan kehendak serius untuk memperbaiki diri. Ketiga, tekad dan kehendak untuk sesegera mungkin menghadap seorang imam dan mengakukan dosa-dosanya.

Ketika kita tidak bertemu dengan romo untuk menerima sakramen tobat secara pribadi dan ada kemungkinan menerima absolusi umum, inilah saatnya kita datang langsung kepada Allah. Berbicara langsung kepada Allah Bapa di surga dan mohon pengampunan. Bapa Uskup menyatakan bahwa dalam tobat batin harus ada penyeselan yang mendalam dengan berbagai cara. Pertama, ibadat pribadi atau bersama di tengah keluarga dengan ada katakesete tertentu sehingga ada penyesalan dan tekad yang serius untuk berbaik kepada Allah. Kedua, mengaku dosa dengan mendoakan doa tobat, membuat penitensi secara bersama-sama, misalnya Doa Rosario, Doa Bapa Kami, dan Doa Salam Maria. Ketiga, mohon pengampunan Tuhan.

Lalu, untuk OMK, bolehkah kita mengaku dosa dengan telepon atau video call? “Secara prinsip mengaku dosa dengan telepon atau video call tidak boleh karena pertama, pengakuan dosa mengandaikan kehadiran fisik guna menampakkan sisi sakramentalilas. Kedua, kewajiban menjaga rahasia sakramental pengakuan dosa sebagaimana diatur dalam Kanon 983 dilanggar yaitu segala sesuatu, termasuk pengakuan dosa yang sudah diunggah di jaringan media sosial  tetapakan tersimpan disana dan dapat diunduh atau diakses oleh siapapun yang mampu. Dengan cara ini kerahasiaan sakramental (sigillum sacramenti) tidak  terjamin dan dapat menimbulkan masalah pastoral dan sosial,” jelas Bapa Uskup.

“Apakah kerahasiaanya terjamin jika kita mengaku dosa kepada romo?” ujar salah satu OMK. Bapa Uskup mejawab bahwa setiap romo yang mempunyai informasi dari pengaku dosa itu tidak boleh membawa rahasia tersebut keluar atau memberitahu ke semua orang. Bahkan, jika romo membocorkan rahasia  pengakuan dosa tersebut maka terdapat hukuman yaitu ekskomunikasi. Dengan demikian, tidak hanya seorang romo yang menjaga rahasia pengakuan dosa. Umat juga harus menjaga rahasia pengakuan dosa yang secara tidak sengaja terdengar dari seseorang yang mengaku dosa. Maka, kita harus benar-benar menjaga kerahasiaan dosa kita.

Bapa Uskup mengajak kita semua untuk membangun sesal tobat yang serius dan sejati. Kemudian jika memungkinkan, hendaknya kita datang kepada romo, mengaku dosa secara langsung. Namun, jika tidak memungkinkan, kita dapat memperoleh absolusi umum dengan datang langsung kepada Allah Bapa dan mohon pengampunan-Nya. Ini persis yang dianjurkan oleh Paus Fransiskus dalam homilinya pada 20 Maret 2020, “Datanglah, bicara langsung dan Allah Bapa akan mengampuni dengan sentuhan,”. Terakhir, Bapa Uskup juga mengimbau agar kita semua harus tetap ceria, tetap gembira, dan jangan lupa untuk selalu bahagia (Flo/Gia).

Puncta 11.05.20 Yohanes 14:21-26 / Sabda Sang Guru

 

BALADEWA adalah guru bagi Duryudana dalam olah gada. Baladewa sedikit berpihak pada Duryudana karena istri mereka adalah kakak beradik. Erawati menjadi istri Baladewa.

Banowati menjadi istri Duryudana. Ketika Baratayuda, Baladewa mendukung Duryudana. Duryudana sangat mengasihi Baladewa. Apa yang dikatakan Baladewa selalu dilaksanakan.

Waktu itu Duryudana perang tanding melawan Bima. Baladewa memberi isyarat kepada Duryudana dengan teriak-teriak dari pinggir gelanggang, “Eling…yayi.. eling… yayi..eling…” itu adalah kode kepada Duryudana untuk memukul “pilingan” atau dahi Bimasena.

Kresna tidak kurang akal. Dia memerintahkan Petruk untuk memberi isyarat kepada Bima. Petruk berteriak, “puwa…ndara….puwa……puwa ndara.” Puwa artinya “pupu kiwa” atau paha kiri.

Kelemahan Duryudana ada di paha sebelah kiri. Bima mengayunkan gada Rujak Polo ke paha kiri Duryudana dan seketika itu rebah tak berdaya.

Yesus berkata kepada para murid waktu perjamuan perpisahan, “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Dan barangsiapa mengasihi Aku, dia akan dikasihi oleh Bapa-Ku, dan Aku-pun akan mengasihi dia dan akan menyatakan Diri-Ku kepadanya.”

Duryudana sebagai murid mengasihi Baladewa gurunya. Ia melakukan apa yang diperintahkan kepadanya. Begitu pula Werkudara mengasihi Kresna sebagai penasehatnya.

Ia melakukan apa yang dikatakan kepadanya. Kendati sebatas isyarat, bagi orang yang saling mengasihi tahu apa maksud dari perintahnya itu.

Yesus pernah bersabda, “Kamu adalah murid-Ku jika kamu melakukan apa yang Ku-perintahkan kepadamu.” Tandanya kalau kita mengasihi Yesus adalah kalau kita memegang perintah-Nya dan melakukannya.

Perintah-perintah mana yang kita lakukan sebagai wujud kita ini mengasihi Yesus? Apakah sabda Yesus itu sungguh ada jejaknya dalam tutur kata dan tindakan kita setiap hari?

Perintah Yesus itu bisa kita terjemahkan dalam wujud nyata dalam hidup sehari-hari, entah untuk diri sendiri, keluarga, anak-anak, atau dalam masyarakat atau di tempat kerja. Pendek kata tindakan kita dapat menjadi perwujudan sabda-sabda-Nya.

Maunya beli mobil corola.
Malah dihantam virus corona.
Kita ini adalah murid-Nya,
Jika kita melakukan perintah-Nya.

Cawas, tetap semangat….
Rm. A. Joko Purwanto Pr