Hamba yang melahirkan Tuhan

Bulan Mei ditetapkan Gereja Katolik sebagai bulan Maria. Doa-Doa devosi seperti dalam bentuk Rosario dan Novena, dipanjatkan oleh umat beriman terutama dalam bulan ini. Namun terkadang kita bertanya siapakah Maria ? Mengapa Maria begitu dikhususkan dan diistimewakan daripada Santo-Santa lain dalam Gereja Katolik ? Bukankah Maria hanyalah manusia biasa sama seperti kita ? Mengapa kita melakukan devosi dan meminta kepada Maria ? Bukankah hanya kepada Allah saja kita memanjatkan doa-doa kita ?

Maria adalah sama seperti kita manusia biasa, namun Maria dipilih Allah dan Maria memilih mengambil bagian dalam karya keselamatan Allah dengan menjadi bunda sang Putera Allah. Inilah yang membedakan kita dengan Maria. Maria ikut ambil bagian dalam peristiwa inkarnasi Allah, sedangkan kita tidak. Tetapi keteladanannya dan ketabahannya sebagai hamba patut kita contohkan. Jawaban iman Maria (Fiat Maria) terhadap panggilan Allah (Luk 1:38), bagaimana Maria mengasuh Yesus (Luk 2:51) dan bagaimana Maria tetap setia sampai wafat Yesus di kayu salib (Yoh 19:25-27) menunjukan Maria sebagai model bagi umat beriman dalam hal mendengarkan, merenungkan dan menjawab rencana Allah.

Lalu bagaimana dengan gelar-gelar yang disematkan kepada Maria oleh Gereja Katolik ? Bukankah gelar-gelar seperti Maria yang tetap Perawan, Dikandung tanpa noda dosa, Maria diangkat ke surga dan bahkan Maria Bunda Allah, melambangkan bahwa Maria itu lebih dari manusia biasa dan bahkan dapat disandingkan dengan Allah itu sendiri ?

Ini tidaklah benar, gelar-gelar tersebut disematkan oleh Gereja Katolik, itu semua karena karya Allah terhadap diri Maria. Gelar Maria Bunda Allah disematkan kepada Maria dikarenakan Gereja Katolik melihat siapa yang dikandung dan dilahirkan oleh Maria, yaitu Yesus yang adalah Firman Allah dan Firman Allah itu adalah Allah (Yoh 1:1-14) dan dikatakan juga bahwa yang dikandung oleh Maria adalah berasal dari Roh Kudus (Mat 1:20, Luk 1:35) hal ini membuktikan bahwa Yesus memang berasal dari Allah dan Yesus itulah Allah. Maka jika Maria diberi gelar Bunda Allah, mau menunjukan keikutsertaan Maria yang mengambil bagian dalam inkarnasi Allah dan sebagai tanggapan Maria atas seruan Allah.

Berkaitan dengan gelar Maria Bunda Allah, Maria yang tetap perawan dapat kita lihat kembali bahwa Maria mengandung dikarenakan kuasa Roh Kudus (Mat 1:20, Luk 1:35) dan bukan karena campur tangan hubungan biologis manusia. Dari ayat inilah Gereja Katolik memahami bahwa Maria tetap perawan sepanjang hidupnya. Gelar Maria Dikandung Tanpa Noda, merumuskan bahwa Maria dibebaskan dari segala dosa. Ini menunjukan bahwa Allah yang berkarya dalam membebaskan Maria dari segala dosa. Dalam rumusan doa salam Maria disebutkan “Salam, Maria penuh rahmat, Tuhan sertamu”. Kemudian, Rumusan ini berasal dari Injil Lukas : “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.” (Luk 1:28).

Hal ini menunjukan bahwa Maria dikaruniai oleh Allah. Ia dibebaskan Allah oleh segala dosa dikarenakan demi kesiapan inkarnasi Allah. Karya penebusan Maria tidak lepas dari penebusan yang dilakukan oleh Yesus Kristus, Maria ditebus pertama kalinya. Ajaran Maria yang diangkat kesurga, mau menunjukan bahwa Maria sudah sampai pada kepenuhan keselamatan yang diterimanya oleh karena Allah yang berkarya dengan memahkotai seluruh perjalanan hidupnya dengan kepenuhan keselamatan. Setelah Maria menyelesaikan karya kehidupannya di dunia, Maria diangkat dalam kemuliaan surgawi dengan jiwa dan raganya. Kepenuhan keselamatan ini juga menunjukan harapan umat beriman akan kebangkitan bagi semua orang dan harapan bagi kehidupan kekal surgawi.

Baiklah, bahwa semua gelar itu disematkan kepada Maria adalah oleh karena kuasa Allah yang menyiapkan Maria dan tanggapan iman Maria yang adalah sebagai hamba Allah. Namun bagaimana dengan devosi-devosi dan doa-doa yang disampaikan kepada Maria ? Bukankah kita seharusnya berdoa dan meminta kepada Allah saja ?

Kita perlu menyadari bahwa, Gereja Katolik sangat serius dengan “Persekutuan dengan Para Kudus”, hal ini juga tercantum dalam Syahadat Iman Katolik (Syahadat Para Rasul maupun Syahadat Panjang). Persekutuan Para Kudus ini menjadi para pendoa kita kepada Allah oleh karena kesatuannya dengan Kristus dan oleh karena Kristus, mereka menjadi pengantara kita kepada hadirat Bapa (bdk. KGK 956). Dalam kasus Maria, Maria ditunjuk Yesus sebagai ibu para murid (Yoh 19:26-27). Maria tinggal bersama dengan para murid Yesus bahkan Maria juga bertekun dalam doa menantikan kedatangan Roh Kudus (Kis 1:12-14) dan para murid-Nya itulah yang saat ini kita kenal sebagai Gereja dan sampai saat ini dikenal bahwa Maria adalah Bunda Gereja. Dikatakan pula bahwa Maria pun terbukti sudah mencapai kepenuhan keselamatan dan mencapai kemuliaan surgawi bersama para kudus lainnya. Penghormatan kepada para kudus pun tidak menggantikan penghormatan kita kepada Allah dan hanya Allah lah yang boleh disembah, sedangkan para kudus dihormati dikarenakan mereka sudah mulia dihadapan Allah. Dilihat dari pemaparan Katekismus Gereja Katolik yang menyatakan bahwa para kudus adalah pendoa kita dan rumusan doa “Salam Maria” pada bagian akhir disebutkan “Santa Maria, Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini”.

Hal tersebut menunjukkan bahwa Maria adalah pendoa kita kepada Allah. Jika kita umat Katolik berdoa dan berdevosi, maka sebenarnya kita berdoa bersama Maria, mohon kepada Allah, karya keselamatan Maria sebagai hamba Allah terus-menerus taat kepada Allah, mempertanggungjawabkan hidupnya kepada Allah, hingga akhirnya dipermuliakan oleh Allah. Oleh sebab itu Gereja terus-menerus menghormati Maria, karena Allah sendiri mempermuliakan Maria. Maka benarlah dalam kitab suci bahwa Maria disebut sebagai yang berbahagia (Luk 1:48) dan hingga saat ini Gereja menganggapnya sebagai teladan umat beriman dan sebagai contoh bagi umat agar terus tetap taat kepada Allah.

 

Puncta 09.05.20 Yohanes 14:7-14 / Antasena

 

DI ANTARA anak-anak Werkudara yang mewarisi sifat-sifat dan gaya ayahnya adalah Antasena. Werkudara atau Bima mempunyai tiga anak (Menurut Gagrag Jogja-Solo) yaitu Gatotkaca, Antareja dan yang bungsu adalah Antasena.

Gatotkaca lahir dari Dewi Arimbi. Antareja lahir dari Dewi Nagagini dan Antasena lahir dari Dewi Urangayu, Puteri Batara Baruna. Bentuk wayang Antasena mirip Bima tetapi wajahnya agak tengadah ke atas.

Antasena juga tidak bisa berbahasa halus seperti ayahnya. Dengan siapa pun dia memakai bahasa “ngoko.” Perilaku, tutur kata dan gayanya mirip dengan ayahnya. Berjumpa dengan Antasena, mengingatkan kita akan sosok Werkudara.

Yesus menjelaskan kepada Filipus bahwa Dia dan Bapa adalah satu. Barangisapa mengenal Yesus juga akan mengenal Bapa-Nya. Yesus berkata, “Barangsiapa telah melihat Aku, ia telah melihat Bapa. Tidak percayakah engkau bahwa Aku di dalam Bapa dan Bapa di dalam Aku?”

Mungkin bagi Filipus, yang dimaksud Bapa adalah bapa lahiriah manusiawi. Namun Yesus datang dari Allah, Bapa yang di sorga.

Yesus mengajarkan apa yang disabdakan Bapa. Yesus melakukan pekerjaan-pekerjaan yang dikehendaki Bapa-Nya. Apa yang dikatakan dan dilakukan berasal dari Bapa-Nya.

Ada pepatah Jawa yang mengatakan, “Kacang mangsa ninggala lanjaran.” Lanjaran adalah tonggak dari bambu yang menjadi tempat menjalarnya kacang panjang.

Pepatah itu mau mengatakan bahwa sifat-sifat seorang anak tidak akan jauh dari orangtuanya. Tutur kata dan tingkah laku seorang anak meniru apa yang dilihat dari teladan orangtuanya. Children see children do. Ada pepatah lain, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya.”

Apa yang diajarkan Yesus atau karya-karya-Nya tidak akan jauh dari kehendak Bapa-Nya. Jika kita melihat Yesus, kita juga bisa melihat Bapa-Nya.

Kalau Yesus mudah berbelaskasihan kepada orang kecil, miskin dan berdosa, demikian juga Bapa di sorga. Kalau Yesus begitu taat kepada kehendak Bapa, pastilah Bapa itu sangat mengasihi Putera-Nya.

Kalau kita mengaku menjadi murid Yesus, apakah kita juga melakukan teladan-teladan hidup-Nya? Jika ada orang ketemu kita, apakah mereka bisa menilai kita sebagai murid-Nya dari tutur kata dan perilaku kita.

Aktivitas di rumah saja.
Biar corona tidak menyebar kemana-mana.
Teladan kasih kepada sesama.
Adalah tanda kita menjadi murid-Nya.

Cawas, sunyi sepi sendiri…
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Doa Ratu Surga Paus Fransiskus

Perpustakaan Istana Kepausan // Minggu, 3 Mei 2020

Saudara-saudari terkasih, selamat pagi!

Minggu Paskah Keempat, yang kita rayakan hari ini, dipersembahkan kepada Yesus Sang Gembala Baik. Injil mengatakan demikian : “Domba-domba mendengarkan suaranya dan ia memanggil domba-dombanya masing-masing menurut namanya” (Yoh 10:3). Tuhan memanggil kita menurut nama kita. Ia memanggil kita karena Ia mengasihi kita. Akan tetapi, Injil mengatakan, ada suara-suara lain yang tidak boleh diikuti, yaitu suara orang-orang asing, para pencuri dan perampok yang ingin mencelakakan kawanan domba.

Suara-suara yang berlainan itu bergema didalam diri kita. Ada suara Allah, yang dengan lembut berbicara kepada hati nurani dan ada suara yang menggoda yang menuju kepada kejahatan. Bagaimana kita dapat mengenali suara Sang Gembala Baik dan suara si pencuri, bagaimana kita dapat membedakan inspirasi dari Allah dengan saran dari si jahat? Anda dapat belajar memahami kedua suara ini: sesungguhnyalah mereka berbicara dalam dua bahasa yang berbeda, artinya mereka memiliki cara-cara yang saling bertentangan untuk mengetuk hati kita. Mereka berbicara dalam bahasa yang berbeda.

Sebagaimana kita tahu bagaimana caranya membedakan satu bahasa dari bahasa lainnya, kita juga dapat membedakan suara Allah dan suara si jahat. Suara Allah tidak pernah memaksa kita: Allah menawarkan diri- Nya, Ia tidak memaksakan diri-Nya. Sebaliknya suara si jahat menggoda, menyerang, memaksa: suara itu membangkitkan berbagai ilusi yang menyilaukan, perasaan-perasaan yang menggoda namun sifatnya hanya sementara.

Pada awalnya suara itu menyanjung, membuat kita percaya bahwa kita sungguh berkuasa, kemudian meninggalkan kita dengan kekosongan di dalam diri kita dan menuduh kita: “Engkau sama sekali tidak berharga”. Di lain pihak, suara Allah mengoreksi kita dengan kesabaran yang besar, namun selalu memberi kita semangat, menghibur kita: suara itu selalu membangkitkan pengharapan. Suara Allah adalah suara yang memiliki batas seluas cakrawala, sebaliknya suara si jahat menghadapkan Anda pada sebuah tembok, menyudutkan Anda.

Ada perbedaan lainnya. Suara sang musuh mengalihkan kita dari masa kini dan menginginkan kita berfokus pada ketakutan akan masa depan maupun pada kesedihan masa lalu-musuh kita tidak menginginkan masa kini-: ia membawa kembali kepahitan, kenangan akan ketidakadilan yang membuat kita menderita, akan mereka yang telah melukai kita…, dan banyak kenangan buruk lainnya.

Sebaliknya, suara Allah berbicara tentang masa kini: “Sekarang Anda bisa melakukan kebaikan, sekarang Anda bisa menggunakan daya kreativitas kasih, sekarang Anda bisa melepaskan segala kekecewaan dan penyesalan yang menjadikan hati Anda bagaikan tawanan.” Suara Allah menggerakkan kita, membawa kita maju, namun selalu berbicara dalam konteks masa kini: sekarang.

Sekali lagi: kedua suara tersebut membangkitkan pertanyaan-pertanyaan yang berbeda dalam diri kita. Pertanyaan yang dating dari Allah akan berupa : “Apakah yang baik untuk saya?” Sebaliknya, si penggoda akan berkeras menanyakan pertanyaan lain: “Apa yang akan saya lakukan?” Apa yang saya inginkan: suara yang jahat akan selalu berkisar pada diri kita, naluri-nalurinya, kebutuhan-kebutuhannya, semuanya sekaligus.

Itu seperti tingkah anak-anak yang menginginkan semuanya, saat ini juga. Suara Allah, sebaliknya, tidak pernah menjanjikan sukacita dengan harga yang rendah: suara itu mengundang kita untuk melampaui diri kita sendiri dalam menemukan kebaikan yang sejati, dalam menemukan kedamaian. Ingatlah: si jahat tidak pernah memberikan damai, ia menaruh hiruk-pikuk pada awalnya dan meninggalkan kepahitan setelahnya. Inilah gaya si jahat.

Akhirnya, suara Allah dan suara si penggoda berbicara dalam “lingkungan” yang berbeda: musuh kita lebih menyukai kegelapan, kepalsuan, gosip: sementara Tuhan mencintai cahaya mentari, kebenaran, dan kejernihan yang tulus. Musuh akan berkata kepada kita: “Tutuplah dirimu, supaya tak seorang pun mendengarkan dan memahami engkau, janganlah percaya!”

Sebaliknya, suara yang baik mengundang kita untuk membuka diri, untuk bersikap jernih dan menaruh kepercayaan kepada Allah dan sesama. Saudara-saudari terkasih, pada masa ini berbagai keprihatinan dan pemikiran menggiring kita untuk kembali masuk ke dalam diri kita. Kitamemperhatikansuara-suarayang menyentuhhatikita.

Marilah kita bertanya dari mana suara-suara itu datang. Kita mohonkan rahmat untuk mengenali dan mengikuti suara Sang Gembala Baik yang membawa kita keluar dari batasan-batasan mementingkan diri sendiri dan membimbing kita menuju padang rumput kebebasan sejati. Bunda Maria, Bunda Penasehat Baik, sertailah dan tuntunlah upaya kami dalam pembedaan roh ini.

 

Setelah Doa Ratu Surga

Saudara-saudari terkasih,

Hari Doa Sedunia bagi Panggilan dirayakan hari ini. Keberadaan umat Kristiani selalu dan seluruhnya merupakan sebuah tanggapan akan panggilan Allah, dalam segala keadaan hidup. Hari ini mengingatkan kita akan apa yang suatu hari dikatakan oleh Yesus, yaitu bahwa ladang Kerajaan Allah membutuhkan banyak kerja keras, dan bahwa kita harus berdoa kepada Bapa supaya mengirimkan pekerja-pekerja untuk bekerja di ladang-Nya (bdk. Mat 9:37-38). Imamat dan hidup yang dikonsekrasikan membutuhkan keberanian dan kegigihan; dan tanpa doa orang tidak akan mampu melalui jalan ini. Saya mengundang seluruh umat untuk memohonkan kepada Allah karunia berupa pekerja-pekerja yang baik bagi Kerajaan-Nya, dengan hati dan tangan yang terbuka bagi kasih-Nya.

Sekali lagi saya ingin mengungkapkan kedekatan saya dengan mereka yang sakit karena Covid-19, dengan mereka yang mendedikasikan diri mereka bagi perawatan orang-orang sakit tersebut, dan dengan mereka yang dalam cara apapun menderita karena pandemi ini. Pada saat yang sama, saya ingin mendukung dan mendorong kerjasama internasional yang terlaksana berkat berbagai inisiatif untuk menanggapi krisis serius yang sedang kita alami ini dengan baik dan efektif.

Sesungguhnyalah, penting untuk menyatukan berbagai ketrampilan ilmiah dalam cara-cara yang transparan dan tidak memihak, untuk menemukan vaksin-vaksin dan pengobatan-pengobatan, dan untuk menjamin akses universal kepada teknologi-teknologi esensial yang memungkinkan setiap orang yang terinfeksi, di belahan dunia yang manapun, untuk mendapatkan perawatan kesehatan yang dibutuhkan.

Saya menujukan suatu ingatan istimewa bagi Asosiasi “Meter,” pelopor diadakannya Hari Nasional bagi anak-anak korban kekerasan, eksploitasi, dan pengabaian. Saya mendorong para penanggungjawab dan para pelaksana untuk meneruskan tindakan-tindakan mereka bagi pencegahan dan pembangkitan kesadaran yang dilakukan bersama-sama dengan berbagai agen pendidikan. Dan saya berterimakasih kepada anak-anak dari Asosiasi tersebut yang mengirimkan kepada saya sebuah kolase dengan ratusan bunga aster yang mereka warnai. Terimakasih!

Kita baru saja memulai bulan Mei, bulan Maria yang terbaik, saat para umat beriman banyak berkunjung ke berbagai tempat ziarah yang dipersembahkan kepada Bunda Maria. Tahun ini, sehubungan dengan situasi kesehatan saat ini, kita pergi ke tempat-tempat iman dan devosi itu secara batin, untuk menaruh segala kekuatiran, harapan, dan rencana-rencana kita bagi masa depan di dalam hati Sang Perawan Suci.

Dan karena doa adalah nilai yang universal, saya telah menerima proposal Komite Tinggi untuk Persaudaraan Umat Manusia supaya penganut semua agama bergabung secara spiritual pada tanggal 14 Mei dalam hari doa, puasa dan karya amal, untuk memohon kepada Allah agar membantu umat manusia mengatasi wabah coronavirus ini. Ingat: tanggal 14 Mei, seluruh umat beriman, penganut berbagai tradisi yang berbeda-beda, diharapkan untuk berdoa, berpuasa dan melakukan karya-karya amal kasih.

Saya mengucapkan selamat berhari Minggu kepada semua orang. Tolong janganlah lupa berdoa bagi saya. Selamat makan siang, dan sampai jumpa.

 

©Copyright – Libreria Editrice Vaticana

Translation – Justine Taroewidjaja

Puncta 08.05.20 Yohanes 14:1-6 / Sewu Kutha

 

SEWU kutha uwis tak liwati.
Sewu ati tak takoni.
Nanging kabeh padha ra ngerteni,
lungamu neng endi.
Pirang taun anggonku nggoleki,
seprene durung bisa nemoni.

(Ribuan kota sudah kulewati, ribuan hati sudah kutanyai.
Tetapi semua tidak mengerti. Kemana engkau pergi.
Sudah berapa lama aku terus mencari.
Sampai sekarang belum pernah bisa kutemui).

Sepenggal syair Didi Kempot dalam mencari kekasihnya yang telah pergi. Ia telah mencari kemana pun namun tidak bisa menemui.

Ini mirip dengan pengalaman Tomas, “Tuhan, kami tidak tahu kemana Engkau pergi; jadi bagaimana kami tahu jalan ke sana?”

Ini adalah pengalaman kita semua. Kita semua mencari Tuhan. Kita rindu memeluk Tuhan. Kita ingin menemukan keselamatan kekal. Kita ingin bersatu dengan Tuhan sumber kehidupan.

Tetapi kita tidak mengetahui jalan mana yang harus kita tempuh. Kita berusaha pergi kemana-mana untuk menemukan Tuhan. Kita ziarah ke berbagai tempat ziarah. Kita berdoa di tempat-tempat sunyi. Kita pergi ke berbagai gereja.

Kita bertanya kepada orang pinter, cari dukun. Kita konsultasi kepada pastor rohaniwan. Kita belajar meditasi kepada guru rohani. “Nanging kabeh padha ra ngerteni.” Tetapi semua tidak ada yang tahu.

Yang tahu hanyalah Sang Jalan Kehidupan itu sendiri. Yesus berkata, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup. Tidak seorang pun dapat datang kepada Bapa kalau tidak melalui Aku.”

Yesuslah jalan menuju Bapa, sumber kebahagiaan sejati. Hanya melalui Yesus kita akan ketemu yang kita cari selama ini.

Yesus, kekasih kita pergi meninggalkan kita, bukan karena tidak mencintai kita. Tetapi “Aku pergi ke sana untuk menyediakan tempat bagimu.” Ia pergi untuk menyiapkan tempat bahagia di surga.

“Dan apabila Aku telah pergi ke situ dan telah menyediakan tempat, Aku akan datang kembali dan membawamu ke tempat-Ku, supaya di tempat Aku berada, kamu pun berada.”

Kita tidak perlu patah hati seperti Didi Kempot karena Yesus pergi untuk menyediakan tempat bahagia bagi kita di surga. “Jangan gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal.”

Itulah jaminan Yesus ketika Dia pergi naik ke surga meninggalkan kita. kita tidak perlu bingung pergi menjelajahi ribuan kota. Kita tidak perlu bertanya kepada ribuan hati. Kita sudah menemukan jawabannya. Yesuslah jalan, kebenaran dan hidup.

Ya mung siji dadi panyuwunku.
Aku pengin ketemu.
Senadyan sak kedheping mata.
Tak nggo tamba kangen jroning dhadha.

Cawas, menanti dalam galau…
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 07.05.20 Yohanes 13:16-20 / Musuh Dalam Selimut

 

PRABU Salya sebenarnya tahu bahwa Nakula dan Sadewa diutus Prabu Kresna untuk minta mati kepada paman mereka. Karena Kresna tahu tidak ada lawan yang bisa menghadapi Salya yang punya aji Candabirawa.

Taktik ini sengaja dibuat oleh Kresna, supaya Salya luluh hatinya kepada ponakan sendiri. Maka Salya sadar bahwa Nakula Sadewa hanya sebagai utusan. Salya menyerahkan nyawa untuk kemenangan Pandawa. Dia tahu bagaimana caranya harus mati di tangan Pandawa.

Setelah Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya,Ia menjelaskan kepada mereka bahwa hamba tidaklah lebih tinggi daripada tuannya; atau seorang utusan daripada dia yang mengutusnya. Ada diantara murid-Nya yang akan mengkhianati-Nya.

Tidak semua murid mampu mengerti maksud gurunya. “Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku.”

Kadang musuh yang berbahaya itu bukan dari orang lain, tetapi justru dari orang yang paling dekat.

Mungkin itu yang disebut musuh dalam selimut. Orang yang tidak kita duga, mereka yang paling dekat dengan kita justru tega menusuk dari belakang. Kita bisa ingat bagaimana Julius Caesar mati di tangan sahabatnya sendiri yakni Brutus.

Yesus dikhianati bukan oleh orang lain, tetapi oleh murid-Nya sendiri. “Orang yang makan roti-Ku, telah mengangkat tumitnya terhadap Aku.” Yesus mengingatkan kepada murid-murid-Nya agar supaya jika hal itu terjadi, para murid siap menghadapinya.

Para murid dipanggil untuk diutus. Yesus memberi tanggungjawab kepada mereka. Kita pun juga diutus. Maka seperti Yesus taat kepada Bapa yang mengutus-Nya, kita diajak taat kepada Yesus yang memanggil kita.

Banyak godaan menjadi utusan. Bahkan kadang godaan dan tantangan justru datang dari lingkungan terdekat kita sendiri. Marilah kita meneladan Yesus yang taat kepada Bapa kendati dikhianati oleh murid-Nya.

Virus corona datang tak kelihatan.
Ia menyelinap pelan namun lembut.
Berat memang menjadi utusan.
Kadang ada musuh dalam selimut.

Cawas, bulan di balik awan….
Rm. A. Joko Purwanto Pr