Puncta 07.12.20 / PW. St.Ambrosius, Uskup dan Pujangga Gereja / Lukas 5:17-26

 

Ibu Hamil yang Ditandu

TIYAH, yang sedang hamil akan melahirkan bayinya. Jalan di desa Barunai Kecamatan Cihara, Lebak Banten itu sangat buruk. Tiyah harus digotong dengan sarung oleh beberapa pemuda menuju ke puskesmas kecamatan. Tidak ada mobil yang bisa masuk wilayah itu karena jalan yang rusak. Tiyah harus ditandu beramai-ramai melewati jalan buruk.

Peristiwa itu direkam oleh Badrudin dan diunggah di medsos sehingga viral. “75 tahun merdeka kapan merasakan indahnya jalan. Yang mau melahirkan pun digotong menggunakan bambu dan sarung. Helo pemerintah setempat apa kabar. Kampung Bitung, Desa Barunai, Kecamatan Cihara, Kabupaten Lebak, Banten. Mana sumpah untuk mengayomi rakyat,” tulis Badru dalam status FB.

Unggahan itu ternyata membuat berang pihak pemerintah desa. Pada Senin (2/11), Badru kemudian dibawa ke balai desa dengan kawalan RT dan langsung dibawa ke Polsek Panggarangan. Berdasarkan keterangan pihak keluarga, kepala desa tidak terima atas video yang viral tersebut, bahkan dinilai mencemarkan nama baik. Badru terpaksa menginap dua malam di kantor polsek.

Dalam Injil dikisahkan beberapa orang mengusung orang lumpuh di atas tilamnya. Karena saking banyaknya orang yang berkumpul di rumah itu, mereka tidak bisa masuk. Mereka naik ke atas rumah dan membongkar atapnya dan menurunkan si lumpuh tepat di depan Yesus. melihat usaha mereka, Yesus berkata, “Hai saudara, dosamu sudah diampuni.”

Para ahli Taurat dan orang Farisi malah berprasangka buruk. Mereka menuduh Yesus menghojat Allah. Yesus tidak ambil pusing dengan tuduhan itu. Ia justru menyembuhkan si lumpuh itu dan menyuruhnya mengangkat tilamnya. Makin geramlah hati orang-orang Farisi dan para ahli Taurat itu. Seolah-olah mereka seperti ditampar mukanya. Mereka seperti dipermalukan di depan banyak orang.

Berbeda dengan orang-orang yang menolong si lumpuh itu. Mereka tidak disebut namanya. Mereka tidak ingin dikenal dan diketahui. Mereka tidak ingin pamer kebaikan. Mereka itu bisa siapa saja, anda, sampeyan, you, rika, oko, kita. Yang penting bagi mereka adalah menolong. Mereka tidak ingin diingat namanya.

Orang Farisi dan ahli kitab itu hanya sibuk menghakimi, berprasangka buruk, berpikir negatif terhadap orang lain. Mereka iri hati. Kebaikan orang justru dianggap mencemarkan status mereka, membuat malu atau hilang muka.

Di masa Advent ini, buanglah prasangka buruk, negative thinking. Marilah berbuat baik tanpa harus diketahui atau dilihat banyak orang.

Luka sedikit terasa perih.
Dipijit-pijit enak rasanya.
Marilah menolong tanpa pamrih.
Tuhan pasti mengetahuinya.

Cawas, naik sepeda Gazelle…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 06.12.20 / Minggu Advent II / Markus 1:1-8

 

Mulan

HARI-HARI ini akan ada tayangan perdana Film action Mulan. Dia adalah seorang pejuang perempuan legendaris yang berperang melawan Bangsa Hun. Dalam cerita animasi sebelumnya, film itu dimulai dengan kisah lucu Mak Comblang yang ingin menjodohkan Mulan dengan calon suaminya. Mak comblang bertugas mempersiapkan si gadis bengal ini supaya kelak siap menjadi istri yang baik.

Mak Comblang itu berusaha melatih, mendadani, mempersiapkan dan menguji si gadis agar pantas dan siap bertemu dengan calon suaminya. Tentu saja karena Mulan ”anak kolong”, ia melawan dengan nakal apa yang dilakukan Mak Comblangnya. Sehingga persiapan dan pelajaran yang dibuat Mak Comblang berakhir dengan berantakan.

Peran Mak Comblang yang mempersiapkan si Mulan untuk bertemu dengan calon suaminya, dapat saya analogkan dengan penampilan Yohanes Pembaptis yang mempersiapkan jalan bagi Israel untuk kedatangan Mesias. Yohanes Pembaptis itu seperti Mak Comblang.

Ia adalah orang yang dinubuatkan oleh Yesaya, ”Lihatlah, Aku menyuruh utusan-Ku mendahului Engkau, ia akan mempersiapkan jalan bagi-Mu; ada suara orang yang berseru-seru di padang gurun; siapkanlah jalan bagi Tuhan, luruskanlah jalan bagi-Nya.”

Yohanes menyerukan pertobatan dan pengampunan dosa sebagai jalan menyiapkan kedatangan Tuhan. Ia sendiri hidup dengan semangat askese yang tinggi. Ia memakai jubah bulu unta dan ikat pinggang kulit, makanannya belalang dan madu hutan. Ia memberi contoh pertobatan dengan laku tapa yang keras.

Kalau Yesus digambarkan sebagai mempelai yang akan datang, maka umat sebagai pasangan mempelai harus disiapkan. Yohanes bertugas mempersiapkan kedatangan Sang Mempelai itu. Kita adalah umat yang harus mempersiapkan diri agar pantas dan layak menerima Sang Mesias.

Jangan menjadi Mulan yang bengal, anak kolong dan nakal. Mari kita membangun pertobatan dan pembaharuan diri, agar kita didapatinya pantas menyambut Sang Mempelai yakni Yesus yang akan datang ke tengah-tengah kita.

Masa Advent adalah masa persiapan diri menyambut Sang Mesias. Mari kita membaharui diri menjadi mempelai yang pantas untuk Sang Kristus.

Siapkan lubang untuk nanam pisang.
Lubang kecil untuk nanam jagung.
Sang Mesias akan segera datang.
Kita menyambut Sang Raja Agung.

Cawas, menanti mempelai…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 05.12.20 / Matius 9:35-10:1.6-8 / Dipanggil Untuk Terlibat

 

SEKARANG ini sedang musim tanam padi di Cawas. Petani-petani tidak lagi menggarap sawah memakai cangkul atau kerbau untuk membantu mengolah tanah.

Semua sudah diganti dengan mesin. Mengolah sawah dengan mesin. Memanen pun diganti oleh mesin. Tidak butuh waktu lama, tetapi cukup sebentar saja, gabah tahu-tahu sudah masuk ke karung-karung dengan bersih.

Di pedalaman Kalimantan, orang memanen padi masih mengunakan ani-ani. Ibu-ibu memetik satu demi satu batang padi, sehingga butuh waktu yang lama. Banyak tenaga dibutuhkan untuk menggarap ladang. Ada musim bakar ladang, masa “nugal” beramai-ramai saling bergotong-royong.

Orang sekampung turun untuk menggarap ladang. Industrialisasi pertanian belum menyentuh masyarakat pedalaman. Masih membutuhkan tenaga manusia yang banyak untuk menggarap ladang.

Suasana kebersamaan, kerjasama, gotong-royong masih sangat terasa. Kerukunan antar warga sangat kental. Adat istiadat dikerjakan bersama. Semua ikut terlibat demi kehidupan bersama.

Dalam Injil, Yesus berkeliling mewartakan Kerajaan Allah kemana-mana. Sambil mengajar, Ia menyembuhkan banyak orang sakit. Ia tergerak oleh belaskasihan kepada mereka yang menderita.

Melihat orang banyak itu, Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerjanya sedikit. Maka mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerja untuk tuaian itu.”

Lalu Yesus memanggil keduabelas murid-Nya dan memberi mereka kuasa untuk mengusir roh jahat, melenyapkan segala penyakit dan mengutus mereka mencari domba yang hilang.

Ia mengundang kita untuk ikut terlibat membantu di ladang menuai tuaian. Karya Allah di dunia ini butuh keterlibatan kita. Ada banyak bidang garapan yang perlu kita tangani. Kita telah diberi oleh Tuhan dengan cuma-cuma, maka kita pun diajak untuk membagikannya dengan cuma-cuma.

Dunia ini adalah ladang Tuhan. Ia membutuhkan banyak pekerja untuk menggarap dan mengolahnya, bukan merusaknya.

Maukah kita ikut terlibat untuk merawat bumi sebagai rumah kita bersama? Maukah kita berbagi karena kita telah diberi oleh Tuhan dengan cuma-cuma?

Menanam ubi dan jagung di satu tempat.
Ubinya tumbuh besar berlipat-lipat.
Kita dipanggil terlibat berbagi berkat,
Agar dunia dan banyak orang selamat.

Cawas, menanam jagung di kebun kita,
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 04.12.20 / Matius 9:27-31 / Tak Henti-hentinya Bersyukur

 

“TUHAN, Kau beri aku dua mata, tetapi kenapa aku tidak bisa melihat?” demikian syair yang sering dinyanyikan dengan pilu oleh Anita. Ia dan adiknya Sonia mengalami kebutaan sejak kecil.

Dua gadis dari pedalaman India ini lahir dari keluarga miskin. Orangtuanya hanya buruh tani yang tidak mampu membiayai pengobatan anak-anaknya. Kemungkinan besar mereka tak akan pernah melihat indahnya sinar matahari.

Adalah organisasi 20/20/20 yang bergerak untuk menolong orang-orang buta. Karena bantuan organisasi sosial ini, kedua kakak beradik ini akhirnya menjalani operasi mata. Lensa mata mereka yang rusak diganti dengan lensa buatan. Dan berhasil.

“Aku dapat melihat, Ibu, aku dapat melihat.” Begitu reaksi spontan penuh sukacita ketika perban yang menutupi mata mereka dibuka. Sonia dan Anita dapat melihat dunia dengan segala keindahannya. Tak henti-hentinya mereka bersyukur karena sudah bisa melihat.

Dalam Injil dikisahkan ada dua orang buta datang kepada Yesus. Mereka meratapi nasibnya, “Kasihanilah kami, hai Anak Daud.” Kendati mereka tidak dapat melihat, namun imannya sangat besar.

Hal itu nampak ketika Yesus bertanya, “Percayakah kalian bahwa Aku dapat melakukannya?”. Mereka pun menjawab, “Ya Tuhan, kami percaya.”

Iman atau percaya pada Yesus itulah daya penyembuhan yang luar biasa. “Terjadilah padamu menurut imanmu”, sabda Yesus. Iman membuka aneka jalan menuju keselamatan. Iman membuka selubung yang gelap menjadi terang benderang. Kegelapan hidup – dilambangkan dengan kebutaan – dapat diterangi dengan iman. Tetaplah punya iman.

Dua orang itu tidak mampu menutupi kegembiraanya. Kendati dilarang untuk memberitakan peristiwa itu, mereka keluar memasyurkan Yesus ke seluruh daerah. Saking gembiranya, mereka lupa pesan Yesus. Kendati dilarang, mereka tetap mewartakan.

Pernahkah anda mengalami kasih Allah sedemikian besar sehingga rasanya ingin selalu bersyukur dan berbagi dengan banyak orang? Itu tanda bahwa anda telah disentuh Tuhan.

Buah ceplukan di taman bunga
Seminggu bisa tumbuh dua
Sungguh indah mata bisa terbuka
Yang ada hanya gembira dan sukacita

Cawas, kangen ceplukan…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 03.12.20 / Pesta St. Fransiskus Xaverius, Imam dan Pelindung Misi / Markus 16: 15-20

 

“Bermisi Ke Dalam Hati”

MEWARTAKAN iman di tanah misi butuh kekuatan, keteguhan dan semangat bernyala. Mental baja dan prinsip mandiri diperlukan agar bisa mengatasi segala rintangan, baik medan yang berat maupun budaya yang berbeda.

Santo Fransiskus Xaverius diutus untuk menjadi duta Paus di Hindia Timur. Masuk ke dalam jantung kehidupan orang Asia itulah yang dilakukan oleh Fransiskus Xaverius. Ia menolak pemberian hadiah raja sebagai bekal. Hanya salib dan Kitab Suci yang menjadi bekalnya. Ia hidup sederhana dan mandiri di tengah umat yang dilayaninya.

Ia berpendapat, “Cara terbaik untuk memiliki kehormatan sejati adalah dengan mencuci pakaian sendiri, memasak sendiri dan tidak berhutang pada orang lain.” Ia menggunakan waktu di kapal dengan merawat orang sakit, berkatekese, berkotbah dan menjadi pembimbing rohani yang baik.

Ia pandai berkotbah dan mengajar. Ia belajar bahasa lokal agar bisa berkomunikasi dengan orang-orang setempat. Dengan begitu, banyak orang tertarik dengan ajarannya dan minta dibaptis. Ia senang berkunjung ke mana-mana, menjumpai umat dan memperkenalkan nilai-nilai Injil.

Dari Goa, Ia menyeberang ke Malaka.Tahun 1545 ia berkunjung di Maluku, Ambon, Ternate dan berjumpa dengan raja-raja setempat. Ia diterima dengan baik dan tinggal beberapa waktu memperkenalkan Yesus Kristus.

Perjalanan misinya sampai ke Jepang dan China. Ia meninggal di usia 46 tahun pada tanggal 3 Desember 1552. Dia diangkat menjadi pelindung misi bagi gereja semesta.

Sesudah bangkit Yesus memberi tugas misi kepada para murid-Nya, “Pergilah ke seluruh dunia, beritakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum.”

Perintah Yesus itu masih menggema sampai sekarang. Ada banyak tanah-tanah misi yang belum mengenal Injil. Ada banyak hati yang belum disentuh sabda Tuhan.

Kita sebagai murid-Nya sekarang juga diutus untuk bermisi. Selain mewartakan Injil, mengubah hati yang keras menjadi hati yang lembut, mengubah dendam menjadi bisa memaafkan itu juga bermisi.

Dua lele menu kemarin pagi.
Siang harinya menikmati sapo babi.
Kita semua dipanggil bermisi
Mewartakan Injil ke dalam hati.

Cawas, selamat bermisi…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr