by editor | Feb 28, 2021 | Renungan
SEBAGAI bintang film termahal di India, Salman Khan tidak menjadi sombong. Ia bisa meraup honor Rp. 120 M sekali main film. Belum honor dari iklan banyak produk. Ia jadi ambasador brand berbagai merk terkenal.
Namun kekayaannya itu banyak dibagikan kepada rakyat miskin di India. Banyak desa tempat dia syuting mendapat bantuan dari Salman. Tidak kurang dari Rp. 24 M dia salurkan ke yayasan sosial. Ia memberi beasiswa pendidikan bagi anak-anak kurang mampu di India.
Dengan uang yang didapat dia membangun desa-desa miskin di India. Ia memang berasal dari keluarga miskin. Beruntung dia dapat menjadi aktor terkenal, tetapi dia tidak lupa kepada orang-orang miskin di sekitarnya.
Ada banyak anak kurang mampu diadopsi agar dapat bersekolah dan sukses.Orang-orang sakit diberi pengobatan gratis.
Masyarakat India menyebut Salman Khan sebagai Robinhood dari India. Ia banyak menolong orang miskin, sakit dan menderita. Ia mendirikan sebuah Yayasan Being Human untuk menolong mereka yang kurang mampu dan menderita.
Ia dikenal luas sebagai pribadi yang murah hati dan suka menolong orang kecil.
Hari ini Yesus mengajarkan kepada murid-murid-Nya, “Hendaklah kamu murah hati, sebagaimana Bapamu adalah murah hati.” Kemurahan hati adalah sikap dasar Allah.
Yesus menggambarkan kemurahan hati itu seperti matahari yang bersinar untuk siapa pun. Orang baik ataupun orang jahat sama-sama mendapatkan terang dari matahari yang sama.
Kemurahan hati Allah itu hendaknya kita contoh. Maka Yesus menyuruh kita untuk berbagi. “Berilah, dan kamu akan diberi; suatu takaran yang baik dan dipadatkan, yang digoncang dan yang tumpah ke luar akan dicurahkan ke dalam ribaanmu.”
Tentang kemurahan hati ini, Yesus banyak memberi contoh dengan perumpamaan; Orang Samaria yang baik hati, Janda miskin yang murah hati, Bapa yang menerima anak bungsunya, Gembala yang mencari domba yang tersesat.
Tidak hanya mengajarkan, Yesus mempraktekkan kemurahan hati Allah itu dengan semangat pengampunan. Ia mengampuni perempuan yang berzinah. Ia bahkan mengampuni para musuh yang menyalibkan-Nya. Ia menjanjikan firdaus bagi penyamun yang bertobat. Yesus adalah wajah kemurahan hati Bapa.
Maka Ia mengajak kita semua untuk murah hati. “Hendaklah kamu murah hati, sebagaimana Bapamu adalah murah hati.” Maukah kita bersikap murah hati?
Virus corona sungguh berbahaya.
Kita harus hati-hati dan waspada.
Untuk murah hati tidak harus kaya.
Hati adalah modal utamanya.
Cawas, mensyukuri hidup….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 27, 2021 | Renungan
Pokoke Maknyuuuss…..
JARGON ini diperkenalkan oleh pakar kuliner Bondan Winarno. Setiap kali dia mencicipi menu makanan favorit, dia akan mengatakan, “Pokoke maknyuuss….” sambil menggoyangkan jempol dan telunjuk jarinya yang terkatup menempel sebentar di mulut.
Sebenarnya Bondan adalah wartawan senior, namun dia lebih terkenal dengan laporan on the spot tentang kuliner Nusantara.
Ia mencicipi aneka makanan favorit Nusantara dan mempromosikan kepada banyak orang. Ia hanya bertugas mencicipi makanan. Makanan apa yang dicicipi pasti akan menjadi populer.
Ia makan hanya sedikit, mengambil inti cita rasa dan memberi penilaian. Kalau dia sudah bilang, “Pokoke maknyuuuusss….” makanan itu dijamin bercitarasa tinggi.
Yesus mengajak ketiga murid-Nya naik ke sebuah gunung. Para murid mengalami peristiwa surgawi. Yesus berubah rupa di depan mereka. Yesus dalam kemuliaan berbicara dengan Musa dan Elia, dua nabi besar di Israel.
Pengalaman konsolasi yang hanya sekejab itu membuat Petrus ternganga, namun bingung mau berbuat apa. Spontan ia ingin tetap tinggal di puncak gunung dengan membuat tenda.
“Baiklah kami dirikan tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia.” Sebab ia tidak tahu apa yang harus dikatakannya.
Sama seperti Bondan Winarno, dia hanya bilang, “Pokoke maknyuuus” untuk menggambarkan nikmatnya sebuah masakan. Maknyuus itu sudah mewakili citarasa yang tidak bisa digambarkan lagi.
Petrus juga mencicipi kemuliaan surgawi. Ia tidak bisa mengatakan apa-apa, kecuali spontan ingin membuat tiga kemah, padahal mereka berenam.
Kita pasti juga pernah mengalami suatu peristiwa rohani yang tidak bisa dirumuskan. Relasi membahagiakan dengan Allah yang sulit digambarkan. “Pokoknya sangat luar biasa”
Di situ kita sudah mencicipi pengalaman surgawi. Walau hanya sebentar, kecil, sederhana, namun sangat nikmat mempesonakan.
Petrus dan teman-temannya sedikit mencicipi pengalaman kebangkitan. Bondan juga mencicipi sedikit pengalaman “maknyuus”.
Maknyuus yang sesungguhnya ketika kita bersatu dengan Sang Khalik. Kebahagiaan yang sesungguhnya ketika mengalami hidup ilahi bersama dengan Allah, seperti Yesus yang bangkit.
Agar rasanya menjadi “maknyuus” makanan itu harus dipotong-potong, dimasak dengan api. Ia harus berkorban, mau menderita.
Yesus mengajar para murid-Nya, jika mau ikut bangkit mulia, harus siap berkorban menderita sengsara. Maukah kita?
Tengkleng Mbah Warti rasanya maknyus.
Jangan lupa teh poci panasnya.
Kalau kita mau bangkit bersama Yesus.
Kita harus mau menderita bersama-Nya.
Cawas, terimakasih atas doa-doanya….
Rm. Alexandre Joko Purwanto,Pr
by editor | Feb 26, 2021 | Renungan
GELANGGANG Kurusetra riuh rendah oleh sorak sorai penonton. Mereka melihat latihan perang antara Pandawa dan Kurawa. Ketika lomba memanah, hanya Permadi yang mampu memanah kepala burung dengan tepat. Kartamarma, Durmagati, Puntadewa, bahkan Jaka Pitana, putra sulung raja Hastina pun gagal.
Penonton mengelu-elukan Permadi laksana pahlawan. Hal ini menimbulkan iri hati dan kebencian dalam diri Kurawa. Lebih-lebih Karna Basusena, ia sangat marah semua orang memuja-memuji kehebatan Permadi. Kebencian dan kemarahan itu dilampiaskan dengan menantang kelahi. Tetapi Permadi mengatakan, “Walau pun engkau membenci aku, namun aku justru mengasihimu.”
Mereka berdua tidak tahu kalau darah yang mengalir dalam tubuh mereka adalah darah Kunti, sang ibu. Namun karena Karna ada di pihak Kurawa, ia selalu dibujuk untuk memusuhi adik-adiknya para Pandawa. Kendati dimusuhi, namun Pandawa tidak membalas. Mereka tetap mengasihi Kurawa sebagai saudara-saudaranya.
Hari ini Yesus menekankan lagi pelaksanaan hukum kasih. Kasih bukan hanya ditujukan kepada mereka yang mengasihi kita. tetapi kasih juga tertuju pada mereka yang membenci kita.
“Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuh-musuhmu, dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Yesus memperbaharui hukum Taurat. Tuntutan Yesus lebih besar dan berat dari apa yang tertulis di kitab Taurat.
“Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Dan apabila kamu hanya memberi salam kepada saudara-saudaramu saja, apakah lebihnya daripada perbuatan orang lain?”
Yesus mengajak para murid-Nya untuk berbuat yang beda dan lebih dari yang lain. Kalau kita bisa mengusahakan yang optimal, mengapa tidak?
Menjadi murid Yesus jangan hanya standar-standar saja, atau seperti pada umumnya. Kita harus di atas standar atau di atas rata-rata, bahkan yang optimal.
Memang target yang dicita-citakan Yesus tidak biasa-biasa saja. Ia menghendaki kita mencapai kesempurnaan sebagaimana Bapa sempurna adanya.
“Karena itu haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapa yang di surga sempurna adanya.” Apakah itu mungkin? Bagi Allah semua itu mungkin.
Oleh karena itu mari kita terus dan selalu mengusahakan. Jika kita gagal, coba lagi. Gagal, coba lagi. Gagal, kita terus mencoba lagi.
Ulangtahun hadiahnya gelas.
Isinya juice strawberry.
Jangan kita berhenti berbelas.
Mari kita terus mengasihi.
Cawas, menunggu suntikan kedua….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 25, 2021 | Renungan
SESANTI atau motto yang dicanangkan oleh St. Ignatius Loyola berbunyi “Ad Maiorem Dei Gloriam.” Ini adalah Bahasa Latin. Istilah Jawanya berbunyi “Amrih Mulya Dalem Gusti.”
Di situ ada kata “maiorem.” Ini berasal dari kata magnus-maior-maximus. Magis artinya besar. Komparatifnya menjadi lebih besar. Namun yang tepat sebetulnya “semakin besar.”
Kemuliaan Tuhan menjadi semakin besar. Kata “semakin” menggambarkan proses, dinamika yang terus menerus.
Semangat magis menunjukkan tindakan atau usaha yang lebih. Bukan soal kuantitas (banyaknya) tetapi menunjuk pada kualitas (mutunya).
Magis adalah sebuah sikap. Sebuah tindakan untuk melakukan yang lebih baik. Kalau sudah baik akan ditingkatkan menjadi lebih baik lagi. Lagi, lagi dan lebih lagi.
Contoh keliru yang sering terjadi dan ini adalah kelemahan kita. Misalnya kita punya produk yang sudah terkenal, laris, menjadi viral, kita bukannya meningkatkan kualitas produk, tetapi justru mencampur dengan bahan lain demi mengejar keuntungan banyak.
Kualitas diturunkan demi mengejar kuantitas. Mutu produk dikurbankan. Akibatnya pelanggan lari karena kualitas rasa berkurang. Seharusnya mutu semakin ditingkatkan lagi.
Hari ini Yesus mengajak para murid-Nya untuk bersikap magis. Memiliki semangat lebih dalam bertindak. “Jika hidup keagamaanmu tidak LEBIH benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kalian tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.”
Kaum Farisi dan ahli-ahli Taurat itu sudah merasa ahli. Mereka sudah puas dan bangga disebut ahli-ahli kitab. Mereka tidak punya semangat magis. Kualitas hidup mereka mandeg. Hanya mengikuti standar yang ditentukan.
Yesus mengajak para murid untuk mengejar yang LEBIH, punya sikap magis. Kalau tidak, “kalian tidak akan masuk ke dalam Kerajaan Surga.”
Apakah kita mau dituntut LEBIH oleh Yesus? atau kita sudah merasa puas dengan hasil yang sekarang ini?
Pergi ke pasar membeli manggis.
Buahnya segar hasil dipetik.
Mari kita punya semangat magis.
Agar hidup menjadi lebih baik.
Cawas, bahagia itu sederhana saja…..
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Feb 24, 2021 | Renungan
LAGU A Whole New World yang cantik menjadi music theme Film Aladin. Aladin adalah pemuda miskin, “tikus jalanan” yang suka mencuri roti di pasar demi hidupnya. Ia jatuh cinta kepada Puteri Jasmine yang cantik jelita. Seperti pungguk merindukan bulan. Cinta yang berbeda kasta dan harta jelas tak mungkin berpadu.
Adalah Jafar, perdana menteri yang ambisius ingin menjadi sultan di Agrabah. Ia memanfaatkan Aladin untuk mengambil lampu ajaib di sebuah gua. Di dalam lampu itu ada jin yang akan mengabulkan segala permintaan.
Aladin tidak sengaja mengusap lampu itu dan keluarlah jin. Jin Kartubi bersujud kepada Aladin, “Hamba siap memenuhi permintaan Tuanku. Ada tiga permintaan yang boleh tuan minta.”
Aladin minta kekayaan. Jin memenuhinya dengan segala harta berlimpah ruah. Karena dia sedang jatuh cinta kepada Puteri Sultan, Aladin minta kepada jin untuk mengubahnya jadi pangeran. Jin langsung mengubah Aladin jadi pangeran instan.
Karena status pangeran abal-abal hasil quick count lembaga survey alam gaib, Aladin harus berbohong dan berpura-pura di hadapan Jasmine.
Justru Puteri Jasmine ingin agar Aladin jadi pria ‘gentleman’, jujur apa adanya. Cintanya kepada Aladin, bukan karena kasta dan harta.
Permintaan ketiga yang dibuat Aladin adalah mengubah Jin Kartubi menjadi manusia normal biasa.
Sabda Yesus kali ini sering disalah-artikan. Seolah-olah kita seperti Aladin yang mengajukan permintaan kepada jin, dan langsung dikabulkan.
Yesus berkata, “Mintalah, maka kamu akan diberi; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”
Yesus menekankan bahwa Allah itu bapa yang baik hati. Seorang bapa tidak akan tega jika anaknya meminta sesuatu. Doa yang dikabulkan itu adalah kemurahan Tuhan semata.
Jika belum dikabulkan, karena Tuhan lebih tahu apa yang kita butuhkan. Keinginan dan kebutuhan itu beda. Tuhan ingin memberi yang kita butuhkan.
Mintalah, kamu akan diberi. Tuhan tidak berbicara tentang kapan diberi. Yang memilih waktu adalah Tuhan. Bisa sekarang, bisa seminggu, sebulan atau bertahun-tahun baru dipenuhi. Tergantung usaha kita untuk terus meminta.
Apakah kita menganggap Tuhan seperti Jin Kartubi, atau percaya kepada kuasa dan kemurahan Tuhan semata?
Ke pesta memakai baju merah.
Turun ke arena ikut berdansa ria.
Tuhan itu Bapa yang maha murah.
Ia mengasihi kita anak-anak-Nya.
Cawas, menuju hari bahagia….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr