Puncta 24.02.21 / Lukas 11:29-32 / Membaca Tanda-Tanda

 

KEPALA BMKG, Dwikorita Karnawati telah memberi tanda berupa peringatan dini akan terjadinya cuaca ekstrem dan hujan lebat di Jakarta pada tanggal 18-19 Februari yang lalu dan bisa meningkat lagi pada 23-24 februari nanti.

Tanda-tanda ini berdasarkan pemantauan satelit agar warga berjaga-jaga dan waspada jika terjadi curah hujan tinggi.

BMKG sudah memberi “warning”, tinggal bagaimana pembuat kebijakan menyikapi supaya warga tidak terendam banjir.

Alam selalu memberi tanda sebagai peringatan kepada kita. Jika gunung Merapi akan meletus, selalu ada tanda-tanda yang mengawalinya. Warga sekitar sangat paham dan peka melihat apa yang terjadi di sekitarnya.

Kalau suhu di sekitar kawah naik, sumber air menjadi kering, ada suara gemuruh disertai gempa kecil-kecil, tumbuhan menjadi layu dan banyak binatang turun ke pemukiman warga, itu adalah tanda “mBah Merapi mau batuk-batuk.”

Orang-orang Yahudi yang mengerumuni Yesus meminta suatu tanda dari surga. Mereka baru akan percaya bahwa Yesus adalah Mesias kalau Ia membuat suatu tanda yang besar dari surga. Mereka menuntut Yesus membuktikan diri-Nya sebagai utusan Allah.

Yesus berkata, “Angkatan ini adalah angkatan yang jahat. Mereka menuntut suatu tanda, tetapi mereka tidak akan diberi tanda selain tanda Nabi Yunus. Sebab sebagaimana Yunus menjadi tanda bai orang-orang Niniwe, demikian pulalah Anak Manusia akan menjadi tanda bagi angkatan ini.”

Orang-orang Yahudi itu harus belajar dari masyarakat lereng Merapi. Mereka tidak butuh tanda yang heboh dan sensasional.

Dengan melihat keanehan yang terjadi di sekitar mereka, seperti tumbuhan layu, binatang turun gunung, hawa panas atau mata air kering, mereka paham bahwa Merapi sedang “punya gawe.” Mereka percaya tanda-tanda itu dan siap-siap mengungsi supaya selamat.

Orang Yahudi tidak paham. Yesus yang memelekkan orang buta, membuat orang lumpuh berjalan, orang bisu berbicara, orang tuli mendengar, orang mati dibangkitkan, orang miskin mendengar kabar gembira, itu bukan tanda Allah hadir bagi mereka. Mereka butuh tanda besar dan luar biasa dari langit.

Kedegilan dan ketidakpercayaan mereka itulah yang membuat Yesus jengkel. Orang orang Yahudi tertutup hatinya terhadap karya pelayanan Yesus.

Sulit mengubah orang yang tidak mau percaya. Apakah kita masih kurang percaya dan menuntut Yesus membuat tanda-tanda menurut kaca mata manusia?

Rencananya mau pergi ke Jakarta.
Semua transport terhalang hujan.
Bukalah hati melihat tanda-tanda.
Agar kita bisa melihat karya Tuhan.

Cawas, hari-hari sepi……
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 23.02.21 / Matius 6:7-15 / Belajar Dari Pak Koswara

 

“ALHAMDULILAH akhirnya sepakat damai,” kata Hamidah setelah keluar dari kantor Pengadilan Bandung.

Beberapa waktu lalu, ayahnya Koswara (85) digugat oleh Deden dan Nining yang adalah anaknya sendiri ke meja hijau sehubungan dengan masalah tanah. Tidak tanggung-tanggung Deden menggugat ayahnya ganti rugi sebesar tiga milyar.

Namun setelah melalui mediasi antar keluarga, mereka sepakat berdamai dan saling memaafkan. Deden minta maaf dan bersujud kepada Koswara, ayahnya.

Bapak itu pun dengan meneteskan airmata mengampuni anaknya. Mereka saling berpelukan dan menangis. Masalah diselesaikan secara damai dan kekeluargaan.

Pengampunan itu berkah, besar pahalanya di surga. Saling memaafkan dan mengampuni adalah tindakan paling luhur dari seorang manusia.

Yesus menegaskan hal itu dalam pengajaran tentang doa Bapa Kami. Ia mengajarkan kepada para murid-Nya untuk saling mengampuni. ”Ampunilah kami atas kesalahan kami, seperti kami juga mengampuni orang yang bersalah kepada kami.”

Pengampunan itu akan naik ke surga. Kata Yesus, “Jika kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga.”

Berani mengampuni itu sudah langkah maju bagi kita. Ada banyak orang yang tidak mau melangkah untuk mengampuni. Hidup dalam kebencian dan dendam itu seperti burung hantu yang tidak mampu melihat indahnya siang. Ia lebih suka hidup dalam kegelapan malam.

Kalau kita mau mengampuni, kita akan melihat keindahan hidup, penuh damai dan sukacita. Mengampuni itu memang sakit. Tetapi jika kita bisa melewatinya, kita akan hidup secara baru.

Seperti rajawali, ia bisa hidup selama 70 tahun jika ia mau melewati masa sulit yakni transformasi diri. Ia harus melepaskan paruhnya yang lama. Kemudian dengan paruh baru akan melepaskan cakar-cakarnya yang lama. Bulu-bulu yang tebal akan dilepaskan agar tumbuh bulu yang baru. Proses melepaskan itu sungguh menyakitkan. Tetapi jika mampu melewatinya, ia akan hidup panjang.

Begitu juga mengampuni itu berani melepaskan segala dendam. Jika kita mampu membuangnya, kita akan hidup lama dan bahagia.

Pak Koswara itu pasti hidup bahagia, karena dia bisa mengampuni dan melepaskan belenggu dendam dan benci.

Maukah kita melewati masa transformasi diri yakni melepaskan dendam dan benci dengan pengampunan?

Beli susu sapi di Boyolali.
Bikin soda gembira satu porsi.
Mari kita berani mengampuni.
Agar hidup bebas dan damai di hati.

Cawas, persiapan HUT…..
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 22.02.21 / Pesta Tahta St. Petrus, Rasul / Matius 16:13-19

 

“Rindu Sosok HB IX”

SITUASI prihatin sedang melanda Indonesia. Ada pandemi, ada banjir, gempa dan longsor. Dibutuhkan orang yang mau bekerja, bukan demi pencitraan, tetapi tulus untuk rakyat. Orang yang tidak memikirkan dirinya sendiri, “selesai dengan kepentingan pribadi”, hanya demi rakyat.

Dibutuhkan seorang negarawan, bukan politikus yang suka naik panggung membangun citra diri. Ada banjir malah foto Selfi.

Gusti Raden Mas Dorojatun atau HB IX adalah seorang raja Ngayogjakarta Hadiningrat yang naik tahta sejak 1940-1988. Beliau adalah seorang raja yang “ngayomi” rakyat dan bijaksana. Selain itu beliau juga seorang negarawan yang hanya berpikir untuk kesejahteraan rakyat.

Beliau adalah penguasa lokal pertama yang menggabungkan diri dengan NKRI. Beliau menentang penjajahan Belanda dan mendukung Republiken. Keraton Jogja menjadi tempat perlindungan bagi pejuang-pejuang NKRI.

Ketika awal kemerdekaan RI, kas negara kosong dan beban ekonomi buruk akibat perang, beliau menyumbangkan kekayaannya sebanyak 6.000.000 gulden untuk membiayai pemerintahan yang kolaps.

Tahta Keraton Jogjakarta bukan diduduki untuk diri sendiri, tetapi untuk memuliakan alam semesta, “Hamengku Buwana”. Tahta keraton adalah tahta untuk rakyat.

Semangat mengabdi dan melayani rakyat itu nampak dalam hidup Sri Sultan HB IX. Rindu punya pemimpin seperti beliau sekarang ini.

Hari ini Gereja memperingati Tahta Santo Petrus. Yesus berkata, “Engkau adalah Petrus, dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku, dan alam maut tidak akan menguasainya. Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan surga.”

Petrus menerima tugas ini dengan setia dan penuh derita. Ia menjaga umat sampai mati sebagai martir di Roma. Kepemimpinan Petrus dilanjutkan oleh para paus sampai sekarang.

Tahta Petrus itu adalah tugas melayani, bukan menguasai tetapi menjaga dan menggembalakan jemaat dengan cintakasih.

Apakah para imam, uskup dan pimpinan gereja sungguh menghayati pelayanan ini?

Banjir melanda di Bukit Duri.
Banyak warga lari mengungsi.
Kita dipanggil untuk mengabdi.
Bukan untuk mengejar citra diri.

Cawas, selamat melayani….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 21.02.21 / Minggu Prapaskah I / Markus 1:12-15

 

“Sisyfus Jatuh Lagi”

BELUM ada seminggu masa puasa dimulai. Rabu Abu kemarin kita menerima abu sebagai tanda pertobatan. Hari Selasa aku bilang ke ibu rumah tangga pastoran kalau mau puasa dan pantang daging selama empatpuluh hari.

Kemarin ada tamu dari jauh mengajak makan siang karena dia belum sarapan. Aku mengantarnya ke Warung Sate terkenal di Cawas. “Satenya rekomended, dagingnya empuk dan bumbunya maknyuss” kataku pamer pada teman dari jauh. Ketika sate terhidang dihadapanku, aku tersentak kaget karena baru hari Selasa kemarin aku mencanangkan mau pantang daging.

Mau mundur gak enak sama teman yang mengajak. Mau terus kok aku melanggar pantangku sendiri. Akhirnya dengan alasan menemani teman aku menikmati sate kambing itu. Malamnya aku merenung, untuk apa kita berpuasa, bertobat, kalau toh akhirnya jatuh lagi? Itu sama dengan pertanyaan, “mengapa saya makan kalau toh akhirnya lapar lagi?”

Adalah Sisyfus dari Efira yang membangkang kepada dewa dan bertindak licik dan kejam. Dia dianggap berdosa karena membocorkan rahasia Dewa Zeus. Dia masuk ke neraka dan dihukum. Sisyfus harus mendorong sebongkah batu ke puncak bukit. Ketika sudah sampai di puncak, batu itu menggelinding ke bawah. Dia harus mendorongnya lagi dan lagi, tak pernah selesai. Rasanya seperti sia-sia saja. Tak ada hasil dan selalu gagal.

Hari ini Yesus menguatkan motivasi kita untuk berpuasa. Yesus berpuasa empatpuluh hari di padang gurun. Setelah puasa Dia memberitakan, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” Pertobatan dihubungkan dengan percaya pada Injil.kalau tobat haya berfokus pada usaha diri sendiri, maka kita akan gagal. Pertobatan harus terhubung dengan keyakinan pada Injil yakni Sabda Tuhan.

Injil adalah Kabar Gembira. Kabar yang mana? Kabar tentang kasih setia Allah yang tidak berubah sepanjang zaman. Kendati kita gagal, jatuh, berdosa lagi, tetapi Allah tetap setia. Seperti perjanjian-Nya dengan Nuh bahwa untuk selamanya Allah akan selalu mengasihi manusia.

Puasa atau tobat kita bukan berfokus pada usaha manusiawi kita, melainkan pada kasih setia Allah yang tidak ada habis-habisnya. Kita makan bukan karena kita lapar, tetapi karena kita ingin hidup. Kita puasa bukan karena kita berdosa lagi, tetapi karena Allah tetap setia mengasihi kita. kasih setia Allah tidak berhenti walau kita gagal dan berdosa lagi.
Air menggenang sampai di Bekasi
Hujan terus di wilayah Jakarta
Kalau kita jatuh dan gagal lagi
Allah tetap mengulurkan tangan-Nya

Cawas, menunggu saja….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 20.02.21 / Lukas 5:27-32 / Bukan Untuk Orang Benar

 

SAYA mengagumi dan tidak bosan-bosan membaca kisah hidup St. Yohanes Maria Vianney seorang pastor sederhana di Ars. Ketika belajar di seminari, dia dijuluki mahasiswa yang bodoh. Beberapa kali tidak lulus ujian dan hampir saja tidak bisa ditahbiskan.

Tetapi hidup doa dan devosinya sangat tinggi. Ia mengembangkan kesalehan rohani sepanjang waktu.

Ia dikirim di paroki terpencil di desa Ars, Perancis. Mungkin semacam “dibuang” dan dianggap tidak mampu melayani paroki kota besar karena kurang pintar.

Desa Ars hanya berpenduduk 230 jiwa. Mereka bodoh dan tidak memperhatikan kehidupan beriman. Mereka punya kebiasaan buruk minum dan mabuk di kedai-kedai kopi, dansa-dansi dengan pakaian seronok. Banyak keluarga berantakan. Anak-anak kurang kasih sayang. Mereka miskin dan tidak berpendidikan.

Yohanes Maria datang mengunjungi mereka, bergaul dan menyapa mereka. Hidup doanya yang kuat dan tutur katanya yang lembut menarik banyak orang.

Banyak orang mulai tersentuh. Gereja mulai penuh. Kamar pengakuan tidak pernah sepi. Yohanes Maria makin khusuk berdoa bagi pertobatan jiwa-jiwa. Kesalehan hidupnya menggetarkan hati.

Kampung Ars yang awalnya hanya ratusan jiwa berkembang menjadi ribuan jiwa. Orang dari seluruh Perancis datang ingin bertemu dengan pastor yang saleh, untuk mengaku dosa.

Uskup dulu pernah melarang Yohanes Maria memberi pengakuan dosa, karena dia dianggap bodoh. Tetapi karena kesalehannya, ia duduk di kamar pengakuan, melayani orang sampai 18 jam sehari.

Yesus berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”

Lewi Mateus yang dianggap orang berdosa dipanggil Yesus. Lewi meninggalkan pekerjaan dan hidupnya. Ia mengikuti Yesus.

Yohanes Maria membuat banyak orang bertobat dan kembali ke pangkuan Gereja. Ia datang untuk menyelamatkan jiwa-jiwa.

Yohanes Maria pernah berkata, “Menderita dengan penuh kasih, adalah tidak lagi menderita.” Pelayanan, pengorbanan, waktu hidupnya dicurahkan untuk Tuhan demi keselamatan umat.

Pastor yang dianggap bodoh oleh dunia, ternyata dipakai Tuhan untuk menyelamatkan jiwa-jiwa. Tuhan memang senang bercanda dan bergurau.

Yohanes Baptis Maria Vianney
Imam yang suci gembala jiwa.
Doakanlah kami orang yang berdose,
Agar selamat sampai ke surga.

Cawas, masih terasa kadonya….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr