“Sisyfus Jatuh Lagi”

BELUM ada seminggu masa puasa dimulai. Rabu Abu kemarin kita menerima abu sebagai tanda pertobatan. Hari Selasa aku bilang ke ibu rumah tangga pastoran kalau mau puasa dan pantang daging selama empatpuluh hari.

Kemarin ada tamu dari jauh mengajak makan siang karena dia belum sarapan. Aku mengantarnya ke Warung Sate terkenal di Cawas. “Satenya rekomended, dagingnya empuk dan bumbunya maknyuss” kataku pamer pada teman dari jauh. Ketika sate terhidang dihadapanku, aku tersentak kaget karena baru hari Selasa kemarin aku mencanangkan mau pantang daging.

Mau mundur gak enak sama teman yang mengajak. Mau terus kok aku melanggar pantangku sendiri. Akhirnya dengan alasan menemani teman aku menikmati sate kambing itu. Malamnya aku merenung, untuk apa kita berpuasa, bertobat, kalau toh akhirnya jatuh lagi? Itu sama dengan pertanyaan, “mengapa saya makan kalau toh akhirnya lapar lagi?”

Adalah Sisyfus dari Efira yang membangkang kepada dewa dan bertindak licik dan kejam. Dia dianggap berdosa karena membocorkan rahasia Dewa Zeus. Dia masuk ke neraka dan dihukum. Sisyfus harus mendorong sebongkah batu ke puncak bukit. Ketika sudah sampai di puncak, batu itu menggelinding ke bawah. Dia harus mendorongnya lagi dan lagi, tak pernah selesai. Rasanya seperti sia-sia saja. Tak ada hasil dan selalu gagal.

Hari ini Yesus menguatkan motivasi kita untuk berpuasa. Yesus berpuasa empatpuluh hari di padang gurun. Setelah puasa Dia memberitakan, “Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.” Pertobatan dihubungkan dengan percaya pada Injil.kalau tobat haya berfokus pada usaha diri sendiri, maka kita akan gagal. Pertobatan harus terhubung dengan keyakinan pada Injil yakni Sabda Tuhan.

Injil adalah Kabar Gembira. Kabar yang mana? Kabar tentang kasih setia Allah yang tidak berubah sepanjang zaman. Kendati kita gagal, jatuh, berdosa lagi, tetapi Allah tetap setia. Seperti perjanjian-Nya dengan Nuh bahwa untuk selamanya Allah akan selalu mengasihi manusia.

Puasa atau tobat kita bukan berfokus pada usaha manusiawi kita, melainkan pada kasih setia Allah yang tidak ada habis-habisnya. Kita makan bukan karena kita lapar, tetapi karena kita ingin hidup. Kita puasa bukan karena kita berdosa lagi, tetapi karena Allah tetap setia mengasihi kita. kasih setia Allah tidak berhenti walau kita gagal dan berdosa lagi.
Air menggenang sampai di Bekasi
Hujan terus di wilayah Jakarta
Kalau kita jatuh dan gagal lagi
Allah tetap mengulurkan tangan-Nya

Cawas, menunggu saja….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr