by editor | Jan 31, 2022 | Renungan
It’s Okay.
SAYA suka nonton acara America’s Got Talent. Ada banyak orang hebat yang bikin hati ini kagum dan berdecak. Mereka bisa bikin kita haru dan bersukacita atas pencapaian yang luar biasa.
Dalam satu episode, ada peserta yang bikin empat juri tercengang dengan kisah hidup dan lagunya.
Adalah Nightbirde atau nama aslinya Jane yang tampil dengan kaos hitam dan celana putih sobek.
Dia bercerita bahwa dia adalah penyintas kanker ganas. Ia mengidap kanker paru-paru, tulang punggung dan hati.
Ia menyanyikan lagu ciptaannya sendiri yang berjudul It’s Okay.
Lagu itu berkisah tentang perjuangannya bangkit dari keterpurukan dan ia percaya, karena Tuhan semua akan bak-baik saja.
Suaranya yang sendu namun punya power kuat membuat banyak orang tercengang dengan isi lagunya.
Keyakinan bahwa Tuhan akan membuat semuanya baik-baik saja disuarakan dari hati yang jernih dan penuh harapan.
Semua juri memujinya. Namun Simon Cowel membuat pernyataan yang mengejutkan semua penonton bahwa dia tidak akan memberikan “YES”.
Namun dia langsung memencet Golden Buzzer yang bikin Nightbirde tercengang dan menangis bahagia.
“I have a 2% chance of survival. But 2% is not zero percent. 2% is something. I wish people knew how amazing it is.” Komentarnya sambil melangkah keluar gedung. Ia merasa punya kehidupan baru.
Kepala rumah ibadat, Yairus datang kepada Yesus mohon supaya anaknya yang sakit disembuhkan.
“Anakku perempuan sedang sakit, hampir mati. Datanglah kiranya dan letakkanlah tangan-Mu atasnya supaya ia selamat dan tetap hidup.”
Kemungkinan hidup hanya tinggal dua persen. Tetapi orangtua itu percaya pada Yesus dan ia berusaha agar Yesus datang ke rumahnya.
Begitu pula yang dialami wanita yang sakit pendarahan itu. Sudah duabelas tahun sakit dan seluruh hartanya habis untuk berobat, namun tidak sembuh. Sepertinya tidak ada harapan.
Namun ia memberanikan diri menerobos kerumunan orang. Ia hanya ingin menjamah jubah Yesus. Menjamah jubah Yesus ibarat menarik dua persen dari segala kemungkinan.
Seperti kata Jane “Nightbirde”, “Dua persen itu bukan nol persen. Dua persen itu adalah segala-galanya. Sangat luar biasa.”
Keyakinan Yairus dan wanita yang sakit itu mungkin hanya dua persen. Tetapi dua persen yang sangat menentukan hidupnya.
Ketika banyak orang sudah putus harapan, mereka berkata, “Anakmu sudah mati. Apa perlunya lagi engkau menyusahkan Guru?”
Yesus menghiburnya dan berkata, “Jangan takut, percaya saja.” Yairus tetap yakin dengan dua persen kemungkinan.
Apakah kita masih punya iman ketika orang banyak sudah kehilangan kepercayaan?
Tuhan selalu memberi peluang, “Jangan takut, percaya saja.”
Apakah kita berani ambil chance yang mungkin hanya dua persen dari segala kemungkinan?
Menyusuri pantai di kota Pacitan,
Memburu ombak di tengah samudra.
Tuhan selalu memberi kesempatan,
Beranikah kita ambil peluang-Nya?
Cawas, percaya saja….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jan 30, 2022 | Renungan
Beauty And The Beast.
MASIH ingat Film King Kong? Bintang Film Ann Darrow (Naomi Watts) dan Carl Denham (Jack Black) mengadakan syuting di sebuah Pulau terpencil di Skull Island. Ternyata pulau itu dihuni oleh penduduk primitif. Ann diculik dan dipersembahkan kepada dewa penghuni pulau yaitu gorila buas dan liar, King Kong.
Namun karena kelembutan dan kasih sayang gadis cantik ini, sang King Kong justru menjadi jinak dan melindunginya. Ann punya celah untuk bertahan hidup.
Ia memperlakukan King Kong layaknya manusia. Mendapat perlakuan yang baik, disayang dan diperhatikan, hati King Kong yang buas dan liar menjadi lunak dan bahkan dia jatuh cinta pada Ann.
King Kong rela bertarung dengan T-rex demi menjaga keselamatan Ann.
Perlahan Ann pun mulai menyadari, kalau King Kong ini sebenarnya punya watak penyayang. Sikap brutal dan ganasnya selama ini ternyata cuma didorong oleh rasa kesepian, karena hidup di tempat yang terasing tanpa seorang kawan pun yang menemani.
Dasar Denham seorang yang egois dan ingin cari keuntungan pribadi, dia membawa King Kong ke New York demi ambisinya. King Kong marah karena dia dipisahkan dari Ann. Ia memporak-porandakan New York.
Sambil menggenggam gadis pujaannya, King Kong meluluh-lantakkan Empire State Building. Ann dengan kelembutan sikapnya, berusaha menenangkan hati Kong yang galau. Akhirnya, Kong pun sadar dan mulai melunak. Namun semua sudah terlambat.
Yesus pergi ke daerah Gerasa. Di sana ada orang yang kerasukan roh jahat sangat ganas. Ia dibelenggu dan di rantai. Tetapi rantai dan belenggu dilepaskannya.
Tak ada orang yang bisa menjinakkannya. Laksana binatang buas yang ganas dan liar, orang itu berkeliaran di pekuburan.
Ketika melihat Yesus, orang itu berlari mendapatkan-Nya. Orang yang ganas dan liar itu takluk oleh kelembutan dan kasih Yesus. Yesus berkata, “Hai engkau roh jahat keluar dari orang ini.”
Roh-roh yang banyak (Legion) itu pun meminta untuk memasuki babi-babi. Mereka semua terjun ke danau.
Orang itu menjadi waras dan ingin mengikuti Yesus. Namun Yesus minta supaya dia bersaksi kepada kaum keluarganya bagaimana Allah telah mengasihinya.
Kasih dan pengampunan Yesus menjinakkan orang yang ganas dan beringas itu. Kuasa Yesus nampak dalam kasih dan kelembutan-Nya.
Cinta, kelembutan, perhatian, diterima, dihargai dan dikasihi menjadi jalan pertobatan.
Kita sering terbelenggu oleh kekerasan hati, keganasan tutur kata, liar dalam tindakan.
Namun kelembutan dan kasih sayang mampu mengubah dan membawa keselamatan.
Melihat bunga-bunga di padang,
Menatap cakrawala di puncak.
Kelembutan dan kasih sayang,
Mengubah yang keras menjadi lunak.
Cawas, kasih dan pengampunan….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jan 30, 2022 | Renungan
Lukas 4: 21-30
Self Centered
BELUM lama ini Pulau Kalimantan menjadi viral karena ada orang membuat komentar bahwa Kalimatan adalah tempat “Jin buang anak.”
Sontak saja ucapan itu membuat marah masyarakat Kalimantan.
Orang sering terjebak memandang yang lain hanya dari kacamata sendiri. Lalu “keprucut” dari mulutnya penilaian yang merendahkan atau menghina orang lain.
Akibatnya banyak orang marah, protes dan tidak senang.
Merasa diri menjadi pusat segalanya disebut kepribadian self centered. Orang yang berkepribadian self centered merasa diri paling menentukan, paling benar, pusat perhatian, harus didengarkan. Ia tidak peduli pada orang lain atau lingkungan.
Pribadi self centered akan terbiasa menjadi orang yang mudah meremehkan segala sesuatu. Dia akan dianggap pribadi yang sombong karena suka melecehkan atau menghina yang lain.
Pribadi self centered cenderung individualis dan tidak mau mendengarkan pendapat lain. Hanya pendapatnya sendiri yang paling benar. Suka mengkritik tetapi tidak suka kalau dikritik.
Self centered hanya melihat dari otaknya yang kecil, padahal alam semesta ini sangat luas membentang.
Orang-orang Nasaret tempat Yesus dibesarkan menjadi kelompok tertutup yang tidak mau melihat kebaikan dan kemajuan.
Mereka heran dengan kata-kata indah yang diucapkan Yesus. lalu mereka melecehkan Dia dengan berkata, “Bukankah Dia ini anak Yusuf?”
Mereka tidak menghargai Yesus karena mereka tahu latar belakang-Nya. Hanya anak tukang kayu, orang miskin dan bukan golongan terpandang. Mereka meremehkan dan menolak-Nya.
Ketika Yesus mengkritik ketidakpercayaan mereka, orang-orang itu marah. Orang self centered marah kalau dikritik. Mereka merasa diri paling benar.
Yesus menunjukkan fakta mengapa Elia dan Elisa tidak membuat mukjijat di Israel? Karena mereka tertutup dan tidak percaya.
Kritikan itu membuat semua orang di rumah ibadat itu marah dan menghalau Yesus keluar kota.
Jangan menjadi pribadi self centered karena orang akan cenderung tidak menghargai, bahkan membenci.
Karena sikap egois, sombong dan merasa paling benar dari pribadi self centered ini, orang justru akan menjauhi, ambil jarak dan tidak mau membantu.
Hal yang paling menyedihkan dalam persahabatan jika kita dikucilkan dari teman-teman dekat. Orang lebih suka menghindar jika bertemu dengan orang berkepribadian self centered.
Andaikata orang-orang Nasaret itu tidak sombong, merasa diri paling hebat, bisa jadi ada penyembuhan atau mukjijat yang dibuat Yesus. Karena sikap self centered mereka, Yesus hanya berjalan lewat dari tengah-tengah mereka, lalu pergi.
Mari kita membuka diri terhadap banyak nilai di dunia yang sangat luas ini. Jangan terkungkung pada pengetahuan kita yang terbatas dan kecil ini.
Kalau mau makan gudeg pergilah ke Jogja.
Cari babi panggang Karo ada di Medan sana.
Indonesia ini sangat kaya dengan ragam budaya.
Mari kita saling menghargai sebagai saudara.
Cawas, mari saling menghargai…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jan 29, 2022 | Renungan
“Badai Pasti Berlalu”
SISKA gadis cantik dari keluarga kaya punya tunangan. Tetapi lelaki itu memutuskan hubungan karena memilih gadis lain yang ternyata teman Siska.
Lelaki itu telah menghamili teman Siska. Hati Siska hancur luluh. Ia patah hati.
Datanglah Leo, calon dokter mendekati Siska. Ia ingin memenangkan taruhan dari teman-temannya; jika berhasil meluluhkan hati Siska yang seperti gunung es, Leo akan dapat uang.
Ketika mereka bertunangan, Siska baru tahu motif Leo sebenarnya. Ia putuskan pisah dengan Leo.
Dalam kehancuran dan putus asa, Helmy datang merayu Siska. Ia seorang pianis di klub malam milik ayah Siska. Helmy seorang perayu, lincah dan licik.
Ia tahu ayah Siska selingkuh. Ini jadi senjata untuk memaksa Siska kawin dengannya. Kalau tidak rahasia ayahnya akan dibongkar dan dilaporkan ke ibu Siska yang sakit jantung.
Siska tidak bisa berkutik, ia terpaksa nikah dengan Helmy yang beda agama.
Kelakuan Helmy tidak berubah. Ia tetap main perempuan di klub, sering pulang dengan wanita-wanita malam dan berpesta pora di rumahnya.
Hati Siska hancur. Ia sangat menderita. Ia diam-diam mencintai Leo yang sudah jadi dokter.
Suatu hari Siska ketemu dengan Leo. Pertemuan yang menyayat hati. Penderitaan yang bertubi-tubi dan kasih yang tak sampai makin menyiksa hati yang merana.
Helmy tidak berubah kendati lahir anak mereka, Cosa. Namun tidak lama Cosa meninggal.
Hati Siska tambah hancur. Ia tidak kuat menahan penderitaan. Ia minta Helmy menceraikan saja. Siska kembali ke villanya.
Sakit diabetesnya kambuh. Pada saat itulah Leo hadir menyembuhkan. Mereka masih menyimpan rasa cinta.
Kesalahpahaman yang dulu dapat diatasi. Mereka bisa memahami. Cinta yang kuat menghalau badai kehidupan.
Setiap orang pasti pernah mengalami badai dalam kehidupan. Badai itu membuat ketakutan, kawatir, panik dan goncang.
Para murid naik perahu. Lalu datanglah badai mengamuk menerjang perahu mereka. Mereka ketakutan dan berteriak-teriak.
Yesus datang menghardik angin dan berkata kepada danau, ”Diam, dan tenanglah!”
Badai pun reda dan danau tenang.
“Mengapa kamu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”
Kepanikan sering membuat kita takut dan lupa kepada Tuhan. Kita sering terlalu mengandalkan diri sendiri. Tidak mau percaya pada kuasa Tuhan. Bahkan ketika Tuhan ada di tengah kita.
Maukah kita mengundang Tuhan saat kita dihantam badai? Ataukah kita keukeh terlalu percaya diri, mengandalkan diri sendiri?
Apakah kita mau rendah hati meminta pertolongan Tuhan dalam badai dan gelombang kehidupan kita?
Jika kita mau mengandalkan Tuhan, badai pasti berlalu. Tuhan berkuasa atas kehidupan kita. Mari datang kepada-Nya.
Menunggu datangnya senja,
Sambil duduk di depan vila.
Jika badai datang menerpa.
Jangan lupa Tuhan di pihak kita.
Cawas, Yesus andalanku….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jan 27, 2022 | Renungan
“Kuasa Tuhan dalam Karya; Ibarat Benih Yang Terus Tumbuh”
SEORANG sahabat merefleksikan pesta perak karyanya di wall Fesbuk miliknya. Ia telah berkarya selama duapuluh lima tahun di perusahaan yang telah berjalan selama satu abad.
Ia ikut membesarkan dan dibesarkan oleh perusahaan tempatnya dia bekerja.
Dia berkisah dan menulis, “Satu hal yang selalu kusyukuri adalah begitu banyak keajaiban dalam hidup yang mewujudkan impian masa mudaku.”
Perjalanan selama duapuluh lima tahun itu adalah karya Tuhan yang menabur benih dan tumbuh terus menerus sehingga menghasilkan buah berlimpah.
Ia yakin semua ini adalah karya Tuhan. Tidak terasa tetapi terus bertumbuh dalam kesetiaan Tuhan membentuk diri.
Hanya karena Tuhanlah perjalanan benih itu berakar dan berkembang sekian lamanya. Ia meyakini di balik keberhasilannya, Tuhan telah mengatur dan menata dengan rapinya.
Keyakinannya itu dishare di fesbuknya dan memberi inspirasi bagi saya merenungkan sabda Tuhan hari ini.
Ia menulis, “Dan untuk itu aku percaya serta telah membuktikannya bahwa Tuhan menata dan mengaturnya begitu rapi hingga kulihat semuanya apa adanya, disiapkan terbaik untukku. Tentu untuk memberi tanda kehadiran dan hidupku sudah jadi berkat.”
Sahabat ini mengalami kemuliaan, kebesaran dan kekuasaan Tuhan menaungi seluruh hidup dan karyanya hingga sampai duapuluh lima tahun bekerja.
Kebaikan dan kebesaran Tuhan seperti itulah yang dimaksud Yesus dengan perumpamaan tentang Kerajaan Allah.
Kerajaan Allah bukanlah wilayah atau daerah pemerintahan seperti Kerajaan Pajajaran, Majapahit atau Mataram.
Kaum Yahudi agak sulit menggambarkan Kerajaan Allah karena mereka menjadi bangsa terjajah. Mereka dikuasai oleh Kekaisaran Romawi. Mereka punya impian bisa menjadi bangsa yang merdeka. Maka sering jatuh pada kerajaan duniawi.
Yesus mengajarkan bahwa Kerajaan Allah atau kemuliaan-Nya melingkupi seluruh kehidupan manusia di dunia. Kendati sulit dipahami, namun sungguh bisa dirasakan seperti yang dialami sahabat yang mensyukuri karyanya selama duapuluh lima tahun.
“Tuhan menata dan mengaturnya begitu rapi, disiapkan terbaik untukku” demikian dia merasakan kemuliaan Tuhan.
Kendati tidak kita sadari, seperti benih yang ditabur dan tumbuh dengan sendirinya, demikianlah Kerajaan Allah bertumbuh seperti biji sesawi sehingga bisa menjadi besar dan banyak burung hidup darinya.
Kita diharapkan bisa mengalami kuasa Tuhan yang memimpin hidup kita. Maka hidup butuh direfleksikan, diberi makna, tidak sekedar hanya mengalir saja.
Kita bisa merasakan kemuliaan Tuhan jika hidup ini sungguh dimaknai terus menerus. Apakah anda merasa kuasa Tuhan mendampingi dalam hidup ini?
Berjalan-jalan menikmati Yogyakarta.
Beli ronde hangat di alun-alun utara.
Kuasa Allah nyata dalam hidup kita.
Dia memelihara kendati tidak kentara.
Cawas, Allah menyertai kita…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr