“Badai Pasti Berlalu”

SISKA gadis cantik dari keluarga kaya punya tunangan. Tetapi lelaki itu memutuskan hubungan karena memilih gadis lain yang ternyata teman Siska.

Lelaki itu telah menghamili teman Siska. Hati Siska hancur luluh. Ia patah hati.

Datanglah Leo, calon dokter mendekati Siska. Ia ingin memenangkan taruhan dari teman-temannya; jika berhasil meluluhkan hati Siska yang seperti gunung es, Leo akan dapat uang.

Ketika mereka bertunangan, Siska baru tahu motif Leo sebenarnya. Ia putuskan pisah dengan Leo.

Dalam kehancuran dan putus asa, Helmy datang merayu Siska. Ia seorang pianis di klub malam milik ayah Siska. Helmy seorang perayu, lincah dan licik.

Ia tahu ayah Siska selingkuh. Ini jadi senjata untuk memaksa Siska kawin dengannya. Kalau tidak rahasia ayahnya akan dibongkar dan dilaporkan ke ibu Siska yang sakit jantung.

Siska tidak bisa berkutik, ia terpaksa nikah dengan Helmy yang beda agama.

Kelakuan Helmy tidak berubah. Ia tetap main perempuan di klub, sering pulang dengan wanita-wanita malam dan berpesta pora di rumahnya.

Hati Siska hancur. Ia sangat menderita. Ia diam-diam mencintai Leo yang sudah jadi dokter.

Suatu hari Siska ketemu dengan Leo. Pertemuan yang menyayat hati. Penderitaan yang bertubi-tubi dan kasih yang tak sampai makin menyiksa hati yang merana.

Helmy tidak berubah kendati lahir anak mereka, Cosa. Namun tidak lama Cosa meninggal.

Hati Siska tambah hancur. Ia tidak kuat menahan penderitaan. Ia minta Helmy menceraikan saja. Siska kembali ke villanya.

Sakit diabetesnya kambuh. Pada saat itulah Leo hadir menyembuhkan. Mereka masih menyimpan rasa cinta.

Kesalahpahaman yang dulu dapat diatasi. Mereka bisa memahami. Cinta yang kuat menghalau badai kehidupan.

Setiap orang pasti pernah mengalami badai dalam kehidupan. Badai itu membuat ketakutan, kawatir, panik dan goncang.

Para murid naik perahu. Lalu datanglah badai mengamuk menerjang perahu mereka. Mereka ketakutan dan berteriak-teriak.

Yesus datang menghardik angin dan berkata kepada danau, ”Diam, dan tenanglah!”
Badai pun reda dan danau tenang.

“Mengapa kamu takut? Mengapa kamu tidak percaya?”

Kepanikan sering membuat kita takut dan lupa kepada Tuhan. Kita sering terlalu mengandalkan diri sendiri. Tidak mau percaya pada kuasa Tuhan. Bahkan ketika Tuhan ada di tengah kita.

Maukah kita mengundang Tuhan saat kita dihantam badai? Ataukah kita keukeh terlalu percaya diri, mengandalkan diri sendiri?

Apakah kita mau rendah hati meminta pertolongan Tuhan dalam badai dan gelombang kehidupan kita?

Jika kita mau mengandalkan Tuhan, badai pasti berlalu. Tuhan berkuasa atas kehidupan kita. Mari datang kepada-Nya.

Menunggu datangnya senja,
Sambil duduk di depan vila.
Jika badai datang menerpa.
Jangan lupa Tuhan di pihak kita.

Cawas, Yesus andalanku….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr