Puncta 06.10.19 Minggu Biasa XXVII Lukas 17:5-11 / Iman Sebiji Sesawi

 

KISAH nyata penuh inspiratif seorang bernama Manjhi. Kisah itu telah diangkat dalam film berjudul “Manjhi – The Mountain Man” oleh sutradara India bernama Ketan Mehta.

Berdasarkan pada kisah nyata, film ini membawa kisah Manjhi menjadi terkenal di seluruh dunia sekitar tahun 2015.

Menurut laporan Hindustantimes, Dasrath Manjhi mulai membelah gunung berbatu seluas 91 meter ketika dia terlambat membawa istrinya, Falguni, ke rumah sakit pada tahun 1959.

Manjhi mulai menghabiskan 22 tahun menggali, memecahkan batu menggunakan kapak sampai penduduk desa mengatakan dia gila.

Mengabaikan hinaan dari orang-orang desa, Manjhi akhirnya berhasil mengurangi jarak 70 kilometer dari Gehlaur ke Wazirgang, dan kini hanya butuh satu kilometer dari desanya ke rumah sakit.

Kalau orang tidak mempunyai iman yang kuat, pasti tidak bisa melakukan pekerjaan yang tidak masuk akal itu.

Hari ini Yesus berkata, “Sekiranya kamu memiliki iman sebesar bisi sesawi, kamu dapat berkata kepada pohon ara ini, ‘Terbentunlah engkau dan tertanamlah di dalam laut’ dan pohon itu akan menuruti perintahmu.”

Dengan iman, gunung pun dapat dipindahkan. Biji sesawi itu sangat kecil. Jika iman sebiji sesawi saja bisa memindahkan gunung, apalagi kalau iman itu sungguh kuat.

Manjhi dapat menjadi contoh bagi kita, bahwa tidak ada hal yang mustahil jika kita mempunyai iman yang kuat. Iman itu tertanam dalam niat yang kuat.

Niat yag kuat menggerakkan kita menjadi sebuah tindakan, karya, kerja yang nyata. Kalau tindakan itu kita lakukan terus menerus maka terciptalah habitus atau karakter diri.

Marilah kita mohon iman kepada Tuhan. Iman kita tanamkan dalam niat yang kuat. Niat kita wujudkan dalam tindakan nyata.

Iman akan menjadi perbuatan. Perbuatan akan menjadi habitus. Habitus akan menjadi karakter. Gunung setinggi apa pun bisa ditembus seperti usaha Manjhi itu.

Batu itu adalah benda yang berat
Terkena tetesan air menjadi lemah
Tuhan berilah kami iman yang kuat
Semua akan menjadi kenyataan yang indah

Jakarta, menuju ke kota suci
Rm. A. Joko Purwanto Pr

(Maaf renungan awal yg terlanjur terkirim keliru bacaan Injilnya)

Puncta 05.10.19 Lukas 11:5-13 / Doa Yang Dikabulkan

 

DUA orang kakak beradik berdoa kepada Tuhan. Sang kakak berdoa, “Ya Tuhan saya sedang nganggur, berilah saya pekerjaan yang enak. hanya dengan goyang-goyangkan kaki saja sudah mendatangkan uang.”

Adiknya tidak mau kalah. Ia juga berdoa,”Tuhan, enak sekali kakak saya itu. Saya gak mau kalah dengan dia. Berilah saya pekerjaan yang hanya dengan mengibas-ibaskan tangan saja, saya dapat uang banyak.”

Akhirnya Tuhan mengabulkan permintaan mereka berdua. Sang kakak memperoleh pekerjaan sebagai tukang jahit dan adiknya jualan sate keliling di komplek perumahan.

Hari ini Tuhan Yesus berkata, “Mintalah, maka kamu akan diberi; carilah maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu. Karena setiap orang yang meminta, akan menerima; setiap orang yang mencari. Akan mendapat, dan setiap orang yang mengetuk, akan dibukakan pintu.”

Yesus membandingkan Allah dengan seorang bapa yang tidak akan memberi batu kalau anaknya minta roti, seekor ular kalau anaknya minta ikan, atau kalajengking kalau anaknya minta telur.

Kalau kita manusia yang berdosa bisa memberi yang baik kepada anak-anak kita, pastilah Allah akan memberikan yang lebih baik kepada mereka yang meminta kepadaNya.

Yang penting menurut saya adalah jangan memaksakan kehendak kita kepada Allah. Orang meminta itu sangat tergantung dari yang memberi.

Seperti orang-orang yang meminta di perempatan jalan itu, mereka tidak bisa memaksa kepada para sopir untuk memberinya. Mereka hanya menunggu belaskasihan sang pemberi.

Demikian pun kita harus berani terus meminta dengan sabar sampai Tuhan memberikan kepada kita. Kalau kita mulai memaksa, kita akan kecewa. Kalau kecewa, lalu menyalahkan dan menghojat Allah. Dan siapakah kita sampai berani memaksakan kehendak kepada Allah?

Seperti Lazarus miskin yang menunggu belaskasihan orang kaya, tidak mendapat apa-apa, ia tetap sabar menanti. Ketika Lazarus mati, Allah lah yang memberi lebih dari apa yang dia minta.

Kita juga diajak untuk terus sabar meminta. Bisa jadi Allah menguji kesabaran dan kesetiaan kita. Menjadi sabar, rendah hati, pasrah, selalu punya harapan, yakin bahwa Allah itu mahabaik adalah nilai-nilai yang dapat dipetik dari para peminta.

Mungkin hal yang kita minta tidak dikabulkan, tetapi nilai-nilai kebaikan itu kita peroleh dalam diri kita.

Anak-anak Tarakanita bermain di tengah sawah
Berpanas-panas kena sinar matahari
Dengan berani meminta kepada Allah
Kita belajar rendah hati untuk diri sendiri

Cawas, waktu ada acara live in
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 04.10.19 PW. St. Fransiskus Asisi Lukas 10:13-16 / Santo Pembawa Damai

 

FRANSISKUS lahir dari keluarga bangsawan yang kaya raya di Asisi taggal 5 Juli 1182. Namun akhirnya ia meninggalkan segala kekayaan warisan keluarga untuk hidup miskin demi Kerajaan Allah.

Cara hidupnya sangat berlawanan dan bahkan melawan arus umum. Ia menghayati cara hidup Yesus yang miskin dan tidak tergantung dari hal-hal duniawi. Tetapi justru banyak orang tertarik dan mengikutinya.

Dalam sebuah peziarahan ke Roma, ia mendapatkan visiun/penglihatan. Yesus menyuruhnya untuk membangun gerejaNya. Awalnya ia tidak mengerti maksud penglihatan itu. Dipikirnya disuruh membangun fisik gereja.

Akhirnya ia mendapatkan pencerahan bahwa gereja yang dimaksud Tuhan adalah jemaatNya. Bersama pengikutnya, ia minta ijin Paus untuk mendirikan ordo.

Dengan ordonya Fransiskus membangun jemaat dengan melayani orang-orang miskin dan berkotbah mewartakan Injil membawa perdamaian.

Fransiskus menjadi inspirasi banyak orang untuk mewartakan perdamaian, toleransi, mencintai lingkungan hidup dan segala makhluk.

Hari ini Yesus berkata, “Barangsiapa mendengarkan kalian, ia mendengarkan Daku; dan barangsiapa menolak kalian, ia menolak Aku, dan barangsiapa menolak Aku, ia menolak Dia yang mengutus Aku.”

Belajar dari pengalaman Fransiskus, dia tidak menolak panggilan Tuhan, kendati panggilan itu berlawanan dengan keluarga dan masyarakat. Ia mendengarkan suara Tuhan. Maka ia juga diterima oleh banyak kalangan.

Bahkan yang berlainan keyakinan sekalipun. Ia menghayati kemiskinan untuk bisa merangkul semua orang. Bagi mereka yang menerima pewartaan Fransiskus, akan mengalami damai, ketenangan hidup, sukacita, persaudaraan dan Allah akan memberkatinya. Mereka yang mendengarkan kalian, mereka juga mendengarkan Daku.

Mari kita berani mengandalkan Allah semata-mata. Hidup miskin berarti hanya menggantungkan hidup kepada Allah saja. Segala usaha kita hanya Allah jaminannya.

Dari Imogiri naik ke Puncak Becici
Menikmati hutan pinus yang rindang daunnya
Marilah meneladan Fransiskus Asisi
Berani miskin demi mengasihi Allah dan sesama

Cawas, love of my life
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 03.10.19 Lukas 10:1-12 / Membawa Salib

 

SETIAP kali ada tahbisan imam di Kentungan, ada beberapa imam atau frater dikirim bermisi ke luar Jawa.

Bapak Uskup membekali para imamnya itu dengan salib kecil. Bapak uskup berpesan bahwa para imam diutus untuk mewartakan Injil.

Tugas ini tidak mudah. Telah menghadang medan yang sulit. Daerah baru yang belum dikenal. Adat dan tradisi budaya yang belum diketahui. Bahasa dan pribadi-pribadi yang serba asing.

Bekal satu-satunya yang diberikan oleh uskup hanyalah salib. “Jika romo mengalami kesulitan, kesusahan, kesepian, penderitaan, pandanglah salib Tuhan. Berdoalah selalu kepadaNya. Percayalah Dia yang telah mengutus pasti akan menolong.” Begitu pesan uskup dengan yakin.

Hari ini Yesus mengutus tujuhpuluh murid untuk pergi berdua-dua masuk ke pelosok desa dan kota untuk mewartakan Injil.

Mereka tidak diperkenankan membawa pundi-pundi, bekal atau kasut. Mereka diingatkan akan bahaya dan kesulitan yang menghadang.

Mereka diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala. Jangan memberi salam kepada siapapun di tengah jalan. Maksudnya supaya fokus mewartakan Injil tidak terselamur dengan urusan-urusan lain.

Kalau masuk ke rumah harus memberi salam damai sejahtera. Warta Injil adalah warta tentang damai dan kesejahteraan.

Injil bukan warta sedih, susah dan menakutkan, tetapi membawa damai dan bahagia, sejahtera lahir dan batin.

Seringkali kekawatiran itu lebih besar daripada kenyataan yang sesungguhnya. Ketika dijalani, apa yang kita kawatirkan sering tidak terjadi. Bahkan malah sebaliknya.

Ketika kita dikuasai kekawatiran, kita tidak berani berbuat apa-apa. Ketika kita takut pada air, kita tak akan bisa berenang. Namun kalau kita beraini mencebur ke air, dengan sendirinya kita akan mempertahakan diri untuk berenang.

Kita tidak perlu takut dan kawatir. Salib Tuhan menjadi kekuatan kita. kita bisa mengandalkan salibNya. Tuhan sudah mengalahkan maut. Kita juga bisa mengalahkan rasa takut.

Habis hujan badan “klebus”
Berteduh di teras rumah tetangga
Kita semua dibaptis dan diutus.
Jangan takut, Salib Yesus andalan kita

Cawas, suatu hari yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr