SETIAP kali ada tahbisan imam di Kentungan, ada beberapa imam atau frater dikirim bermisi ke luar Jawa.

Bapak Uskup membekali para imamnya itu dengan salib kecil. Bapak uskup berpesan bahwa para imam diutus untuk mewartakan Injil.

Tugas ini tidak mudah. Telah menghadang medan yang sulit. Daerah baru yang belum dikenal. Adat dan tradisi budaya yang belum diketahui. Bahasa dan pribadi-pribadi yang serba asing.

Bekal satu-satunya yang diberikan oleh uskup hanyalah salib. “Jika romo mengalami kesulitan, kesusahan, kesepian, penderitaan, pandanglah salib Tuhan. Berdoalah selalu kepadaNya. Percayalah Dia yang telah mengutus pasti akan menolong.” Begitu pesan uskup dengan yakin.

Hari ini Yesus mengutus tujuhpuluh murid untuk pergi berdua-dua masuk ke pelosok desa dan kota untuk mewartakan Injil.

Mereka tidak diperkenankan membawa pundi-pundi, bekal atau kasut. Mereka diingatkan akan bahaya dan kesulitan yang menghadang.

Mereka diutus seperti domba ke tengah-tengah serigala. Jangan memberi salam kepada siapapun di tengah jalan. Maksudnya supaya fokus mewartakan Injil tidak terselamur dengan urusan-urusan lain.

Kalau masuk ke rumah harus memberi salam damai sejahtera. Warta Injil adalah warta tentang damai dan kesejahteraan.

Injil bukan warta sedih, susah dan menakutkan, tetapi membawa damai dan bahagia, sejahtera lahir dan batin.

Seringkali kekawatiran itu lebih besar daripada kenyataan yang sesungguhnya. Ketika dijalani, apa yang kita kawatirkan sering tidak terjadi. Bahkan malah sebaliknya.

Ketika kita dikuasai kekawatiran, kita tidak berani berbuat apa-apa. Ketika kita takut pada air, kita tak akan bisa berenang. Namun kalau kita beraini mencebur ke air, dengan sendirinya kita akan mempertahakan diri untuk berenang.

Kita tidak perlu takut dan kawatir. Salib Tuhan menjadi kekuatan kita. kita bisa mengandalkan salibNya. Tuhan sudah mengalahkan maut. Kita juga bisa mengalahkan rasa takut.

Habis hujan badan “klebus”
Berteduh di teras rumah tetangga
Kita semua dibaptis dan diutus.
Jangan takut, Salib Yesus andalan kita

Cawas, suatu hari yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr