Puncta 22.01.20 Markus 3:1-6 / Hukum Sabat VS Hukum Kasih

 

LAKSMANA diminta menjaga Dewi Sinta karena Rama mengejar Kijang kencana ke hutan. Karena lama tidak kembali Sinta meminta Laksmana menyusul kakaknya.

Laksmana tidak mau meninggalkan Sinta karena dia bertanggungjawab atas keselamatan Sinta. Sinta justru marah dan menuduh Laksmana mengingininya.

Sinta menuduh Laksmana membiarkan Rama celaka di dalam hutan belantara. Hati Laksmana yang tulus justru didakwa ingin merebut Sinta dari kakaknya.

Ia bimbang, apakah tetap menjaga Sinta tapi dituduh mengingininya, atau pergi meninggalkan Sinta namun melalaikan tanggungjawab dari sang kakak Rama.

Maka dengan berat hati Laksmana menyusul Rama. Namun sebelum ia meninggalkan Sinta. Ia membuat garis melingkar di tanah dengan ajian rajah kalacakra.

Laksmana berpesan agar Sinta tidak keluar dari lingkaran ini demi keamanan dirinya. Nun di kejauhan Rahwana melihat Sinta sendirian.

Ia datang menjelma menjadi pengemis tua renta. Ia mendekati Sinta tetapi selalu gagal karena ada lingkaran rajah kalacakra. Ia memohon kepada Sang Dewi untuk mengulurkan tangannya memberi seteguk air untuk menghilangkan dahaganya.

Sinta ragu-ragu karena sudah dipesan agar tidak keluar dari lingkaran, tetapi dia kasihan kepada pengemis tua itu. Akhirnya Ia mengeluarkan tangannya dan seketika itu juga Rahwana menyambarnya. Sinta diculik ke Alengka.

Orang-orang Farisi mengamat-amati Yesus kalau-kalau Ia menyembuhkan orang yang mati sebelah tangannya pada hari Sabat. Menurut orang-orang Farisi, ada aturan bahwa tidak boleh melakukan sesuatu pada hari Sabat.

Tetapi Yesus menaruh belas kasihan kepada orang sakit itu. Ia menyuruh dia berdiri di tengah dan berkata kepada orang-orang di situ, “Manakah yang diperbolehkan pada hari Sabat, berbuat baik atau berbuat jahat? Menyelamatkan nyawa orang atau membunuh orang?”

Mereka tidak berani berkomentar. Tidak ada orang protes ketika mobil ambulan melanggar lampu merah. Nyawa orang lebih diutamakan daripada mentaati aturan lalu lintas.

Yesus menunjukkan bahwa belaskasih Allah lebih besar daripada taat pada hukum atau aturan manusia.

Ia menyembuhkan orang itu kendati dibenci oleh orang-orang Farisi karena Dia dianggap melanggar hukum Sabat.

Berbuat baik selalu mengandung resiko ditolak atau dicurigai. Ada orang yang tidak suka kepada kita karena perbuatan-perbuatan baik kita. Ada yang curiga, irihati, nyinyir, ngompor-ngomporin teman, cemburu atau sinis.

Demi kebaikan dan keselamatan orang, Yesus berani menghadapi sikap orang-orang Farisi. Apakah kita juga berani seperti Yesus?

Bukan baju baru yang ada di almari pakaian
Namun baju batik dipakai untuk jumatan
Keselamatan orang harus lebih diutamakan
Daripada taat aturan namun mematikan

Cawas, cuaca panas menyengat
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 21.01.20 PW. St. Agnes, Perawan dan Martir Markus 2:23-28 / Fortiter in Re. Suaviter in Modo

 

SUATU kali saya didatangi sepasang bapak ibu yang akan menikahkan anaknya. Mereka memohon kepada saya untuk memberkati perkawinan anaknya pada hari kamis pahing jam 08.10 tepat.

Mereka sudah mendatangi mbah dukun. Itu pesan dari mbah dukun yang beranggapan bahwa itu adalah waktu terbaik untuk melangsungkan perkawinan.

Yang memprihatinkan itu mereka takut kalau melanggar perintah mbah dukun. Nanti akan terjadi apa-apa kalau waktunya tidak ditepati.

Saya jawab saja sambil berseloroh,”Lha waktu itu saya juga lagi sembahyang Pak. Saya juga takut kalau tidak melakukan itu saya akan dihukum Tuhan.”

Lalu saya menjelaskan bahwa semua hari itu baik. Tuhan menciptakan semuanya baik. Tidak ada ini hari jelek,lalu besuk hari baik.

Ini hari keberuntungan. Besuk hari kutukan. Ingat,Tuhan menciptakan semua hari adalah baik.

Yesus diprotes oleh orang-orang Farisi karena murid-muridNya memetik gandum pada hari Sabat. Hari Sabat dikhususkan untuk Tuhan.

Maka orang tidak boleh melakukan apa-apa kecuali untuk sembahyang. Bahkan kalau ada lembu yang terperosok ke sumur pun, tidak akan diangkat karena harinya Sabat.

Sikap kaku dan legalistis ini dibuat oleh orang Farisi dengan mengatasnamakan kehendak Tuhan. Lalu mereka malarang dan menuntut orang agar mengikuti aturan mereka.

Orang Farisi itu bertindak seolah seperti Polisi Tuhan; melakukan sweeping, mengancam, merusak, menghancurkan apa saja yang dianggap melanggar aturan Tuhan.

Padahal itu hanyalah aturan manusia. Kalau Tuhan membutuhkan polisi, berarti Tuhan itu tidak kuasa mengatur manusia. Lalu dimana kemahakuasaan Tuhan?

Yesus meluruskan pandangan orang-orang Farisi yang melenceng itu. “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat.” Itu berarti juga, aturan dibuat untuk manusia, bukan manusia diperbudak oleh aturan.

Romo Claudio Aqvuaviva SJ yang pertamakali mengatakan Fortiter in re, Suaviter in modo. Kuat dalam hal prinsip, namun lembut dalam cara mencapainya.

Mungkin seperti ungkapan Jawa, “Ngluruk tanpa bala. Menang tanpa ngasorake.” Orang-orang Farisi itu langsung “antem krama” atau tabrak dulu urusan belakang.

Mereka merasa diri sebagai polisinya Tuhan yang merasa diri sebagai penjaga hukum. Gaya seperti itu juga dilakukan oleh Saulus ketika menganiaya, mengejar, memenjarakan murid-murid Tuhan, karena dia adalah orang Farisi yang taat hukum.

Yesus memberi teladan melakukan segala sesuatu dengan lemah lembut, kasih sayang, menghormati dan menghargai, toleransi dan menjunjung martabat manusia. Mari kita meneladan Kristus Sang Anak Manusia.

Toko Laris di Jalan Pemuda
Menjual berbagai aneka kebutuhan.
Marilah menghargai sesama manusia.
Lebih dari sekedar melaksanakan aturan.

Cawas, sebentar tapi bersinar
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 20.01.20 Markus 2:18-22 / Jangan Hanya Ikut-Ikutan

 

AWAL tahun 2020 di Purworejo digegerkan dengan munculnya Keraton Agung Sejagat yang dipimpin oleh Sinuwun dan Kanjeng Ratu.

Nama asli Sinuwun itu adalah Totok Santosa Hadiningrat dan Sang Kanjeng Ratu Dyah Gitarja itu bernama Fanny Aminadia.

Ada ratusan orang menjadi pengikut Keraton Agung Sejagad. Mereka diiming-imingi gaji,honor dan kedudukan di keraton.

Mereka bahkan rela menyetorkan sejumlah uang agar bisa mendapatkan gaji, honor atau pangkat di kerajaan ilusi itu.

Mengapa ada orang yang mudah tergiur oleh hal-hal irasional seperti itu? Bisa jadi karena orang ingin keluar dari sebuah tekanan rasional yang membebani hidup.

Bisa jadi ada orang yang punya motif ekonomi. Bisa jadi ada yang tidak tahu menahu sehingga mudah dikelabui.

Dalam bacaan Injil hari ini, orang-orang Farisi datang kepada Yesus dan bertanya, “Murid-murid Yohanes dan murid-murid orang Farisi berpuasa, mengapa murid-muridMu tidak?”

Orang Farisi adalah orang yang taat hukum. Jadi mereka sangat paham tentang aturan-aturan dan adat istiadat. Pertanyaan itu muncul karena ada kebiasaan baru yang dibawa oleh murid-murid Yesus ketika mereka tidak berpuasa.

Motif mereka bertanya lebih untuk mencari dasar alasan mengapa murid-murid Yesus tidak berpuasa. Mereka bukan orang bodoh.

Ada fenomena apa di tengah masyarakat kita, sehingga munculnya keraton-keraton “baru” memiliki banyak pengikut? Ada Keraton Agung Sejagad. Muncul lagi Sunda Empire.

Mungkin di tengah kita sedang ada kebingungan massal. Ada persoalan hidup yang tidak mampu dicarikan solusinya.

Kemudian orang ingin lari dari realitas yang membelenggu. Dan mereka menemukan sebuah pijakan dengan munculnya keraton atau empire ini.

Yesus tidak menjawab persoalan itu dengan iming-iming yang memanjakan, sebuah dunia “ekstase psikologis”.

Tetapi memberikan penjelasan rasional bahwa “Tidak seorang pun menambalkan secarik kain yang belum susut pada baju yang sudah tua, karena jika demikian, kain penambal itu akan mencabiknya. Begitu juga tak seorang pun mengisikan anggur baru ke dalam kantong kulit yang sudah tua. Anggur yang baru hendaknya disimpan dalam kantong yang baru pula.”Jawaban yang logis realistis.

Raja dan Ratu Keraton Agung Sejagad itu tidak memberi jawaban logis dan realistis. Tetapi jawaban semu yang menina-bobokan dan menipu orang.

Kita harus tahu betul tentang aturan-aturan. Tidak boleh hanya ikut-ikutan. Kalau hanya ikut-ikutan, kita akan mudah ditipu oleh jawaban-jawaban yang tidak realistis dan utopis belaka.

Kita harus paham, mengapa kita berpuasa, untuk apa puasa itu. Tidak asal ikut aturan belaka. Jangan hanya ikut-ikutan.

Di Purworejo sedang ada kasus
Orang menyebut diri sebagai raja
Kalau kita mengikuti Yesus
Memang harus berani beda

Cawas. Bunga Anggrek Merah
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 19.01.20 Minggu Biasa II Yohanes 1:29-34 / Menjunjung Martabat

 

DEREK REDMOND adalah pelari jarak 400 meter dari Inggris yang ikut dalam perlombaan olimpiade Barcelona 1992. Dia pernah mencoba di olimpiade Korea 1988 tetapi gagal.

Ini adalah kesempatannya untuk meraih medali bergengsi itu. Ia siap mengejar impiannya. Ketika lomba sudah dimulai, ia memimpin sampai jarak 225 meter. Kurang 175 lagi ia juara.

Namun saat itu kakinya mengalami kesakitan. Ia sampai terjatuh. Ia rebah di tanah. Namun dia mencoba menahan rasa sakit. Ia bangkit dan dengan ditopang kaki kirinya, ia melompat kecil-kecil sambil meringis kesakitan.

Ayahnya, Jim Redmond yang duduk di tribun langsung turun menghampiri. Kendati dihalangi oleh penjaga, Jim memaksa, “Itu anakku! Aku harus menolongnya.”

Jim lalu melingkarkan tangan anaknya di pundaknya. Mereka berjalan bersama menuju garis finish. Mendekati garis akhir, Jim melepaskan anaknya, membiarkan Derek menyelesaikan perlombaannya sendiri.

Derek Redmond tak mendapat medali, bahkan ia didiskualifikasi dari perlombaan. Namun lihatlah komentar Ayahnya. “Aku adalah Ayah yang paling bangga sedunia ! Aku lebih bangga kepadanya sekarang daripada jika ia mendapatkan medali emas sekalipun”

Setelah membaptis Yesus di Sungai Yordan, Yohanes memberi kesaksian. “Lihatlah Anak Domba Allah yang menghapus dosa dunia.”

Yohanes mengantar Yesus untuk dikenal kepada dunia. Bahwa Dialah yang dinanti-nantikan oleh Israel sebagai Juruselamat.

Yohanes menolong orang banyak untuk mengenal Yesus Sang Mesias. Peristiwa di Sungai Yordan adalah pemakluman Yesus yang diurapi Allah.

Yohanes itu mirip seperti Jim Redmond yang menolong anaknya mencapai garis finish. Sikapnya yang membantu anaknya agar bisa menyentuh garis finish adalah sikap seorang yang berjiwa besar.

Yohanes dalam arti tertentu juga menolong Yesus agar Dialah yang dikenal sebagai Juruselamat, Mesias. Bukan Yohanes Pembaptis. Dia berkata, “Dia inilah Anak Domba Allah.”

Jim merasa lebih bangga kepada anaknya. Yohanes juga berkata, “Dia harus menjadi besar dan aku makin kecil.” Sikap jujur dan rendah hati Yohanes inilah yang menjadi teladan kita.

Apakah kita bisa menjadi bangga jika orang lain berhasil? Kita merasa senang jika menghantar orang menjadi berhasil? Beranikah kita menjadi orang di balik layar dari kesuksesan seseorang?

Siapkah kita menjadi orang yang tidak diperhitungkan dan dengan rendah hati berkata, “Biarlah dia menjadi besar dan aku menjadi kecil?”

Beli baju di Toko Laris
Diberi bonus bubur dan rempela ati
Santo Yohanes Pembaptis
Ajarilah kami sikap jujur dan rendah hati

Cawas, menunggu anggrek bulan
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 18.01.20 Markus 2:13-17 Menunggu Sempurna?

 

KETIKA saya menawari seorang bapak menjadi prodiakon, dia menjawab, “Saya gak pantas Mo, hidup saya jauh dari Tuhan. Besuk saja Romo kalau sudah cukup pantas.”

Begitu juga ketika saya meminta seorang bapak menjadi ketua lingkungan, “Maaf Romo,saya banyak cacatnya, belum sempurna kalau harus menjadi ketua.”

Betapa sulitnya mengajak orang untuk terlibat dalam pelayanan. Bahkan ada yang berseloroh, “Kalau ada gajinya mungkin ada orang berebut jadi ketua umat.”

Apakah pelayanan kepada Tuhan harus dihitung dengan berapa besar keuntungan yang didapat? Apakah Tuhan menghitung-hitung untung ruginya ketika memberi anugerah kepada kita?

Bacaan Injil hari ini menunjukkan bahwa Yesus memanggil seseorang tanpa menghitung apa untungnya. Yesus memanggil Lewi tidak harus menunggu Lewi menjadi sempurna.

Ketika Lewi menjadi pemungut cukai dan dianggap sebagai pendosa, Yesus memanggil menjadi muridNya. Yesus tidak memilih orang sempurna. Yesus memilih menurut kehendakNya.

Yesus sangat tahu bahwa tidak ada orang yang sempurna. Kita ini adalah orang berdosa. Tetapi Yesus memanggil dan mengajak kita menjadi pengikutNya.

Yesus memanggil orang bukan karena penilaian manusia. Menurut kita sendiri – atau juga menurut pandangan orang – kita tidak pantas dan berdosa.

Tetapi bagi Allah hal itu tidak diperhitungkanNya. Orang-orang Farisi itu mempertanyakan Yesus yang makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa.

Tetapi Yesus menjawab mereka, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”

Penilaian kita sering terbalik dengan pandangan Allah. Kita harus sempurna dulu baru melayani Allah. Allah justru memanggil kita pada saat kita sebagai orang berdosa, tidak menunggu menjadi sempurna.

Kapan kita akan sempurna? Kita akan menjadi sempurna jika kita mau menanggapi kehendakNya. Seperti Lewi segera meninggalkan tugasnya dan mengikuti Yesus, kita juga harus berani menerima panggilanNya.

Meninggalkan zona aman itu memang berat. Tetapi kalau kita mau mencobanya, maka kita akan punya pengalaman-pengalaman rahmat yang luar biasa. Tidak usah kita menunggu sempurna. Kesempurnaan hanya milik Allah.

Ada anggrek berbunga tiga
Padahal hanya disemprot sesaat saja
Jangan menunggu harus jadi sempurna
Tuhan justru memanggil orang-orang berdosa

Cawas, Hari ini cerah sekali
Rm. A. Joko Purwanto Pr