by editor | Jun 30, 2020 | Renungan
PEPATAH di atas menjelaskan bahwa orang yang ingin selamat, sukses atau berhasil harus berani berkorban. Tidak ada keberhasilan tanpa pengorbanan.
Misalnya, anak yang ingin berhasil dalam study, maka ia harus berjuang dan mau berkorban. Mengorbankan waktu bermain, memperbanyak jam belajarnya.
Begitu juga jika seseorang ingn berhasil dalam usaha, dia harus mau berkorban demi keberhasilannya itu.
Dalam bacaan hari ini Yesus masuk ke perkampungan orang Gadara. Di sana ada dua orang yang kerasukan setan keluar dari pekuburan.
Mereka berteriak-teriak, “Apakah urusan-Mu dengan kami hai Anak Allah? Adakah Engkau datang ke mari untuk menyiksa kami sebelum waktunya?”
Setan itu tahu bahwa Yesus adalah Anak Allah, dan Dia datang untuk mengadili kejahatan mereka. Waktunya akan tiba setan-setan itu akan disiksa dalam api neraka.
Namun mereka minta supaya boleh memasuki kawanan babi. Yesus mengijinkan, “Pergilah.” Babi-babi itu terjun ke danau dan mati di sana.
Babi-babi itu pada awalnya tenang mencari makan. Namun setelah dirasuki setan, mereka menjadi liar, tak terkendali dan menggila. Mereka celaka dan akhirnya binasa, mati di dalam danau.
Inilah gambaran orang yang dikuasai roh jahat. Kematian babi-babi itu membawa keselamatan bagi dua orang Gadara itu. Mereka yang tadinya berteriak-teriak menakutkan, kini menjadi tenang, normal, bebas dari penderitaan dan selamat.
Untuk selamat, orang harus berkorban. Ia harus mau meninggalkan yang jahat atau kuasa setan, dan bertekun mengikuti kuasa kebaikan yaitu Allah sendiri.
Untuk menuju kepada kebaikan, ada “biaya” yang harus dikeluarkan. Ada pengorbanan yang harus dilakukan. Tidak ada keberhasilan tanpa usaha keras.
Ada koperasi simpan pinjam menjanjikan bunga sangat tinggi. Banyak orang tergiur, bahkan lembaga gereja, konggregasi menyimpan uangnya bermilyar-milyar dengan mimpi mendapat hasil berlipat-lipat tanpa kerja keras.
Sekarang mereka gigit jari karena KSP ini tak bisa membayar kewajibannya dan dilaporkan ke pengadilan. Tidak ada kesuksesan dicapai dengan enak-enak, malas-malasan, tanpa kerja giat.
Pengorbanan babi-babi yang terjun ke danau itu membawa keselamatan bagi dua orang yang kerasukan setan.
Hidup mereka selamat, damai, tenang dan tentram. Sayang orang Gadara tidak mau menerima kehadiran Yesus yang membawa keselamatan. Bersama Yesus akan selamat.
Minum kopi bibir jadi hitam.
Lidah hanya bisa menjilat-jilat.
Kuasa setan hidup jadi kelam.
Ikut Yesus kita akan selamat.
Cawas, share the love….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jun 29, 2020 | Renungan
BANYAK pesulap-pesulap top di dunia. Misalnya, Houdini, David Blaine, Christ Angel. Di Indonesia kita mengenal Demian Aditya, Deddy Corbuzier, Romy Rafael.
Tetapi nama yang satu ini sangat melekat di dunia sulap internasional dengan trik-triknya yang hebat. Siapa lagi kalau bukan David Copperfiled.
Ia pernah menghilangkan Patung Liberty, menembus tembok raksasa China, melayang di Grand Canyon dan meloloskan diri dari penjara Alcatraz yang super ketat itu.
Ia pernah berencana menghilangkan Tugu Monas Jakarta, tetapi dilarang oleh pemerintah. Lha wong hanya sulapan aja kok dilarang. Lama-lama nanti ada larangan untuk tertawa. Maka tertawalah sebelum tertawa itu dilarang….
Hari ini Yesus tidak membuat sulapan. Ia menghardik angin dan danau. Lalu danau menjadi tenang kembali.
Yesus naik perahu bersama para murid di danau. Tiba-tiba mengamuklah angin, lalu perahu mereka ditimbus gelombang. Yesus dengan tenangnya tidur di buritan. Para murid sangat ketakutan. Mereka membangunkan Yesus.
Yang ditegur pertama adalah murid-murid yang tidak percaya. “Mengapa kalian takut, hai orang yang kurang percaya.” Kemudian Ia menghardik angin dan danau.
Semua orang heran dan tertegun. “Orang apakah Dia ini, sehingga angin dan danau pun taat kepada-Nya?” Yesus adalah Allah. Ia berkuasa atas semesta alam. Langit dan bumi tunduk kepada-Nya. Kalau kita bersama Yesus, kita tidak perlu takut.
Pengalaman para murid itu menggambarkan pengalaman kita mengarungi samudera kehidupan. Kadang kita ditimpa mara bahaya, kesulitan, ancaman gelombang, dan badai kehidupan. Kita tidak sadar bahwa Yesus ada di dalam perahu kita.
Kita mengalami ketakutan dan kawatir. Kita diajak untuk selalu berdoa. “Tuhan tolonglah, kita binasa.” adalah sebuah doa. Jangan pernah meninggalkan Yesus agar perahu kita selamat. Berdoalah selalu dan setiap saat, Dia akan menolong kita tanpa syarat.
Kepada pesulap saja kita percaya dan kagum, apalagi kepada Yesus yang menguasai seluruh alam semesta. Dia juga menguasai seluruh hidup kita. Serahkanlah hidupmu kepada-Nya, maka masa depanmu akan aman sejahtera.
Senja di ufuk sudah memerah.
Sangat nikmat ngopi di waktu malam.
Sujudlah kepada Yesus dan menyembah.
Ia berkuasa atas semesta alam.
Cawas, kepengin ngopi hitam….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jun 28, 2020 | Renungan
KALAU kita naik pesawat, kita tidak mengenal siapa pilotnya. Tetapi kita percaya bahwa dia akan membawa kita ke tempat tujuan dengan selamat.
Begitu juga kalau kita naik kereta api atau naik bus. Kita tidak mengenal masinis atau sopir bus, namun kita yakin bahwa dia akan membawa kita dengan aman.
Tetapi kalau kita mau ke sorga, kita mesti mengenal siapa yang bisa membawa ke sorga itu dengan aman dan selamat. Kita tidak boleh sembarang percaya kepada orang-orang yang menjanjikan sorga.
Ada orang yang menyuruh kita berani mati demi sorga tetapi dia sendiri takut melakukannya. Kita mesti mengenal orang yang memang menjaminkan hidupnya sendiri demi kerajaan sorga.
Yesus menguji sejauhmana pengenalan para murid tentang diri-Nya. Ia memancing mereka dengan pertanyaan, “Kata orang siapakah Anak Manusia itu?”
Para murid mudah menjawabnya, “Ada yang mengatakan Yohanes Pembaptis, ada yang mengatakan Elia, dan ada pula yang mengatakan Yeremia atau salah seorang dari para nabi.”
Pertanyaan semakin dipertajam, bukan kata orang, tetapi menurut diri mereka sendiri, “Menurut kamu siapakah Aku Ini?” Simon Petrus menjawab, “Engkau adalah Mesias, Anak Allah yang hidup.”
Itulah pengenalan pribadi Simon bahwa Yesus adalah Anak Allah yang hidup. Karena Petrus mengenal siapa Yesus, maka dia dipercaya untuk memegang kunci kerajaan sorga.
Petrus yakin bahwa Yesus adalah Anak Allah. Maka Yesus juga percaya kepada Petrus untuk diberi wewenang memegang kunci kerajaan sorga.
“Kepadamu akan Kuberikan kunci kerajaan sorga. Apa yang kauikat di dunia akan terikat di sorga dan apa yang kaulepaskan di dunia akan terlepas di sorga.”
Kita bisa percaya kepada pilot yang tidak kita kenal. Kalau kita mau ke sorga, kita mesti percaya kepada orang yang sungguh kita kenal. Dia yang mau mati demi keselamatan kita, bukan orang yang menyuruh kita mati demi kepentingannya.
Kematian Yesus itu bukti bahwa Dia menjamin keselamatan kita di sorga. Apakah kita sungguh mengenal Yesus? Apakah sungguh kita mengikuti sabda-Nya?
Kalau Yesus bertanya kepada anda, “siapakah Aku ini menurutmu?” Apa jawabanmu kepada-Nya?
Menaiki moge di siang hari.
Menggenjotnya berkali-kali.
Mengenal Kristus secara pribadi.
Pasti ketemu sorga yang kita cari.
Cawas, tampah kecil…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jun 27, 2020 | Renungan
Sumur
Monsinyur Sunarka SJ adalah orang yang ahli mencari sumber air. Banyak orang atau lembaga yang ingin membuat sumur dibantu mencarikan sumber air yang tidak akan kering.
Beliau sering diundang kemana-mana untuk mencari mata air. Kini beliau sudah kembali ke sumber kehidupannya. Tetapi sumber air atau sumur yang dihasilkan beliau tak pernah habis airnya, terus mengalir sepanjang waktu.
Hidup Monsinyur Narka itu juga seperti sumur. Beliau selalu memberi. Banyak orang datang untuk menimba pengalaman hidup dari beliau. Seperti sumur, walaupun setiap hari ditimba airnya, ia tidak kehabisan tetapi justru makin deras dan besar airnya.
Monsinyur Narka sangat ramah, “menyedulur” dan murah hati dengan siapa pun. Walaupun ada orang membuang sampah ke dalam sumur sekalipun , ia “lega lila” dan sabar menerimanya. Siapa pun tanpa pandang status diterimanya dengan gembira.
Ada di dekat beliau, hati rasanya tentram, ayem dan aman. Seperti sumur atau sumber air, begitulah pribadi Monsinyur Sunarka. Selamat jalan Monsinyur. Bapak uskup sudah menemukan sumber air sejati.
Anak-anak zaman sekarang mungkin tidak mengenal sumur timba. Sekarang sumur sudah banyak pakai mesin, tidak harus menimba air di sumur.
Waktu masih di desa dulu tugas saya tiap pagi adalah menimba air untuk mengisi bak mandi sebelum berangkat sekolah.
Salah satu sifat sumur adalah pemberi. Ia diambil terus tetapi tidak kehabisan. Sifat kedua adalah terbuka. Kalau sumur tertutup rapat, airnya akan bau dan tidak sehat. Sifat ketiga dari sumur adalah murah hati. Ia rela berkorban, diambil untuk aneka keperluan hidup.
Hari ini Yesus memberi syarat menjadi murid bagi mereka yang mau mengikuti-Nya. Para murid diminta untuk mengasihi-Nya lebih dari segalanya.
Mereka harus mau berkorban memanggul salibnya, berani kehilangan nyawa dan mau memberi kepada orang lain.
“Barangsiapa memberi air sejuk secangkir saja kepada salah seorang yang kecil ini, karena ia murid-Ku, ia tidak akan kehilangan upahnya.”
Air adalah lambang kehidupan. Memberi air secangkir saja kepada orang lain berarti memberi kehidupan bagi mereka.
Menjadi murid Yesus berarti tidak boleh egois hanya mementingkan diri sendiri. Yesus mengajak kita untuk berani memanggul salib, berkorban dan memberi diri. Mari kita menjadi sumur bagi orang lain.
Air di sumur “kimplah-kimplah”
Lubang sumurnya seluas tampah
Marilah kita menjadi berkah
Berkat Tuhan akan selalu melimpah
Cawas, pengin naik moge….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jun 26, 2020 | Renungan
PERNAH terjadi ketika sedang misa, terdengar suara panggilan di HP. Orang itu dengan santainya menjawab suara di seberang telpon. Karena situasi sedang hening, maka suaranya terdengar jelas.
Saya menghentikan homili saya. Makin senyap dan tegang. Orang itu masih ngobrol dengan HP sambil menyembunyikan wajahnya di dinding. Umat di sekitarnya sudah mulai resah dan tidak enak.
Ada yang berdecak gelisah. Ada yang “mingsat-mingset” membetulkan posisi duduknya. Ada yang “dehem-dehem” memberi kode untuk segera menghentikan pembicaraan di telepon. Ada yang tertunduk malu. Saya diam dengan muka masam. Entah Tuhan bagaimana.
Berbeda dengan kisah di atas. Perwira Romawi itu tahu diri. Ia bisa menempatkan siapa dirinya di hadapan Tuhan. Ia berkata kepada Tuhan, “Tuan, aku tidak layak menerima Tuan di dalam rumahku. Katakan saja sepatah kata, maka hambaku itu akan sembuh. Sebab aku sendiri seorang bawahan.”
Ia merasa diri tidak pantas menerima Yesus di rumahnya. Bisa jadi dia mengerti bahwa dia adalah “orang asing,” bukan teman sebangsa. Ia paham betul dengan posisinya. Ia mungkin tidak terlalu berharap.
Ia hanya memberitahu keadaan hambanya, “Tuan, hambaku terbaring di rumah karena sakit lumpuh, dan ia sangat menderita.” Mungkin dia sedikit takut penuh harapan. Namun toh dia tahu diri.
Yesus pun “tahu diri”. Dia tahu apa yang diharapkan oleh perwira itu. Yesus langsung menjawab, “Aku akan datang menyembuhkannya.” Tanpa diminta. Yesus menghargai keyakinan si perwira itu. Ia sangat mengharapkan hambanya dapat sembuh.
Kepedulian si perwira itu sungguh baik. Mungkin jarang seorang atasan peduli sedemikian terhadap bawahannya. Kasih yang sedemikian itu yang berkenan pada Tuhan.
Karena itu, Yesus pun dengan segera menanggapi permintaan perwira. Tanpa harus datang ke rumahnya, Yesus langsung menyembuhkan hambanya, “Pulanglah dan jadilah kepadamu seperti yang engkau percaya.” Iman seperti perwira itu menyadarkan kita. Kalau kita sungguh percaya, dimana pun Yesus dapat menyembuhkan.
Marilah kita belajar “empan papan” tahu menempatkan diri di hadapan Tuhan. Tuhan pun sangat mengerti apa yang sedang kita harapkan.
Kalau kita bikin masakan.
Dengan telunjuk jari kita mencicipi.
Kalau kita bisa “empan papan”
Tuhan akan selalu memberi.
Cawas, selamat jalan Mgr. Sunarka SJ.
Rm. A. Joko Purwanto, Pr