by editor | Jun 13, 2020 | Renungan
DALAM Film Narnia, Lucy dan saudara-saudaranya berpetualang masuk ke negeri dongeng. Mereka sebenarnya adalah pangeran dan putri-putri kerajaan yang ditunggu untuk dapat membebaskan rakyat dari cengkeraman perempuan sihir yang jahat.
Perempuan sihir itu ingin menguasai Narnia. Penguasa Narnia adalah seekor singa, yang ingin menyerahkan tahtanya kepada Puteri Lucy dan saudaranya.
Namun mereka harus bisa mengalahkan kuasa jahat dari perempuan sihir. Agar Negeri Narnia damai dan aman, Sang Raja bersedia mengurbankan hidupnya. Ia bersedia mencurahkan darahnya di altar persembahan.
Perempuan sihir dengan pedangnya membunuh penguasa Narnia. Tetapi Lucy mempunyai botol minyak yang kasiatnya bisa menghidupkan. Singa itu dicurahi minyak dan akhirnya hidup kembali.
Mereka bersatu padu berperang melawan ratu sihir yang jahat. Mereka menang dan tahta Narnia diserahkan kepada Puteri Lucy dan saudara-saudarinya sebagai pewaris tahta yang sah.
Hari ini gereja merayakan Hari Raya Tubuh dan Darah Kristus. Tuhan Yesus berkata, “Jikalau kamu tidak makan daging Anak Manusia dan minum darah-Nya, kamu tidak mempunyai hidup di dalam dirimu. Barangsiapa makan daging-Ku dan minum darah-Ku, ia mempunyai hidup yang kekal, dan Aku akan membangkitkan dia pada akhir zaman.”
Darah adalah lambang kehidupan. Menumpahkan darah berarti memberikan kehidupan. Ia mengorbankan hidupnya bagi orang lain. Yesus menumpahkan darah-Nya bagi kita semua.
Di kayu salib, Yesus menyelamatkan kita dengan mencurahkan darah-Nya. Daging dan darah itu adalah satu kesatuan. Kalau kita makan daging, berarti juga menyatu dengan darahnya. Daging dan darah Kristus dikurbankan bagi kita.
Setiap kali kita merayakan Ekaristi. Kita mengenangkan Kristus yang wafat dan bangkit. Kristus wafat di salib. Darah Kristus keluar dari lambung-Nya yang ditusuk tombak. Itulah pengorbanan Kristus demi keselamatan umat manusia.
Mengikuti Ekaristi berarti bersatu dalam karya penyelamatan Kristus bagi dunia. Setiap kali Ekaristi dirayakan, penyelamatan diaktualkan, Kristus dikurbankan dan dunia diselamatkan.
Sudah hampir tiga bulan umat tidak bisa merayakan Ekaristi secara nyata karena pandemic covid19. Umat tidak bisa hadir berkumpul di gereja menyantap Tubuh Kristus.
Banyak umat merasa rindu menyambut komuni kudus. Ada sesuatu yang kurang karena tidak bisa menyambut Kristus dalam komuni suci.
Kita sekarang sungguh merasakan betapa berharganya karya penebusan Kristus dalam Tubuh dan Darah-Nya yang dikurbankan bagi kita.
Para calon komuni pertama biasanya boleh menerima komuni pada hari raya ini.
Tetapi karena kondisi belum memungkinkan berkumpul, maka kerinduan itu masih harus dipendam. Kita yakin bahwa Tubuh dan Darah-Nya adalah pemberian hidup Kristus untuk kita.
Maka jika ada kesempatan, sangat baik kalau bisa sesering mungkin menyambut komuni kudus, dengan-Nya kita diselamatkan.
Rindu pada getaran dan pesona senja.
Rembulan datang menggantikannya.
Tubuh dan Darah-Nya menyelamatkan jiwa.
Kita sangat rindu menyambutNya.
Banyuaeng, merindukan seseorang….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jun 10, 2020 | Renungan
“KITA akan mempunyai wakil presiden perempuan.” Seloroh orang menanggapi pencalonan Jokowi maju ke periode kedua. Ketika ditanya wartawan siapa bakal calon wakilnya, Jokowi hanya memberi inisial “M”.
Beredar nama-nama yang huruf awalnya “M”. Wartawan mencecar terus ingin tahu siapa “M” itu. Jokowi dengan tenang menjawab, “Mbok Sabar….”. Lalu muncul meme lucu yang mengatakan bahwa nama calon wakil presiden adalah Mbok Sabar.
Baru pada detik-detik akhir pendaftaran, Jokowi mengumumkan wakilnya adalah KH. Maaruf Amin. Banyak orang dibuat terkaget-kaget dan bertanya-tanya. Lawan politiknya dibuat terbengong diam.
Kawan seperjuangan dibuat terheran-heran dengan langkahnya yang tak terduga. Tetapi itulah Jokowi, seorang pemain catur ulung dengan pemikiran dan strategi serang yang hebat.
Hari ini Gereja merayakan Santo Barnabas rasul. Ketika jemaat di Anthiokia mulai tumbuh, pimpinan jemaat di Yerusalem mengutus Barnabas untuk memimpin umat di Anthiokia.
Di dalam Kisah Para Rasul ditulis, “Setelah Barnabas datang dan melihat kasih karunia Allah, bersukacitalah ia. Ia menasehati mereka, supaya mereka semua tetap setia pada Tuhan. Karena Barnabas adalah orang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman, sejumlah orang dibawa kepada Tuhan.”
Barnabas adalah orang yang baik, penuh dengan Roh Kudus dan iman. Inilah pribadi seorang pemimpin. Ia mampu melihat hal-hal baik dalam diri jemaat maupun orang lain. Ia melihat kasih karunia Allah dalam diri umat.
Seorang pemimpin mampu melihat kebaikan-kebaikan dalam diri mereka yang dipimpin. Ia bukan pemimpin yang mau menangnya sendiri. Seorang pemimpin bukan menonjolkan kebaikannya sendiri.
Barnabas juga bukan orang yang otoriter atau “single fighter.” Maka ia pergi ke Tarsus mencari Saulus. Ia membawa Saulus ke Anthiokia. Walaupun waktu itu di Anthiokia sudah ada beberapa nabi dan pengajar.
Kehadiran orang baru dan “asing” pasti menimbulkan pro dan kontra. Apalagi Saulus dikenal sebagai “lawan” yang mengejar murid-murid Tuhan. Inilah kehebatan Barnabas. Ia mampu menyatukan kawan dan lawan untk melayani jemaat di Anthiokia.
Barnabas juga seorang yang rendah hati. Ia tidak gila kekuasaan atau hormat. Ketika awal perutusannya dengan Saulus, namanya ditulis di depan. Barnabas dan Saulus. Mulai di tengah Kisah Para Rasul, namanya berpindah ke belakang.
Paulus dan Barnabas. Ia tahu kapan waktunya mundur dan memberi tempat kepada orang lain untuk tampil ke depan. Seorang pemimpin yang berjiwa rendah hati. Kita bersyukur mempunyai pemimpin yang menjadi teladan bagi umat. Mari kita belajar dari Santo Barnabas, Rasul.
Mawar merah dan putihnya melati
Berjajar indah di taman yang rapi
Jiwa pemimpin yang rendah hati
Hanya mengutamakan yang dilayani
Cawas, hari yang indah…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jun 9, 2020 | Renungan
DALAM kasanah kosa kata Jawa, timun sering disebut-sebut dalam kisah maupun peribahasa. Misalnya, kisah “Kancil nyolong (mencuri) timun.” Juga ada peribahasa dengan memakai kata timun.
“Kaya timun mungsuh duren” (identik dengan cicak vs buaya) atau seperti judul di atas.Yang dimaksud dengan “timun wungkuk jaga imbuh” adalah sesuatu yang cacat (wungkuk=bengkok) tetapi bisa dipakai untuk melengkapi atau menggenapi yang kurang sempurna.
Penjual di pasar sudah menyiapkan timun-timun yang cacat (bengkok) untuk menggenapi sebagai tambahan jika timbangan masih kurang sedikit. Peribahasa ini menggambarkan ada satu yang kurang bisa ditambahkan untuk menggenapi atau menyempurnakan.
Dalam Injil hari ini Yesus, “Janganlah kalian menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”
Yesus melihat bahwa hukum Taurat dan Kitab para nabi itu baik untuk mengantar orang pada keselamatan. Yesus datang untuk mewujudkan keselamatan itu terjadi.
Hukum Taurat bukan hanya tulisan tentang larangan atau aturan yang harus dihapalkan, tetapi diwujudkan. Yesus hadir untuk mewujudkan sehingga hukum itu digenapi menjadi nyata.
Hukum bukan sesuatu yang membelenggu dan menakutkan orang, tetapi pelaksanaan hukum harus disempurnakan atas dasar kasih. Hukum untuk menyelamatkan orang, bukan hukum untuk menindas orang. Taat pada hukum harus disempurnakan dengan kasih yang menyelamatkan. Kasih melebihi ketaatan buta terhadap hukum.
Yesus datang untuk menggenapi, artinya Yesus mewujudkan hukum itu menjadi nyata terjadi. Hukum bukan hanya sebuah tulisan mati melainkan menjadi way of life dalam kehidupan nyata.
Kita juga bisa mewujudnyatakan hukum kasih dalam hidup kita. Misalnya, pada suatu antrian, kita mendahulukan lansia, orang sakit, ibu hamil, orang difabel. Itulah hukum yang digenapi dalam tindakan kongkret.
Ngobrol bercanda sampai larut pagi.
Sambil menikmati butiran kacang bawang.
Hukum bukan untuk menakut-nakuti.
Hukum itu untuk memerdekakan orang.
Cawas, larut sampai pagi….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jun 8, 2020 | Renungan
SUATU malam pulang dari Stasi Ngaliyan, saya naik Jeep taft bersama bruder. Kami melewati kebun cengkeh yang luas. Waktu itu belum ada listrik masuk desa.
Gelap sepanjang perjalanan. Tetapi malam itu bulan purnama sedang bulat-bulatnya menyinari kesunyian malam. Saya bisa mematikan lampu mobil dan bisa melihat jalan karena terang bulan. Bulan purnama itu sangat indah dan menakjubkan.
Di pedalaman Kalimantan saya sering menikmati indahnya cahaya bulan dan bintang di depan halaman pastoran. Ketika cuaca cerah dan bulan bersinar penuh, malam itu terasa syahdu dan magis.
Teringat cerita nenek dulu di kampung. Di bulan yang indah itu konon ada bidadari cantik sedang duduk di bawah pohon rindang memangku seekor kucing.
Beberapa kali terlihat meteor melesat di langit. Galaksi Bima sakti terlihat jelas. Ada bintang salib di selatan penunjuk arah bagi para nelayan. Cahaya-cahaya di langit itu hiburan gratis di saat malam sepi.
Yesus berkata, “Kalian ini cahaya dunia. Kota yang terletak di atas gunung tidak mungkin tersembunyi. Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian, sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu.”
Kita diminta oleh Yesus menjadi cahaya yang menerangi kegelapan. Cahaya sekecil apa pun akan sangat berguna bagi kegelapan sekitarnya.
Kalau kamu tidak bisa menjadi matahari, jadilah bulan. Jika tidak bisa menjadi bulan, jadilah bintang. Kerlap-kerlip bintang di langit akan mewarnai kegelapan.
Yesus mengajak kita, “Hendaklah cahayamu bersinar di depan orang, agar mereka melihat perbuatanmu yang baik, dan memuliakan Bapamu di surga.”
Perbuatan-perbuatan baik kita itu akan membuat nama kita dicatat seperti bintang di langit. Kebaikan itu akan menjadi teladan yang bercahaya di saat hidup terasa gelap.
Kebaikan itu seperti bintang yang menjadi patokan di saat jalan terasa gelap. Kebaikan sekecil apapun akan bercahaya seperti bintang. Mari kita sebarkan kebaikan-kebaikan agar banyak cahaya seperti bintang di langit.
Sebagaimana kalau kita melihat keindahan bintang-bintang, kita hanya bisa mengagumi keagungan Tuhan. Begitu pula kebaikan-kebaikan kita akan membuat banyak orang memuliakan Tuhan. Jadilah bintang. Jadilah cahaya. Taburkan kebaikan. Kita akan memetik berkat.
Mengharapkan jatuhnya bulan.
Bintang-bintang indah bertebaran.
Kalau kita menanam kebaikan.
Nama Tuhan akan dimuliakan.
Cawas, menunggu dan menunggu…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Jun 7, 2020 | Renungan
MAHATMA Gandhi pernah dibuang di Afrika Selatan. Ia sangat terinspirasi oleh Injil yang dia baca. Salah satunya adalah kutipan sabda bahagia. Ia pernah mengatakan,
“Ini adalah sabda seorang suci yang pernah ada, beruntunglah orang Kristen yang memiliki guru yang demikian hebat. Dan seandainya semua orang Kristen mengikuti perkataan ini dengan baik, saya yakin sekali 90% manusia di dunia ini akan menjadi Kristen, termasuk saya.”
Sabda Yesus itu memberikan pengharapan kepada orang-orang kecil, miskin dan tertindas. Miskin di hadapan Allah, lemah lembut kepada semua makhluk di bumi serta hidup dengan sikap murah hati kepada sesama akan memberikan kebahagiaan yang sempurna. Orang yang suci hatinya, kemana-mana membawa damai dan sukacita akan disukai Allah dan manusia.
Mahatma Gandhi berjuang bagi kemerdekaan bangsanya dengan sikap damai, tanpa kekerasan. Gandhi merumuskan perjuangannya dalam tiga matra; satyagraha (berjuang demi kebenaran), Swadeshi (memenuhi kebutuhan sendiri, mandiri) dan ahimsa (berjuang dengan damai tanpa kekerasan). Sabda bahagia itulah dasar inspirasinya.
Apa yang diucapkan Gandhi itu sebenarnya kritik bagi kita semua orang Kristen. Sabda bahagia itu bukan hanya kalimat suci di dalam Injil, tetapi harus sampai pada tindakan nyata bagi para pengikut Kristus.
Seandainya kata-kata Yesus itu sungguh mewujud dalam diri orang Kristen, Gandhi mau menjadi Kristen. Sayangnya, sabda Yesus itu tidak nampak dalam hidup orang-orang Kristen.
Dalam catatan hariannya, Gandhi menulis, “Saat itu tak ada orang Eropa yang bersedia membantu membalut luka mereka…
Kami harus membersihkan luka-luka orang Zulu yang tidak dirawat setidaknya setelah lima atau enam hari yang lalu, karena itu luka-lukanya membusuk dan sangat menakutkan. Kami menyukai pekerjaan kami.”
PR bagi kita semua adalah mempraktekkan apa yang diajarkan Yesus dalam delapan sabda bahagia itu. Tidak cukup hanya dihapal, tetapi terwujud dalam tindakan nyata.
Kalau ada teladan hidup Kristen yang baik, dengan sendirinya mereka akan mengakui dan mengimani Kristus.
Menanti mekarnya kelopak bunga.
Di taman bunga-bunga beraneka warna.
Sabda bahagia bukan cuma kata-kata.
Tetapi harus menjadi teladan hidup bagi sesama.
Cawas, purnama telah tiba….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr