by editor | Jan 15, 2021 | Renungan
PRESIDEN Jokowi adalah orang pertama yang disuntik vaksin sinovac saat dimulainya gerakan vaksinasi di Indonesia. Semua masyarakat akan menerima vaksin secara gratis.
Namun begitu masih saja ada suara-suara nyinyir yang berkomentar, “Biar presiden atau para menteri dan pejabat tinggi disuntik duluan, kalau vaksinnya belum aman atau ada efek sampingnya kan mereka dulu yang kena, bukan rakyat.” Begitu kata seorang tokoh dari partai tanah seberang. Ada saja kelompok yang berpikir miring atas niat baik pemerintah.
Ketika virus datang, mereka berpikir ini teori konspirasi negara maju. Pandemi merebak, mereka minta vaksin. Vaksin datang, mereka ribut soal halal. Vaksin tersedia, mereka minta gratis. Vaksin gratis, Siapa yang harus disuntik pertama? Mereka minta Jokowi yang duluan. Jokowi disuntik, mereka minta secara live. Ketika disiarkan secara langsung, mereka mencibir, “Ini pencitraan.” Pikiran kok isinya seperti benang ruwet.
Yesus memanggil Lewi, anak Alfeus, seorang pemungut cukai. Lewi dengan senang hati mengikuti Yesus. Ia kemudian mengundang Yesus dan murid-murid-Nya makan di rumahnya.
Tentu Lewi juga mengundang teman-teman sekerjanya. Melihat itu ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi mencibir, “Mengapa Gurumu makan bersama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”
Yesus sendiri yang langsung menjawab, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”
Lebih baik orang jahat bertobat daripada orang merasa paling benar tetapi tidak mau bertobat. Yesus datang bukan mencari orang benar, apalagi merasa sok benar, tetapi orang berdosa yang mau bertobat.
Orang Jawa mengatakan, “dadi wong iku bisaa rumangsa, aja rumangsa bisa.” (Hendaknya jadi orang itu bisa sadar diri, jangan merasa sok bisa).
Kendati ada yang mencibir, Yesus tetap teguh pada pendirian-Nya. Ia memanggil Lewi, pemungut cukai itu jadi murid-Nya. Begitu pun Jokowi, kendati ada yang nyinyir, dia teguh mengajukan Listyo Sigit Prabowo menjadi calon tunggal Kapolri.
Hehehe… apa hubungannya? Hubungannya ya Yesus dan Lewi.
Mari kita mengikuti Yesus seperti Lewi. Ia berani meninggalkan harta dan pekerjaan yang bergelimang uang. Bagi Lewi, Yesus adalah harta yang abadi.
Jadi orang jangan pelit-pelit.
banyak harta mau disimpan dimana.
Kalau kita mau menjadi murid.
Harus berani tinggalkan semuanya.
Cawas, the best of after care….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Jan 15, 2021 | Renungan
KELUARGA semut sudah hidup sejak zaman dinosaurus. Mereka tetap eksis sampai sekarang. Semut selalu ada dimana-mana dan dalam kondisi apa pun. Apa yang membuat mereka bisa bertahan hidup? Jawabannya adalah kerjasama.
Semut hidup dalam koloni. Mereka rukun, kompak dan solid. Kerjasama antar semut dinilai yang paling hebat dari seluruh binatang. Mereka saling membagi tugas; ada yang menjadi komandan, prajurit, pekerja, ratu yang tugasnya hanya bertelur, bahkan ada yang menjadi pengawas.
Kendati tugasnya berbeda-beda namun mereka mendapat jatah makanan yang sama. Semut prajurit mengawasi sekelompok semut pekerja yang membawa makanan ke sarang. Ketika ada yang kelelahan, semut prajurit menggantikan temannya. Kepala semut akan membagi makanan dan menjaga ketertiban mereka.
Kerjasama itu berlangsung dari generasi ke generasi, dari zaman ke zaman tetap terjaga sampai sekarang. Semut tetap eksis dan tidak punah. Semut ini menginspirasi kita semua. Untuk dapat bertahan, kita harus bekerjasama dengan orang lain. Kita juga harus belajar beradaptasi dengan lingkungan dan tempat kita hidup. Selalu berpikir kreatif menghadapi masalah dan tidak hanya mengeluh saja.
Meskipun kita lemah, namun jika kita bekerjasama, maka kita akan kuat. Walaupun kita kuat tetapi kalau tidak mau bekerjasama, maka akan rapuh, hancur dan gagal.
Saya kagum terhadap empat orang yang menolong si lumpuh. Mereka solid dan kompak bekerjasama. Mereka ini kreatif, tidak menyerah kepada keadaan dan hambatan. Mereka punya niat besar untuk menolong si lumpuh.
Ketika mereka tidak dapat membawa masuk karena orang banyak, mereka menemukan ide kreatif; membuka atap dan menurunkan si lumpuh dengan tilam, tepat di depan kaki Yesus. Mereka mampu beradaptasi dan berpikir kreatif. Yang penting tujuan mereka tercapai, si lumpuh dapat disembuhkan.
Melihat usaha mereka itu, Yesus tergerak hatinya dan berkata, “Bangunlah dan angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu.”
Sekecil apa pun usaha kita, pasti akan dihargai Tuhan. Jangan mudah menyerah dan mengeluh. Never give up bro….
Matahari sedang bersinar redup.
Burung-burung di pohon ramai berkicauan.
Seberat apa pun beban hidup.
Kalau kita bekerjasama akan jadi ringan.
Cawas, menatap senja…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Jan 13, 2021 | Renungan
JANGAN sembarangan mengucapkan doa. Doa itu punya daya kekuatan. Doa orang lemah dan tertindas didengarkan oleh Tuhan. Tuhan akan memperhatikan mereka yang menderita dan kesulitan.
Dalam Injil dikisahkan seorang kusta yang memberanikan diri datang kepada Yesus. Memberanikan diri karena orang kusta itu dikucilkan oleh masyarakat, dijauhi dan disingkirkan. Untuk tampil saja sudah ketakutan, apalagi datang mendekat.
Orang ini datang, berlutut dan mohon bantuan kepada Yesus. Permintaannya pun tidak memaksa atau menuntut. “Kalau Engkau mau, Engkau dapat mentahirkan aku.” Orang ini menempatkan diri sebagai orang yang tidak pantas di hadapan Tuhan.
Orang kusta ini tidak memerintah apalagi memaksa Tuhan mengikuti kehendak dan keinginannya sendiri. Ia memohon, “kalau Engkau mau.” Semua diserahkan kepada kuasa Tuhan. Tuhanlah yang berkuasa, bukan dia.
Sangat berbeda dengan doa imam agung yang menggebu-gebu, mendoakan orang yang mendukung seorang kafir menjadi pemimpin, “Ya Allah, bikin susah hidupnya, seretkan rejekinya, jangan berkahi nafkahnya, jangan sembuhkan penyakitnya, biar dapat penyakit yang belum ada obatnya…”
Lho?? Doa makan tuan dong?? Kalau masuk penjara memang jadi seret rejeki kita. Kalau kena covid19 memang belum ada obatnya sampai sekarang.
“Aduuuh… Tuhan ini gimana sih?” Tuhan dengan enteng berkata, “Lho… kamu kan minta gitu, ya Aku kabulkan untuk kamu, bagus toh?” Sambil menangis di kamar berterali besi, si imam menggumam, “bukan gitu maksud saya.Tuhan kok gak ngerti sih..”
Ternyata kekuatan doa itu sangat dasyat.
Berhati-hatilah kalau kita berdoa kepada Tuhan. Mari kita belajar seperti orang kusta itu. Doa itu bertujuan untuk memuliakan Tuhan dan mengangkat martabat manusia. Doa itu bukan sarana kita memaksa Tuhan untuk menghukum dan membenci sesama.
Sikap orang kusta itu bisa kita tiru. Ia merendahkan diri dan membiarkan Tuhan berinisiatif dan bertindak menurut belas kasih-Nya.
Lebih baik diputus mantan,
Daripada ditinggal istri.
Berdoa itu memuji Tuhan,
Bukan memuji diri sendiri.
Cawas, menunggu lagi….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Jan 13, 2021 | Renungan
IGNATIUS REDES, seorang petani sederhana mempunyai sebidang lahan karet. Ada banyak batang karet yang bisa ditoreh getahnya. Pada musim noreh getah, dia berangkat ke lahan pagi-pagi ketika masih gelap. Biasanya dia mengawali aktivitasnya dengan berdoa. Ia mohon agar Tuhan memberi hasil yang cukup untuk menghidupi keluarga. Bahkan sambil menoreh batang karet, dia “berbicara” dengan Tuhan.
“Saya kadang membayangkan batang karet itu seperti kayu salib tempat Tuhan Yesus tergantung. Saya ini seperti orang berdosa yang melukai dan membuat Yesus sengsara. Sambil menoreh itu saya berdoa kepada Tuhan.” Pak Redes bercerita. Dia selalu bersyukur, hasil kerjanya lumayan untuk hidup keluarganya.
“Dekat dengan Tuhan Yesus itu rasanya bahagia.” Sambungnya lagi. Almarhum Pak Andreas ketua dewan adat yang sangat dihormati di kecamatan pernah bilang, “Redes, kamu itu hebat ya, bisa memimpim ibadat di mimbar, membawakan firman, aktif di gereja. Saya iri sama kamu. Seumur-umur, belum pernah saya berdiri di mimbar gereja.” Walau menjabat sebagai ketua dewan adat, namun tak seuntung seperti Pak Redes yang hanya orang biasa.
Selain bekerja di ladang, menoreh getah karet, dia juga menanam padi di lahannya. Tetapi dia tidak lupa selalu berdoa dan melayani gereja dengan menjadi prodiakon.
Doa dan bekerja itu seperti dua sisi dalam satu mata uang. Keduanya tak bisa dipisahkan. Doa adalah spirit untuk bekerja, bekerja adalah sumber melimpah untuk berdoa.
Dalam Injil dikatakan, “menjelang malam, sesudah matahari terbenam, dibawalah kepada Yesus semua orang yang menderita sakit dan yang kerasukan setan.” Dari siang sampai malam Yesus bekerja. “Keesokan harinya, waktu hari masih gelap, Yesus bangun dan pergi ke luar. Ia pergi ketempat sunyi, dan berdoa di sana.”
Sepanjang hari Yesus berkarya dan berdoa. Dua-duanya dilakukan bersama-sama. Tidak mungkin yang satu mengalahkan yang lain. Kerja mengesampingkan doa, atau doa menggantikan kerja. Doa dan bekerja itu berjalan seiringan.
Kita sering beralasan, tidak punya waktu untuk berdoa, benarkah? Padahal kita diberi waktu yang sama, 24 jam sehari.
Orang malas saja yang tidak punya waktu untuk berdoa. Maaf jangan tersinggung ya. Kalau tersinggung berarti benar kan?
Musim hujan tanam bunga.
Bunga bank tinggi pajaknya.
Jangan lupa selalu berdoa.
Agar hidup kita bahagia.
Cawas, malam merindu….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr
by editor | Jan 11, 2021 | Renungan
GURU Matematika itu namanya Pak Sandiyo. Perawakannya kecil, rambut tipis sudah memutih. Orangnya sangat sederhana. Beliau suka memakai sepatu sandal warna hitam. Tanpa tali tetapi resleting di tengah. Pulang pergi ke sekolah selalu naik motor Honda CB warna putih. Wajahnya selalu ceria dan murah senyum.
Namun kalau sedang mengajar di kelas, beliau sangat tegas dan berwibawa. Murid-murid sangat menghormati beliau, bukan karena pelajarannya yang menakutkan, tetapi karena pribadinya; tutur kata dan sikapnya yang layak disegani. Beliau tidak mudah marah, tetapi kalau marah, beliau hanya berdiri diam di depan kelas. Semua murid tahu diri diam tak bersuara.
Orang Jawa mengatakan, “Sabda Pandita ratu tan kena wola-wali sepisan mesti dadi.” Artinya apa yang dikatakan oleh pandita atau ratu atau pemimpin tidak perlu diulang berkali-kali, tetapi sekali bersabda langsung dilaksanakan. Kewibawaan seseorang dapat dinilai dari sabda atau perintahnya. Sekali berkata langsung berhasil dan tuntas.
Ketika Yesus mengajar di rumah ibadat di Kapernaum. Orang banyak takjub mendengar pengajaran-Nya, sebab Ia mengajar mereka sebagai orang yang berkuasa, tidak seperti ahli-ahli Taurat.
Orang berkuasa disini bisa diartikan sebagai orang yang berwibawa. Bahkan roh-roh jahat pun tunduk kepada-Nya dan mengikuti perintah-Nya.
Kuasa-Nya dilawankan dengan pengajaran ahli-ahli Taurat. Kalau Yesus berwibawa atau berkuasa, sebaliknya ahli-ahli Taurat itu tidak punya wibawa seperti Yesus.
Kewibawaan itu muncul dari integritas pribadi dan konsistensinya. Antara kata dan tindakan itu sama. Dalam Kitab Suci sering ditunjukkan para ahli kitab itu sebagai pribadi yang munafik. Mereka suka membebani orang lain dengan banyak aturan, tetapi mereka sendiri tidak menyentuh sedikit pun.
Sifat munafik itu merupakan hasil dari tidak sinkronnya antara kata dan perbuatan. Sifat munafik bisa menghancurkan kredibilitas dan kewibawaan seseorang.
Dengan kewibawaan-Nya Yesus mengalahkan kejahatan. Dia adalah Putera Allah yang berkuasa. Mari kita percaya dan mengikuti-Nya.
Lebih suka pisang daripada rambutan.
Mudah dibeli di toko swalayan.
Dosa dan kejahatan bisa dikalahkan,
Oleh kuasa Yesus Putera Tuhan.
Cawas, menunggu senja….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr