by editor | Mar 31, 2022 | Renungan
Arjuna Kena Batunya.
SELURUH dunia mengakui Arjuna piawai dalam memanah. Ketampanannya bisa meruntuhkan semua wanita, bahkan bidadari di Kahyangan banyak yang mendamba menjadi istrinya.
Hal ini yang membuat Arjuna jumawa tak ada yang bisa mengalahkannya.
Suatu kali ada seorang bernama Palgunadi menantang Arjuna bermain panah. Arjuna merasa disepelekan, ada orang berani menantang dirinya. Langsung disanggupi untuk berolah ketrampilan memanah.
Selama ini tak ada yang bisa mengalahkannya. Arjuna pernah mempermalukan Karna di dalam suatu pertandingan.
Ketika itu Karna secara kurang ajar ingin mempermalukan Arjuna. Dia membidik buah dada Srikandi, sehingga kutangnya sobek oleh panah Karna.
Tidak terima istrinya diperlakukan demikian, Arjuna memandu Srikandi melepaskan anak panahnya. Ia membidik wajah Karna.
Anak panah yang melesat itu bisa mencukur kumis Karna, tetapi hanya separohnya. Karna lari tersipu-sipu karena kumisnya hilang separoh.
Palgunadi dan Arjuna menarik anak panah dari busur masing-masing. Segala benda baik yang diam maupun yang bergerak, yang besar maupun yang kecil, yang berjalan hingga yang terbang terkena anak panah mereka.
Panah Palgunadi selalu tepat sasaran. Semua orang bertepuk tangan mengagumi kemampuan Palgunadi. Arjuna tertunduk malu karena kalah.
“Siapakah gurumu ki sanak sehingga engkau terampil memanah?” tanya Arjuna.
Palgunadi menipu dengan menjawab, “Guruku tiada lain adalah Resi Durna.”
Dulu Palgunadi pernah mendaftar sebagai murid Durna, tetapi ditolak karena Palgunadi bukan dari kelompok bangsawan.
Ia lalu membuat patung Durna untuk dapat belajar keahlian memanah dan berhasil.
Arjuna memprotes Durna karena memberi ilmu memanah lebih baik kepada Palgunadi. Ia iri kepada Palgunadi dan minta kepada Durna agar membuat tipu daya bagaimana mengalahkan Palgunadi.
Karena bisa mengalahkan Arjuna, Palgunadi diterima sebagai murid Durna.
Suatu kali untuk menguji kesetiaannya sebagai murid kepada guru, Durna minta supaya jempol kanan Palgunadi dipotong. Palgunadi menuruti perintah gurunya.
Tanpa jempol kanan, keahlian Palgunadi memanah jadi berkurang. Ketika Arjuna menantang untuk bertanding lagi, Palgunadi kalah dan terbunuh oleh panah Arjuna.
Anggraini, istri Palgunadi menangisi kematian suaminya. Anggraini adalah putri yang sangat cantik. Arjuna ingin menjadikannya sebagai istri.
Namun Anggraini dengan marah menolak. Baru kali ini ada seorang wanita yang berani menolak cinta Arjuna. Semua perempuan bertekuk lutut di bawah kakinya.
“Tidak sudi aku menjadi istri seorang ksatria yang sombong dan licik seperti engkau. Aku tidak silau pada ketampananmu. Tak ada artinya sama sekali bagiku. Aku akan tetap setia pada suamiku sampai mati.”
Anggraini lalu menusukkan “patrem” ke tubuhnya dan mati bersama Palgunadi.
Arjuna terpaku. Selama ini ia merasa diri paling hebat sebagai “lelananging jagat,” namun ia tercampak dan ditolak oleh seorang wanita bernama Anggraini.
Yesus menyatakan perumpamaan kepada beberapa orang yang menganggap dirinya benar dan memandang rendah semua orang lain.
Orang Farisi dan pemungut cukai berdoa di Bait Allah. Orang Farisi itu menyombongkan diri kepada Allah. Sedang si pemungut cukai mengakui diri sebagai orang berdosa. “Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini.”
Pemungut cukai itu dipandang sebagai orang yang dibenarkan di hadapan Allah. Sebab barang siapa meninggikan akan direndahkan, dan barang siapa merendahkan diri akan ditinggikan.
Ajaran Yesus jelas, jangan pernah menyombongkan diri dan menganggap orang lain lebih rendah dan hina, terus bertindak semena-mena terhadap mereka. Marilah kita merendahkan diri di hadapan Tuhan dan sesama.
Ketampanan Arjuna tidak ada artinya,
Hancur luluh oleh Anggraini si jelita.
Orang besar mulut akan kena batunya,
Tersandung sendiri oleh kata-katanya.
Cawas, jangan menyombongkan diri….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Mar 31, 2022 | Renungan
Kabar Menggembirakan
BEBERAPA hari ini kita mendapat kabar yang menggembirakan. Misalnya, pengadilan Negeri Jakarta Selatan membebaskan dua anggota Polisi yang menembak para pengawal dari organisasi yang telah dilarang pemerintah.
Peristiwa ini cukup menggembirakan karena punya dampak psikologis kuat bagi para petugas keamanan, bahwa mereka semakin yakin dalam menanggulangi teror keamanan masyarakat.
Berita lain yang menggembirakan suksesnya ajang MotoGP Mandalika yang baru rampung di Lombok. Banyak orang memuji penyelenggaraan ajang balap motor dunia.
Bahkan para rider juga sangat happy dan menikmati sambutan masyarakat Indonesia. Lombok makin dikenal dunia, selain Bali.
Belum pernah terjadi, Marc Marques asyik bergoyang dangdut bersama masyarakat. Hanya ada di Mandalika. Indonesia makin dikenal dunia internasional.
Entah nanti bagaimana dengan Formula E, kita tunggu saja.
Ditangkapnya para “sultan” the crazy rich man juga sedikit menggembirakan, karena sudah banyak orang yang tertipu dengan permainan bisnis digital ini.
Ada kelegaan, tetapi masih ada tanda tanya dan harap-harap cemas, apakah uang yang sudah terkuras habis bisa dikembalikan.
Berita-berita yang menggembirakan itu berdampak positif bagi kehidupan kita bersama.
Hari ini kita merayakan Hari Raya Kabar Sukacita. Allah melalui Malaikat Gabriel datang kepada Perawan Maria dan memberitahu, “Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang anak laki-laki, dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.”
Ini adalah kabar yang menggembirakan seluruh dunia karena “Ia akan disebut Anak Allah Yang Mahatinggi.
Anak yang akan lahir itu akan menjadi raja atas kaum keturunan Yakub sampai selama-lamanya, dan Kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”
Ini kabar yang menggembirakan karena Allah yang jauh tak terjangkau akan menjadi dekat ada di tengah-tengah kita dalam diri Yesus, Anak Allah Yang Kudus.
Juga sangat menggembirakan karena Maria menerima kabar itu dengan rendah hati. Ia akan mengandung dan melahirkan anak laki-laki, dan akan menamai Dia Imanuel, artinya Allah menyertai kita.
Kabar ini sangat menggembirakan karena Allah berjanji akan tetap menyertai kita sampai kapan pun.
Dalam diri Yesus, Allah membuat “His-story.” Allah menyejarah dan menyertai. Maka warta malaikat itu menjadi kekuatan kita.
“Jangan takut, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.”
Karena kesanggupan Maria, kita semua memperoleh kasih karunia Allah. Jawaban Maria itu meneguhkan kita bahwa tidak ada yang mustahil bagi Allah. Jika Allah berkehendak, maka apa pun bisa terjadi.
Bagi orang yang pesimis, apatis dan suka nyinyir, tidak bisa percaya bahwa kita bisa menyelenggarakan prestasi dunia ajang seperti balap motor.
Mereka juga tidak yakin dan pesimis Indonesia akan punya Ibu Kota baru di Kalimantan bernama Nusantara. Berita-berita negatif justru akan merusak kehidupan bersama. Mari kita buat berita-berita yang membawa sukacita.
Malaikat, utusan Allah itu menguatkan Maria. “Jangan takut.” Ia juga menguatkan kita semua, “Jangan tidak percaya, melainkan percayalah.”
Ketika kita mulai percaya, maka hal-hal besar dan luar biasa akan menanti kita.
Burung pelikan berenang di telaga warna,
Mengejar ikan-ikan kecil sebagai mangsa.
Mari kita ciptakan kabar-kabar gembira,
Biar dunia menjadi indah penuh sukacita.
Cawas, gembira mendengarmu bahagia…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Mar 31, 2022 | Renungan
Memelihara Tuyul Gundul.
SERING ada orang yang iri melihat kesuksesan orang lain. Ada teman yang sukses memperoleh jabatan dengan mudah. Ada yang kaya mendadak. Ada pula yang usahanya laris dan ramai dikunjungi pembeli.
Lalu muncullah kasak-kusuk di antara pesaing-pesaingnya.
Ada yang menuduh usahanya berhasil karena meminta pesugihan di Gunung Kawi. Ada lagi yang berkisah orang itu melakukan ritual di laut selatan mengundang Nyi Blorong. Ada pula tetangga yang menceritakan dia punya tuyul.
Orang yang iri berusaha menjatuhkan mereka yang berhasil dengan menyebarkan berita-berita miring.
Kalau zaman now orang bisa cepat kaya raya seperti sultan karena ada aplikasi binary option. Itulah Tuyul zaman digital. Orang bodoh gampang tertipu. Tergiur pengin cepat kaya tanpa kerja keras.
Ketika Tuyulnya terkuak dan tertangkap, para pengikutnya bengong melompong jadi tumbal. Uang bermilyar-milyar yang dikumpulkan dengan kerja keras hilang tanpa bekas oleh setan aplikasi yang cerdas.
Yesus banyak membuat mukjijat. Ia mengusir banyak setan. Bisa jadi di antara kaum Yahudi ada juga dukun, tabib atau orang pintar yang berpraktek mengusir setan.
Yesus dianggap menjadi saingan mereka. Makin banyak orang Yahudi yang percaya dan mengikuti Yesus. Makin tidak sukalah para pesaing-Nya.
Hal ini menimbulkan kecemburuan dan iri hati. Orang-orang itu lalu menyebarkan berita bahwa Yesus mengusir setan dengan kuasa Beelzebul, penghulu setan. Ada pula mereka yang meminta suatu tanda ajaib dari surga.
Maka Yesus menjawab tuduhan mereka. “Setiap kerajaan yang terpecah-pecah pasti binasa dan setiap rumah tangga yang terpecah-pecah pasti runtuh.”
Ia mengajak mereka berpikir dengan jernih dan logis.
“Kalau iblis itu terbagi-bagi dan melawan dirinya sendiri, bagaimanakah kerajaannya dapat bertahan?”
Mereka harus berpikir dengan cerdas. Tidak asal menuduh tanpa dasar.
Kalau Bagongnya Ki Seno berkata kepada Sengkuni, “Cangkem ki ngomong ora waton njeplak Ni.”
Yesus memukul balik lawan-lawannya yang menuduh tanpa bukti. Kuasa Yesus berasal dari Allah. Ia tidak membutuhkan bantuan dari kuasa setan. Sabda-Nya penuh kuasa dan wibawa.
Hasilnya adalah untuk kebaikan dan keselamatan banyak orang. Kalau kuasa setan biasanya hanya untuk diri sendiri dan mengorbankan orang lain, jadi tumbal.
Kita juga sering mengalami dicurigai oleh orang karena keberhasilan kita. Dituduh karena KKN-lah, senang cari muka, cari panggung atau pengin dipujilah.
Orang yang tidak suka bisa menyebarkan berita miring kemana-mana. Yang harus kita buat hanyalah tetap konsisten melakukan kebaikan dengan tulus tanpa pamrih.
Tidak perlu terpengaruh oleh cerita-cerita orang iri dan cemburu. Tetap konsisten dengan komitmen kita sendiri
Pergi ke India lewat Afganistan,
Mencoba mendaki puncak Everest.
Orang iri selalu ingin menjatuhkan,
Ia tidak suka melihat orang lain sukses.
Cawas, singkirkan rasa irihati….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Mar 31, 2022 | Renungan
Kolonel Javert VS Jean Valjean
TAK ada bosan-bosannya memutar kembali Film Les Miserables yang dibuat berdasarkan novel Victor Hugo. Dua tokoh penting yang saling berlawanan sifatnya yakni Kolonel Javert dan Jean Valjean.
Kolonel Javert mewakili gambaran kaum Farisi yang taat hukum secara kaku, legalistik sekaligus munafik.
Sedangkan Jean Valjean menggambarkan sifat orang Samaria yang baik hati.
Oleh Kolonel Javert, hukum dipandang sebagai sesuatu yang kaku, letterlijk, wajib dilakukan sedetil-detilnya tanpa pandang situasi.
Dengan berlaku seperti itu, dia suka menuduh orang lain kafir, salah, harus dihukum. Dia cenderung bertindak sok suci dan munafik. Dia terus menerus mencari kesalahan orang.
Dan ternyata dia sendiri dalam kegelisahannya membutuhkan kokain!!!
Jean Valjean mewakili sifat yang diajarkan Yesus yakni kasih dan pengampunan. Hukum tidak cukup hanya dihapal dan diamalkan secara kaku. Tetapi mesti diwujudkan dengan landasan kasih tanpa pamrih.
Dalam diri Valjean, belaskasih diwujudkan dengan tindakan nyata. Ia selalu mengampuni Javert yang mengancam jiwanya. Ia menolong orang kecil, menyelamatkan pelacur dan anaknya, merawat orang sakit.
Kasih menjadi prioritas utama daripada hukum yang kaku.
Yesus mengatakan bahwa Dia hadir bukan untuk meniadakan hukum Taurat tetapi untuk menggenapinya.
“Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya, melainkan untuk menggenapinya.”
Kitab Taurat adalah kitab Musa yang berisi hukum. Kitab itu banyak mengajarkan larangan dan perintah.
Yesus datang untuk menggenapi yakni dengan melakukan perintah dengan lebih mengutamakan kasih. Prioritasnya bukan melarang tetapi mengasihi.
Salah satu contoh bagaimana Dia menggenapi Taurat misalnya, “Kamu telah mendengar firman: Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuhmu. Tetapi Aku berkata kepadamu: Kasihilah musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Yesus tidak mengedepankan seremoni atau penampilan luar seperti yang dipertontonkan kaum Farisi, tetapi lebih mendasari ketulusan hati.
Orang Farisi suka memamerkan pelaksanaan hukum Taurat supaya dipuji. Di luar nampak baik, saleh dan suci, tetapi di dalamnya busuk tak berperikemanusiaan.
Dalam hal berpuasa, berdoa dan beramal, Yesus tidak mau menonjolkan diri. Melakukan aturan puasa, berdoa dan beramal tidak perlu dipamer-pamerkan seperti orang yang tidak mengenal Allah.
Hati yang tulus dan tersembunyi itu yang berkenan pada Allah.
Dengan tindakan seperti itulah Yesus menggenapi apa yang masih kurang dalam pelaksanaan hukum Taurat.
Dia menegaskan, “Siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah Taurat, ia akan menduduki tempat tertinggi di dalam Kerajaan Surga.”
Marilah kita terus menerus berusaha mewujudkan hukum kasih dengan tindakan nyata dan tanpa pamrih.
Orang stres sukanya mabuk-mabukan,
Menenggak wine seloki demi seloki.
Beramal kasih tidak perlu dipamerkan,
Tuhan maha tahu apa yang tersembunyi.
Cawas, mengasihi tanpa pamrih…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | Mar 31, 2022 | Renungan
The Forgiven
FILM drama ini bercerita tentang kisah nyata yang terjadi di Afrika Selatan pasca runtuhnya sistem Apartheid, politik pembedaan warna kulit.
Orang kulit putih menjajah kaum kulit hitam.
Nelson Mandela adalah pejuang yang anti Apartheid. Setelah pemerintahan kulit putih bubar, Mandela memerintahkan Uskup Agung Desmond Tutu memimpin Komisi Kebenaran dan Keadilan untuk membangun rekonsiliasi bagi bangsa yang hancur akibat dendam dan amarah.
Desmond Tutu menghadapi penjahat kulit putih yang telah membunuh banyak orang kulit hitam.
Kaum kulit putih belum bisa menerima kekalahan. Mereka masih menyimpan dendam dan kebencian. Begitu pun banyak kaum kulit hitam yang memendam amarah dan kebencian karena mereka dijajah dengan sistem perbedaan ras, warna kulit.
Kepada Piet Blomfeld si narapidana di penjara Pollsmoor, Uskup itu berkata, “Tidak ada yang tak bisa diampuni.”
Dengan sinis Piet Blomfeld menjawab, “Sekali budak tetap akan jadi budak. Apa kalian mau berkolusi dengan majikanmu yang kulit putih?”
“Di negera kita yang baru ini, kita (kulit hitam dan kulit putih) akan belajar hidup bersama atau akan mati bersama. Kekejaman adalah penyimpangan, bukan cinta. Yang harus dikuburkan adalah kemarahan dan kebencian.” Kata Desmond Tutu.
Adegan yang mengharukan terjadi saat di pengadilan, seorang ibu kulit hitam memaafkan polisi kulit putih, Hansi Coetzee yang membunuh anaknya. “Anakku ingin kita hidup mulai dari awal tanpa kebencian dan dendam.”
Dalam Injil hari ini, Yesus mengajarkan pengampunan tanpa batas.
Ketika Petrus bertanya, “Tuhan, sampai berapa kalikah aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa kepadaku? Sampai tujuh kalikah?”
Yesus menjawab, “Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
Itu berarti pengampunan yang tiada batasnya. Mengampuni harus total, sampai ke akar-akarnya. Tidak menyimpan dendam dan kebencian.
Afrika Selatan menjadi contoh bagaimana rekonsiliasi dibangun antara kulit putih dan kulit hitam.
Dengan pengampunan dan rekonsiliasi mereka membangun sebuah bangsa yang beraneka ragam adat budaya dan warna kulit.
Seperti pelangi yang indah karena banyak warna, begitulah kehidupan menjadi indah karena banyaknya warna yang ada di dalamnya.
Nelson Mandela dan Desmond Tutu adalah pemenang hadiah Nobel Perdamaian. Mereka menyatukan Afrika Selatan dengan pengampunan dan rekonsialisasi.
Sebuah bangsa yang besar bisa hidup bersama jika ada pengampunan dan mau membangun rekonsiliasi.
Kita juga bisa secara pribadi dan bersama hidup dengan pengampunan. Kita mulai dari keluarga dan komunitas kita masing-masing.
Hati gembira dari wajah para petani,
Membawa hasil dari panen padi.
Tak ada hal yang tidak bisa diampuni,
Dibutuhkan satu langkah kerendahan hati.
Cawas, berani mengampuni….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr