by editor | May 23, 2022 | Renungan
Pesan Terakhir Puteri Mandalika.
MANDALIKA tidak hanya viral karena dibangun arena sirkuit balap motor, tetapi sudah tersohor sejak zaman dahulu.
Mandalika adalah nama seorang putri kerajaan di Cakranegara. Ia sangat cantik dan menjadi rebutan para pangeran. Banyak putra raja yang melamar untuk dijadikan permaisuri.
Karena tidak ingin terjadi peperangan dan pertumpahan darah di antara kerajaan, maka dia melarikan diri dan terjun ke laut.
Dia berkata, “Aku mencintai para pangeran, tetapi aku lebih mencintai rakyatku. Jangan sampai mereka menjadi korban karena aku memilih salah satu dari mereka. Aku berkorban demi kedamaian seluruh warga rakyatku.”
Sebelum terjun ke laut, dia berjanji, “Aku akan datang setiap tahun pada waktu tertentu. Datanglah ke pantai dan kalian akan menjumpai aku.”
Lalu terjunlah sang puteri ke laut dan hilang ditelan ombak pantai selatan.
Tiap tahun pada waktu tertentu semua warga turun ke pantai seperti pesan Puteri Mandalika.
Mereka menangkap sejenis cacing yang disebut “Nyale.”
Mereka percaya benda itu sebagai kiriman yang telah dijanjikan oleh sang Puteri. Sampai sekarang warga hidup dalam damai dan tentram.
Dalam amanat perpisahan-Nya, Yesus berpesan kepada para murid-Nya, “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu.”
Yesus akan pergi meninggalkan para murid. Tetapi Dia akan datang kembali.
“Janganlah gelisah dan gentar hatimu. Aku pergi tetapi Aku datang kembali kepadamu.”
Yesus tidak meninggalkan kita sendirian. Dia menjanjikan Roh Kudus kepada para murid, ”Penghibur, yaitu Roh Kudus yang akan diutus oleh Bapa dalam nama-Ku, Dialah yang akan mengajarkan segala sesuatu kepadamu dan akan mengingatkan kamu akan semua yang telah Kukatakan kepadamu.”
Damai Kristus diberikan kepada kita. Damai Kristus tinggal dalam hati kita. Semua murid Kristus adalah pembawa damai.
Kita semua adalah utusan perdamaian. Maka dimana pun kita berada, dengan siapa kita hidup, di situlah kita membawa damai.
Tandanya kita membawa damai adalah jika kita diterima dengan sukacita. Kalau kita tidak diterima bisa jadi karena kehadiran kita justru mengancam perdamaian yang sudah ada.
Kita tidak diterima karena tutur kata atau tingkah laku kita menyebarkan kebencian, permusuhan, intoleransi dan tidak menghargai orang lain.
Seperti ada penceramah yang ditolak masuk ke negara tetangga, karena dikawatirkan bisa mengganggu ketentraman dan kedamaian negara yang multiras, etnis dan agama.
Mereka itu kecil tetapi berani bertindak tegas demi melindungi semua warganya yang sudah hidup damai dalam keragaman.
Kalau kita membawa damai dan sejahtera, pasti orang akan menerima kita dengan sukacita.
Sebarkanlah damai dan kebaikan, maka kita akan punya banyak saudara dimana-mana.
Sirkuit Mandalika dekat pantai,
Menjadi viral ke seluruh dunia.
Mari kita hadir membawa damai,
Hidup aman dengan semua warga.
Cawas, jadikan aku pembawa damai…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | May 23, 2022 | Renungan
Sabda Bertuah
PERANG Baratayuda terjadi untuk memenuhi tiga perkara hidup; orang pinjam harus mengembalikan, orang janji harus menepati dan orang mengucapkan kaul harus dipenuhi.
“Manungsa iki bakal ngundhuh wohing pakarti.” (Manusia akan memetik buah yang ditanamnya sendiri).
Misalnya tewasnya Resi Bisma dari tangan Srikandi dikarenakan Bisma pernah menolak cinta Dewi Amba.
Karena sakit hati, Dewi Amba berjanji tidak akan naik ke surga kalau tidak bersama orang yang dikasihinya yakni Bisma atau Dewabrata.
Dewi Amba menjemput ajal Bisma melalui tangan Srikandi di medan Baratayuda.
Kematian Abimanyu juga terjadi karena ucapannya sendiri. Abimanyu ingin memperistiri Utari, tetapi Abimanyu berbohong.
Dia bilang kepada Utari bahwa dia belum punya istri, masih jejaka. Padahal dia sudah beristri Siti Sundari.
Dia bersumpah di hadapan Utari, “Kalau aku bohong, besuk di medan perang aku mati dirajam oleh banyak panah musuh.”
Abimanyu gugur dengan puluhan panah menancap di tubuhnya.
Yesus sudah mengingatkan para murid-Nya, “Jikalau dunia membenci kamu, ingatlah bahwa ia telah lebih dahulu membenci Aku daripada kamu.
Jikalau mereka telah menganiaya Aku, mereka juga akan menganiaya kamu, jikalau mereka telah menuruti firman-Ku, mereka juga akan menuruti perkataanmu.”
Ternyata apa yang disabdakan Yesus itu benar terjadi. Para pengikut-Nya banyak mengalami penganiayaan dan dibenci banyak orang.
Mengikuti Yesus mewartakan kebenaran seringkali tidak diterima oleh dunia. Menjadi murid Yesus sering dibenci banyak orang karena dunia membenci kebenaran.
Kata-kata Yesus itu menjadi “pepeling” atau pengingat bagi kita bahwa menjadi murid Yesus harus berani mewartakan kebenaran.
Konsekuensi dari itu adalah ditolak dan dibenci oleh dunia.
Sabda Yesus menjadi nyata. Kebenaran harus terus menerus diperjuangkan. Di pundak setiap pengikut Kristus ada tanggungjawab untuk menegakkan kebenaran, apa pun konsekuensinya.
Orang akan dibenci, dikucilkan, dibully, disingkirkan, dianiaya, dicemooh dan bahkan juga dibunuh karena berjuang demi kebenaran.
Pertanyan untuk refleksi: Apakah anda punya pengalaman dibenci, dipersulit atau dikucilkan karena berjuang menegakkan kebenaran dan keadilan?
Apakah anda merasa bahagia karena boleh menderita bersama Kristus?
Virus covid-19 bukanlah aib,
Sudah melandai di seluruh dunia.
Ikut Yesus memanggul salib,
Siap dibenci dan berani menderita.
Cawas, bahagia bersama Kristus…
Rm. A.Joko Purwanto, Pr
by editor | May 23, 2022 | Renungan
Induk Ayam
TERJADILAH kebakaran di sebuah rumah. Api tidak hanya membakar rumah tetapi juga melalap garasi, dapur dan kandang ayam.
Semua orang sibuk menyelamatkan barang-barang yang bisa diungsikan.
Ketika api menjalar ke kandang ayam, si induk ayam berkotek-kotek memanggil anak-anaknya.
Ia melebarkan sayap-sayapnya dan anak-anak ayam yang dalam kebingungan berlari mendekati induknya.
Semua anak ayam itu berada di bawah kepak sayapnya.
Api dengan ganas meletup ke sana kemari. Induk ayam itu kendati terkena panas tidak mengubah posisinya.
Api makin menggila menghanguskan semua barang yang ada. Kandang ayam pun roboh tinggal puing-puingnya.
Ketika orang datang di antara reruntuhan, mereka mengais-ngais barang-barang yang tersisa. Ada orang yang menemukan induk ayam itu sudah hitam mati terbakar.
Ketika ia membongkar tubuh yang kaku, keluarlah anak-anak ayam berlari ke sana kemari. Induk ayam itu mati demi melindungi anak-anaknya. Ia rela mati agar semua anaknya hidup.
Yesus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”
Yesus mengajarkan tentang kasih. “Inilah perintah-Ku yaitu supaya kamu saling mengasihi, seperti Aku telah mengasihi kamu.”
Kasih Yesus diberikan kepada kita sampai sehabis-habisnya. Ia mengasihi sampai mati di kayu salib.
Ia yang tidak berdosa ditempatkan pada bilangan orang-orang berdosa, agar kita yang berdosa ini ditebus oleh kematian-Nya.
Kita yang mestinya dihukum oleh karena kedurhakaan kita, namun berkat kematian-Nya kita menerima pengampunan dosa oleh Allah.
Demikian besarnya kasih Allah sehingga mengorbankan Putera-Nya. Kita yang menjadi budak dosa, tetapi dimerdekakan oleh darah Kristus.
Kita yang adalah hamba tetapi oleh penebusan-Nya diangkat menjadi sahabat-sahabat-Nya.
“Aku tidak menyebut kamu lagi hamba, tetapi Aku menyebut kamu sahabat.”
Demikianlah Yesus mengangkat martabat kita di hadapan Allah.
“Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan.” (Bukan sanak, bukan saudara, kalau mati ikut merasa kehilangan)
Demikianlah yang dilakukan Yesus bagi kita.
Maka Yesus meminta kepada kita semua untuk saling mengasihi.
”Inilah perintah-Ku kepadamu, Kasihilah seorang akan yang lain.”
Tanda yang paling jelas jika kita mengaku sahabat-sahabat Yesus adalah saling mengasihi.
“Kamu adalah sahabat-Ku jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”
Pertanyaan reflektif: Sudahkah kita menjadi sahabat Yesus dengan mengasihi dan berani mengampuni sesama kita?
Adakah tanda kasih itu nampak dalam tutur kata dan perbuatan kita?
Jalan macet sehabis balik lebaran,
Kendaraan pemudik sangat padat.
Syukur atas kasih-Mu ya Tuhan,
Aku Kauangkat menjadi sahabat.
Debur Ombak Senggigi, kasih yang luar biasa…
Rm. A.Joko Purwanto, Pr
by editor | May 18, 2022 | Renungan
Pengorbanan Burung Pelikan
SEEKOR induk burung pelikan memiliki dua anak. Mereka masih kecil-kecil belum bisa mencari makan sendiri.
Musim kemarau datang sangat panjang, anak-anak burung itu terancam mati kehausan. Kekeringan ada dimana-mana. Air yang ada sangat sedikit.
Kalau tidak diberi minum, anak-anak burung pelikan itu pasti mati.
Mengetahui bahaya yang mengancam anak-anaknya, induk pelikan itu mencucuk temboloknya sendiri dan keluarlah darah yang segar.
Anak-anak pelikan itu minum darah induknya sendiri, sehingga mereka lolos dari bahaya maut.
Namun karena banyak darah keluar, si induk akhirnya mati kehabisan darah. Ia rela mengorbankan diri agar anak-anaknya bisa hidup dan selamat.
Itulah kisah burung pelikan yang terpatri dalam ukiran tongkat gembala Bapak Uskup.
Burung pelikan itu menggambarkan kasih Yesus yang mengorbankan Diri-Nya dengan menumpahkan darah-Nya bagi keselamatan kita.
Yesus memberikan darah-Nya karena mengasihi kita. Yesus rela mati di kayu salib karena taat pada kehendak Bapa yang mengasihi-Nya.
Pengalaman kasih itu diwariskan kepada kita semua.
Maka Yesus berkata, “Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu, tinggallah di dalam kasih-Ku itu.”
Pasti kita semua pernah mengalami dikasihi, entah oleh orangtua, suami atau istri, pacar atau kekasih hati, teman atau tetangga sebelah rumah.
Bahkan ada juga dikasihi atau ditolong oleh orang-orang yang tidak kita kenal. Mereka itu adalah malaikat-malaikat penolong utusan Tuhan. Mereka adalah bukti kasih Allah yang nyata.
Saya sering mengalami kasih Allah yang tak terduga.
Suatu hari saya mengantar suster dari Kaliori ke Cirebon. Di daerah Prupuk Brebes, ban mobil terkena paku, dan gembos.
Di daerah asing dan tidak kenal siapa-siapa rasanya bingung. Tiba-tiba ada mobil berhenti. Sopir dan penumpangnya turun.
Eh.. ternyata Rm. Hadiwijaya bersama Bambang Wahyudi dan Adi Satriya (alm).
Apakah ini kebetulan? Tapi saya merasa beginilah cara Tuhan mengasihi dan menolong saya.
Begitulah Allah mengasihi kita dengan cara-cara yang tak terduga. Kalau kita sudah dikasihi, kita juga diajak untuk mengasihi.
“Seperti Bapa telah mengasihi Aku, demikianlah juga Aku telah mengasihi kamu,” begitulah ajakan Yesus.
Kalau kita tinggal di dalam kasih Allah, maka Allah akan selalu menjaga dan memelihara kita.
Kebaikan yang kita berikan, suatu saat nanti juga akan dibalas dengan kebaikan, entah dari mana datangnya, Allah sendiri yang mengaturnya.
Pertanyaan reflektif; apakah anda merasa dikasihi oleh Allah dan tinggal di dalam kasih-Nya?
Jika tinggal di dalam kasih-Nya, berarti anda diajak siap berbagi kasih kepada sesama. Siapkah anda?
Banyak makan jeroan dan usus,
Yang bikin kolesterol jadi tinggi.
Siapa yang tinggal dalam Kristus,
Harus berbuah dengan mau berbagi.
Pantai Pink, tinggal padaku…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr
by editor | May 17, 2022 | Renungan
Durian Disambar Petir.
KAMI punya tetangga yang punya kebun di dekat rumah. Ada pohon durian cukup tinggi di kebun itu.
Tetapi sejak Gunung Kelud meletus dan menyemburkan debu sampai kemana-mana, buah durian itu berubah rasanya.
Entah pengaruh apa, namun nyatanya rasa durian itu hambar tidak ada manisnya.
Sudah diusahakan dengan berbagai cara agar durian itu berbuah dengan baik, tetapi tidak ada hasil.
Diberi pupuk buah, dipotong ranting-rantingnya, disiangi tanah disekitarnya, bahkan diikat dengan janur pengantin pun tetap tidak ada perubahan yang menggembirakan.
Eh…tiba-tiba tanpa diduga pohon itu malah disambar petir dan daunnya meranggas semua.
Tidak perlu menunggu lama, pohon yang tidak menghasilkan apa-apa itu ditebang habis dan dibakar kayunya.
Yesus memberi contoh sesuai dengan pohon yang ada di tanah airnya. Ia mengatakan, “Akulah pokok anggur yang benar dan Bapa-Kulah pengusahanya. Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah,dipotong-Nya dan setiap ranting yang berbuah, dibersihkan-Nya supaya ia lebih banyak berbuah.”
Pohon anggur biasa ditemui di tanah Israel. Ia akan menghasilkan buah anggur yang manis dan lebat.
Namun jika pohon tidak menghasilkan, maka akan dipotongnya. Kalau ranting-ranting itu berada di pokok yang benar, pastilah dia menghasilkan buah yang baik.
Begitu juga kalau kita tinggal dalam Kristus, sebagai pokok anggur, mestinya kita menghasilkan buah-buah yang diajarkan oleh Kristus; kasih, pengampunan, rendah hati, pelayanan, sukacita, pengorbanan, toleransi dan menghargai sesama.
Namun jika hidup kita tidak menghasilkan buah-buah iman, kita mesti merefleksi diri.
Ada apa dengan diri kita. jangan-jangan kita ini bukan ranting yang benar.
Bisa jadi kita ini malah seperti benalu yang menempel pada pokok anggur tetapi tidak menghasilkan apa-apa.
Kalau begitu, pastilah kita akan ditebang dan dibakar ke dalam api. Sebab Yesus menuntut kita, “Barangsiapa tinggal di dalam Aku dan Aku di dalam dia, ia berbuah banyak, sebab di luar Aku kamu tidak dapat berbuat apa-apa.
Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku, ia dibuang keluar seperti ranting, lalu menjadi kering dan dicampakkan ke dalam api dan dibakar.”
Pertanyaan reflektif: Apakah anda sungguh-sungguh menghasilkan buah yang baik yang berguna bagi orang di sekitar anda?
Ataukah anda ini ranting kering yang harus dipangkas untuk dibersihkan?
Pohon yag baik dilihat dari buahnya,
Ranting yang kering akan dipotongnya.
Hidup yang baik akan berguna bagi sesama.
Kalau tidak, mari bertobat bersama-sama.
Mandalika, tinggal di dalam-Nya…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr