Puncta 19.05.21 / Rabu Paskah VII / Yohanes 17:11b-19

 

Gereja Yang Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik

KITA sering berdoa Aku Percaya atau Credo. Itulah pokok iman kita. Dalam Credo itu kita percaya akan empat sifat Gereja yakni; Satu, Kudus, Katolik dan Apostolik.

Gereja yang satu didasarkan pada kesatuan Tritunggal Mahakudus. Bapa, Putera dan Roh Kudus. Kendati tiga pribadi tetapi hakekatnya tetap satu.

Begitu pun Gereja, kendati beraneka ragam namun tetap satu dalam Kristus. Yesus berdoa, “Ya Bapa yang Kudus, peliharalah mereka dalam nama-Mu, yaitu yang telah Engkau berikan kepada-Ku, supaya mereka menjadi satu sama seperti Kita.”

Gereja yang satu terdiri dari; kesatuan dalam pengakuan iman (credo); perayaan ibadat bersama dan sakramen-sakramen; suksesi apostolik di bawah Petrus dan para penggantinya.

Gereja disebut kudus karena Yesus adalah Kudus. Ia adalah kepala Gereja. Sang Kepala itu telah menguduskan anggota-anggotanya dengan mati di kayu salib.

Ia menguduskan Gereja dengan menyerahkan nyawa-Nya sehingga umat disatukan dengan Yesus menjadi kudus. “Kuduskanlah mereka dalam kebenaran. Firman-Mu adalah kebenaran. Aku menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran.”

Gereja berciri katolik karena merangkul semua. Katolik artinya umum, universal, untuk semua. Yesus mengutus para murid-Nya untuk pergi ke seluruh dunia.

“Sama seperti Engkau telah mengutus Aku ke dalam dunia, demikian pula Aku telah mengutus mereka ke dalam dunia.”

Gereja Katolik itu universal berarti mencakup semua orang yang telah dibaptis secara Katolik di seluruh dunia di mana setiap orang menerima pengajaran iman dan moral serta berbagai tata liturgi yang sama di mana pun berada.

Kata universal juga sering dipakai untuk menegaskan tidak adanya sekte-sekte dalam Gereja Katolik.

Konstitusi Lumen Gentium Konsili Vatikan ke II menegaskan arti keKatolikan itu: “Satu umat Allah itu hidup di tengah segala bangsa di dunia, karena memperoleh warganya dari segala bangsa. Gereja memajukan dan menampung segala kemampuan, kekayaan dan adat istiadat bangsa-bangsa sejauh itu baik. Gereja yang Katolik secara tepat guna dan tiada hentinya berusaha merangkum segenap umat manusia beserta segala harta kekayaannya di bawah Kristus Kepala, dalam kesatuan Roh-Nya” (LG. 13).

Sifat terakhir adalah Apostolik. Dengan ciri ini mau ditegaskan adanya kesadaran bahwa Gereja “dibangun atas dasar para rasul dan para nabi, dengan Kristus Yesus sebagai batu penjuru” (Ef. 2:20).

Gereja Katolik mementingkan hubungan historis, turun temurun, antara para rasul dan pengganti mereka, yaitu para uskup.

Dengan demikian juga menjadi jelas mengapa Gereja Katolik tidak hanya mendasarkan diri dalam hal ajaran-ajaran dan eksistensinya pada Kitab Suci melainkan juga kepada Tradisi Suci dan Magisterium Gereja sepanjang masa.

Ke Ketapang lewat Nanga Bulik.
Kalau ke Ponti pasti lewat Simpang Dua.
Saya bangga menjadi orang Katolik.
Di dalamnya ada warisan iman yang luar biasa.

Cawas, yang damai-damai saja….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 18.05.21 / Selasa Paskah VII / Yohanes 17:1-11a

 

Serat Tripama

“Yogyanira kang para prajurit; Lamun bisa samya anulada; Kadya nguni caritane; Andelira sang Prabu; Sasrabau ing Maespati; Aran Patih Suwanda; Lalabuhanipun; Kang ginelung tri prakara; Guna kaya purunne kang denantepi; Nuhoni trah utama.”

Artinya: Seyogianya para prajurit, bila semua dapat mencontoh, Seperti masa dahulu; (tentang) andalan Sang Prabu Sasrabau di Maespati; Bernama Patih Suwanda; Jasa-jasanya; Yang dipadukan dalam tiga hal, (yakni) pandai, mampu dan berani (itulah) yang ditekuninya, Menepati sifat kaum utama.

Serat Tripama adalah tembang Jawa karangan KGPAA Mangkunegara IV (1809-1881) dari Surakarta. Isi tembang itu adalah kisah keteladanan tiga tokoh wayang yakni; Bambang Sumantri atau Patih Suwanda, Kumbakarna dan Adipati Karna.

Patih Suwanda memuliakan rajanya dengan tiga keutamaan yaitu “guna, kaya, purun.”

“Guna” artinya cakap. Ia memiliki kecakapan menyelesaikan segala perkara atau tugas yang diembannya. Ketika permaisuri raja minta Taman Maerakaca milik para dewa dipindah ke Maespati, Patih Suwanda melakukannya dengan cermat.

“Kaya” artinya mampu menyediakan apa saja yang dibutuhkan. Permaisuri raja minta disiapkan 800 putri domas untuk mengiring pengantin, Patih Suwanda mampu memenuhinya.

“Purun” artinya sanggup taat setia berjuang sampai akhir. Ia berperang melawan raja Alengka, sampai mati demi membela rajanya.

Sudah tiba saatnya, Yesus mempermuliakan Bapa-Nya melalui kematian di salib. Yesus akan segera menyelesaikan tugas-Nya.

“Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk Kulakukan.” Inilah arti “purun” dalam diri Yesus. Ia melaksanakan tugasNya sampai mati demi kemuliaan Bapa.

Dengan segala daya, Yesus telah memperkenalkan Bapa kepada murid-murid-Nya dan kini mereka telah percaya kepada Bapa.

“Mereka tahu benar-benar, bahwa Aku datang daripada-Mu, dan mereka percaya, bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.” Di sini arti “guna” itu, Yesus melakukan perutusan Bapa dengan ajaran kasih-Nya.

Yesus menyediakan hidup kekal kepada mereka yang percaya kepada-Nya, ini adalah nilai “kaya” yang dibuat Yesus.

“Sama seperti Engkau telah memberikan kepada-Nya kuasa atas segala yang hidup, demikian pula Anak-Mu akan memberikan hidup yang kekal kepada semua yang telah Engkau berikan kepada-Nya.”

Dalam seluruh tindakan-Nya, Yesus menjalankan nilai-nilai keteladanan; “guna, kaya dan purun.”

Maukah kita melanjutkan keteladanan Kristus itu?

Di taman ada tumbuh bunga mawar.
Berseberangan dengan bunga kaktus.
Berani membela yang adil dan benar.
Itulah tanda kita ikuti jejak Kristus.

Cawas, hanya sekejap mata….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 17.05.21 / Senin Paskah VII / Yohanes 16:29-33

 

“Inggih Inggih Ora Kepanggih”

LAIN ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Pepatah itu mau mengatakan bahwa tiap daerah mempunyai adat dan tradisi sendiri-sendiri. Tiap suku atau etnis mempunyai sikap hidup dan tata cara masing-masing. Kita bersyukur punya banyak adat dan tradisi yang beraneka macam. Nusantara sangat kaya budaya.

Adat Jawa mengutamakan harmoni atau keselarasan. Selalu diusahakan untuk tidak terjadi konflik secara terbuka. Seluruh perilaku dan tutur kata dijaga agar tidak muncul konfrontasi.

Salah satu contoh, memakai keris dalam tradisi Jawa selalu di belakang punggung. Kecuali Pangeran Diponegoro yang jelas-jelas menunjukkan sikap perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Dalam bertutur kata, orang Jawa tidak mau menunjukkan perasaan langsung. Ia akan muter-muter dulu. Kalau disuruh makan misalnya, jawabnya iya iya iya, tetapi tidak segera mengambilnya.

Kadang malah berbohong, “kula sampun nedha wau.” Saya tadi sudah makan, padahal perutnya keroncongan melilit-lilit. Tidak mau berterus terang. Maka ada istilah “inggih, inggih ora kepanggih.”

Yesus berbicara terus terang, tidak lagi memakai kiasan. Yesus menjelaskan bahwa Ia berasal dari Bapa dan akan segera kembali kepada Bapa.

Ia mendoakan mereka agar menjaga persatuan dan persaudaraan. Yesus tahu bahwa para murid akan menghadapi masa sulit sepeninggal-Nya. Ia menguatkan mereka, “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”

Yesus berbicara secara terbuka bahwa Ia akan menderita sengsara, ditolak oleh tua-tua Bangsa Israel dan disalibkan. Para murid akan tercerai-berai, bahkan akan ada yang meninggalkan-Nya. Tetapi siapa yang percaya kepada-Nya akan beroleh damai sejahtera.

Para murid diminta untuk membuka hati, karena Ia akan mengutus Roh Penghibur. Roh Kudus akan diutus Yesus untuk membimbing dan menguatkan mereka. Membuka diri pada Roh Kudus akan menuntun kita menjadi saksi-saksi-Nya.

Ngomong pelan namanya lirih.
Sakit perut rasanya sangat perih.
Jangan “inggih inggih ora kepanggih”.
Ndherek Gusti kudu wani nggetih.

Cawas, salam damai…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 16.05.21 / Minggu Komsos Sedunia / Yohanes 17: 11b-19

 

“Urip Kuwi Mung Mampir Ngombe”

IBARAT orang bepergian akan kembali ke rumah, atau seperti burung terbang, ia akan kembali ke sarangnya, demikianlah kita semua akan kembali kepada Sang Pencipta. Hidup ini seperti seorang muzafir yang sedang berziarah.

Dalam filosofi Jawa ada ungkapan, “Urip kuwi mung mampir ngombe.” Hidup itu laksana orang yang singgah untuk minum dari perjalanan yang panjang. Setelah selesai melepas dahaga, ia akan melanjutkan lagi peziarahannya menuju surga. Kematian adalah perjalanan lanjut menuju keabadian.

Itulah sebabnya mengapa di makam-makam raja Mesir kuno didapati banyak harta karun. Harta itu adalah bekal untuk perjalanan abadi mereka.

Hidup di dunia ini hanya sebentar. Alexander Agung mati dalam usia 32 tahun. Begitu pula Tutankhamun, firaun muda dari Mesir itu mati dalam usia belasan tahun. Mereka membawa berbagai harta untuk kehidupan “di sana.”

Yesus berdoa kepada Bapa-Nya bagi para murid, “Aku tidak meminta supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka dari yang jahat. Mereka bukan dari dunia, sama seperti Aku bukan dari dunia.”

Yesus akan segera kembali kepada Bapa. Ia mohon agar Bapa menjaga para murid dan orang-orang yang percaya karena pewartaan mereka.

Yesus akan bersatu kembali dengan Bapa di surga. Ia mengingatkan bahwa asal tujuan kita sesungguhnya adalah rumah Bapa di surga.

Oleh karena itu janganlah terlena dengan hal-hal duniawi. Dunia kita ini bukan tujuan sebenarnya. Kita hanya “mampir ngombe” atau singgah sebentar saja.

Bagaimana kita mesti menyikapinya? Kitab Kebijaksanaan 4:8-9 menjelaskan, “Dudu umur dawa sing njalari wong kajen keringan, dudu cacahing taun sing dadi ukuraning urip sejati, nanging kawicaksanaan iku umuring manungsa. Urip tanpa cacad iku jatining umur dawa.”

Hidup tak bercela itulah umur manusia yang sejati, bukan soal panjang pendeknya usia.

Sungguh sepi masa liburan lebaran.
Karena corona orang tidak berani pulang.
Mari mengisi hidup dengan kebaikan.
Niscaya umur kita akan diperpanjang.

Cawas, ayo gembira selalu…
Rm.Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 15.05.21 / Sabtu PaskahVI / Yohanes 16: 23b-28

 

Minta Saja, Tak Perlu Isyarat Segala

SEORANG anak yang sedang kost kalau akhir bulan akan minta kiriman uang kepada orangtuanya. Ia minta kepada bapak atau ibunya agar segera dikirim jatah bulanannya. Kalau tidak dikirim, dia akan susah karena persediaan kebutuhannya sudah habis.

Seorang istri sudah tahu apa keinginan suaminya. Kalau suaminya pulang kerja capek, istrinya akan membuatkan air panas untuk mandi, atau bikin teh atau kopi kesukaan suaminya.

Istri sudah tahu keinginan sang suami. Suami mengerlingkan mata atau membawa sesuatu kesukaannya, sang istri sudah tahu maksudnya. Ia menyediakan minyak urut langsung memijit suaminya. “Yahuuuudd…” kata suaminya senang seperti kata iklan.

Sang suami pun akan tahu kebutuhan istrinya. Jatah bulanannya tidak akan terlambat diberikan untuk mengelola seluruh keluarga. Maka penuhlah sukacita karena keluarga itu sangat tahu apa kebutuhan masing-masing.

Yesus berpesan kepada para murid-Nya saat akan berpisah dengan mereka, “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu minta kepada Bapa, akan diberikan-Nya kepadamu dalam nama-Ku. Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.”

Relasi Yesus dengan Bapa itu sangat istimewa. Bapa mengasihi Yesus dan sebaliknya Yesus setia pada kehendak Bapa.

Maka Ia mengajak para murid untuk menjalin relasi sebagaimana Ia mempunyai hubungan yang dekat dengan Bapa. Jika relasi akrab mesra demikian, maka apa pun yang kita minta, Bapa akan berikan.

Yesus berkata, “Mintalah maka kamu akan menerima, supaya penuhlah sukacitamu.” Bapa sungguh mengasihi kita, sebagaimana Bapa juga mengasihi Yesus, Putera-Nya.

Yesus menggunakan kiasan untuk menggambarkan Bapa kepada kita, karena kita belum bisa memahaminya secara sempurna.

Kalau kita sudah mengenal Bapa maka tidak perlu memakai kiasan, isyarat atau kode-kode layaknya suami istri. “Sebab Bapa sendiri mengasihi kamu,” kata Yesus.

Allah Bapa sudah tahu apa yang kita butuhkan. Ia akan memberi apa yang kita minta. Kita tidak perlu memakai kiasan, isyarat atau kode-kode untuk minta kepada-Nya.

Mari kita datang kepada-Nya, berdoa dan meminta kepada Bapa dalam nama Yesus Putera-Nya. Dia pasti akan memberikan kepada kita.

Daud menari riang gembira.
Untuk memikat si cantik Bersyeba.
Dengan isyarat kalau kita minta.
Bapa pasti sudah tahu segalanya.

Cawas, teruslah meminta….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr