“Inggih Inggih Ora Kepanggih”

LAIN ladang lain belalang, lain lubuk lain ikannya. Pepatah itu mau mengatakan bahwa tiap daerah mempunyai adat dan tradisi sendiri-sendiri. Tiap suku atau etnis mempunyai sikap hidup dan tata cara masing-masing. Kita bersyukur punya banyak adat dan tradisi yang beraneka macam. Nusantara sangat kaya budaya.

Adat Jawa mengutamakan harmoni atau keselarasan. Selalu diusahakan untuk tidak terjadi konflik secara terbuka. Seluruh perilaku dan tutur kata dijaga agar tidak muncul konfrontasi.

Salah satu contoh, memakai keris dalam tradisi Jawa selalu di belakang punggung. Kecuali Pangeran Diponegoro yang jelas-jelas menunjukkan sikap perlawanan terhadap penjajah Belanda.

Dalam bertutur kata, orang Jawa tidak mau menunjukkan perasaan langsung. Ia akan muter-muter dulu. Kalau disuruh makan misalnya, jawabnya iya iya iya, tetapi tidak segera mengambilnya.

Kadang malah berbohong, “kula sampun nedha wau.” Saya tadi sudah makan, padahal perutnya keroncongan melilit-lilit. Tidak mau berterus terang. Maka ada istilah “inggih, inggih ora kepanggih.”

Yesus berbicara terus terang, tidak lagi memakai kiasan. Yesus menjelaskan bahwa Ia berasal dari Bapa dan akan segera kembali kepada Bapa.

Ia mendoakan mereka agar menjaga persatuan dan persaudaraan. Yesus tahu bahwa para murid akan menghadapi masa sulit sepeninggal-Nya. Ia menguatkan mereka, “Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.”

Yesus berbicara secara terbuka bahwa Ia akan menderita sengsara, ditolak oleh tua-tua Bangsa Israel dan disalibkan. Para murid akan tercerai-berai, bahkan akan ada yang meninggalkan-Nya. Tetapi siapa yang percaya kepada-Nya akan beroleh damai sejahtera.

Para murid diminta untuk membuka hati, karena Ia akan mengutus Roh Penghibur. Roh Kudus akan diutus Yesus untuk membimbing dan menguatkan mereka. Membuka diri pada Roh Kudus akan menuntun kita menjadi saksi-saksi-Nya.

Ngomong pelan namanya lirih.
Sakit perut rasanya sangat perih.
Jangan “inggih inggih ora kepanggih”.
Ndherek Gusti kudu wani nggetih.

Cawas, salam damai…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr