by editor | Nov 5, 2019 | Renungan
KALAU kita mau memasukkan anak ke sekolah tertentu, pasti ada syarat-syaratnya. Misalnya; harus mengikuti aturan sekolah yang bersangkutan, menjaga nama baik sekolah, tidak boleh bolos, tidak boleh merokok atau narkoba, dan lain sebagainya.
Siswa harus mengikuti aturan sekolah dan berani meninggalkan hal-hal lain yang tidak berhubungan dengan sekolah. Kepentingan sekolah harus lebih diutamakan daripada hal-hal lainnya.
Bacaan Injil hari ini berbicara tentang syarat menjadi murid Yesus. “Jika seseorang datang kepadaKu dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, istrinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi muridKu. Barangsiapa tidak memanggul salibnya dan mengikuti Aku, ia tidak dapat menjadi muridKu.”
Kata “tidak membenci bapanya” harus dibaca dalam kasanah bahasa Semit di daerah Timur tengah. Maksudnya adalah melebihkan.
Yang mau ditekankan adalah bahwa siapa pun juga yang menjadi penghalang dari komitmen mau menjadi murid Yesus harus ditinggalkan.
Menjadi murid Yesus harus komit dan lebih memilih mengikutiNya daripada hal-hal lain. Jadi jangan dibaca mentah-mentah. Karena itu, kata “membenci” berarti “tidak terlalu memilih” untuk jadi muridNya.
Menjadi murid Yesus adalah suatu keputusan untuk berani total mengikutiNya. Karena ini adalah keputusan, maka harus dipertimbangkan masak-masak.
Keputusan ini harus didasari kebebasan dan kedewasaan pribadi. Tidak hanya ikut arus seperti bebek. Maka Yesus memberi dua perumpamaan untuk menjelaskan hal ini. Pertama tentang membangun rumah.
Orang yang mau membangun rumah tidak akan memulai jika ia tidak tahu total biayanya. Apakah dengan uang yang ada, ia bisa menyelesaikan proyek ini atau tidak. Jangan sampai nanti mangkrak seperti Hambalang.
Kedua, tentang raja yang mau maju berperang. Raja yang bodoh, jika mau maju perang tidak berhitung dulu semua kekuatannya.
Berapa prajurit yang disiapkan, berapa dana yang tersedia, alat perangnya mencukupi atau tidak. Kalau sekiranya persiapan tidak matang lebih baik jangan menantang perang.
Hal pokok yang diajarkan Yesus adalah jika mau mengikutiNya, pertimbangkan masak-masak, karena tuntutan menjadi muridNya mengharuskan orang total berkomitmen.
Orang harus berani meninggalkan segala-galanya agar Yesus juga menjadi segala-galanya. Orang harus berani mengutamakan Yesus di atas segala-galanya. Beranikah kita?
Harus makan banyak serat
Biar sehat jiwa raga
Ikut Yesus itu berat
Karena keselamatan itu jaminannya
Cawas, pada suatu malam.
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Nov 5, 2019 | Renungan
UMUM terjadi di berbagai paroki betapa sulitnya mencari pengurus dewan pastoral paroki, prodiakon atau perangkat-perangkat pelayanan pastoral.
Jika orang ditawari untuk menjadi pengurus dewan, ketua lingkungan atau prodiakon, jarang yang langsung menyatakan kesiap-sediaannya.
Ada banyak alasan untuk menolak. Ada orang muda berprestasi tetapi merasa tidak mampu dengan alasan sibuk pekerjaan. Ada orang yang trampil berorganisasi tetapi kalau diajak melayani di paroki bilang tidak punya waktu.
Ada orang yang berpengalaman tetapi usianya sudah tua. Ada keluarga yang potensial tetapi punya alasan anaknya masih kecil-kecil. Aneka macam alasan untuk menolak ikut dalam pelayanan di gereja.
Seandainya Tuhan itu menolak doa-doa dan tidak mau memberi berkat, lalu bagaimana ya? Hanya soalnya bagi Tuhan tidak ada alasan untuk tidak memberi berkat kepada kita.
Tuhan mengundang kita semua untuk ikut perjamuanNya. Tetapi orang-orang yang diundang itu tidak datang dengan berbagai alasan.
Ada yang baru membeli ladang dan dia sibuk mengurusnya. Yang lain berkata, “Aku baru membeli lima pasang lembu kebiri dan aku harus pergi mencobanya.”
Yang lain lagi punya alasan baru saja menikah sehingga tidak sempat datang ke undangan pesta. Perjamuan pesta yang sudah disiapkan itu terancam batal karena tidak ada yang mau datang.
Tuan yang punya “gawai” itu akhirnya memaksa untuk membawa orang cacat, lumpuh, buta, miskin dan yang lain untuk datang ke pesta.
Orang-orang “cacat” itulah yang ada di arena pesta. Tetapi bagaimana bisa menikmati pesta jika yang hadir adalah orang-orang cacat?
Bisa dibayangkan bagaimana permainan sepakbola bisa dinikmati jika yang ada di lapangan adalah orang lumpuh, buta, bisu, tuli dan cacat lainnya?
Tetapi yang mau disampaikan adalah Tuhan itu mengundang kita kepada keselamatan. Siapapun juga tanpa pandang bulu. Tuhan membebaskan para undangan entah menerima atau menolak.
Kalau menolak, mereka tidak masuk ke perjamuanNya. Tetapi jika menerima, mereka akan ikut bersama perjamuan Tuhan.
Semua tergantung dari kita sendiri. Mau menerima atau menolak. Mau selamat atau tidak. Silahkan anda memilihnya.
Menari gambyong hanya bertiga
Kurang serasi tidak sempurna
Tuhan selalu mengundang kita
Ikut serta dalam perjamuan pestaNya
Cawas, pagi yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Nov 4, 2019 | Renungan
PADA suatu kali saya diundang untuk memimpin misa syukur ulangtahun di sebuah panti asuhan.
Keluarga itu merayakan hari ulangtahun anaknya yang ke tujuh belas. Anak itu meminta sendiri kepada orangtuanya agar pesta diadakan di panti asuhan yang telah dia pilih.
Di panti itu ada banyak anak yatim piatu. Selain disiapkan kue tart, anak itu telah menyediakan juga hadiah-hadiah untuk semua penghuni panti.
Saya melihat orangtuanya terharu menitikkan airmata ketika melihat anaknya dengan sukacita melayani anak-anak yatim.
Ia lari sana lari sini melayani anak-anak yang duduk di kursi roda. Wajahnya berbinar melihat anak-anak panti ikut bersukacita pada hari istimewanya.
Ketika pesta usai, di mobil saya mendegar mamanya bertanya, “Nak mengapa kamu melakukan semua ini?” Anaknya menjawab bijaksana,
“Mah, kita ini sudah banyak berkat. Masih banyak anak-anak yang tidak beruntung seperti saya. Saya ingin mengajak mereka bahagia dengan membagi berkat itu.”
Mamanya memeluk anak itu dan sambil terisak berkata, “Engkau telah mengajari kami cinta yang luar biasa, anakku.”
Bacaan Injil hari ini mengajarkan kita untuk mencintai tanpa pamrih. Yesus berkata,
“Bila engkau mengadakan perjamuan siang atau malam, janganlah mengundang sahabat-sahabatmu, saudara-saudaramu, kaum keluargamu, atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula, dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi bila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang-orang miskin, cacat, lumpuh dan buta. Maka engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalas engkau. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.”
Mengajari cinta tanpa pamrih itu sulit. Tetapi bisa kita lakukan kepada anak-anak kita sejak kecil.
Kita ajari mereka untuk memberi kolekte di gereja. Kita ajari mereka memberi sedekah kepada orang miskin di jalan-jalan.
Kita ajari mereka membagi permainannya dengan teman. Kita ajak mereka berkunjung ke panti asuhan agar mereka bisa melihat ada banyak orang yang tidak seberuntung kita.
Tentu mereka juga harus melihat teladan dari orangtuanya. Orangtua tidak hanya mengajari tetapi juga harus memberi teladan dengan melaksanakan.
Yesus mengajarkan kepada kita untuk memberi tanpa mengharap balasannya. Biarlah Tuhan yang akan membalasnya.
Jika tangan kananmu memberi, janganlah diketahui oleh tangan kirimu. Pesan itu jelas mengatakan bahwa kebaikan itu biarlah tetap kebaikan tanpa menghitung untung dan rugi. Selama kebaikan diukur dengan untung rugi maka nilai kebaikan itu justru akan hilang.
Marilah belajar memberi tanpa mengharap balasannya. Dengan demikian keluhuran budi baik kita hanya Tuhan saja yang mengetahuinya.
Lari-lari ke tengah hutan
Bertemu dengan singa sang rajanya
Memberi tanpa mengharap balasan
Adalah keluhuran yang tak ternilai harganya.
Atmidirono suatu sore yang indah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Nov 2, 2019 | Renungan
Perjumpaan dengan pribadi Yesus itu mengubah seseorang. Bacaan Injil hari ini menggambarkan hal itu.
Sebelum berjumpa dengan Yesus, Zakheus digambarkan sebagai seorang pemungut cukai yang kaya. Ia menarik pajak, memungut uang rakyat.
Walaupun kaya ia punya handicap yakni badannya pendek. Selain itu banyak orang mencibir dia karena menjadi pemungut cukai, pengkianat bangsanya.
Orang banyak menggolongkannya dalam kelompok orang berdosa. Ia dijauhi dan disingkiri oleh masyarakat.
Setelah berjumpa dengan Yesus, Zakheus berubah. Ia menjadi pemurah, penderma dan menjadi manusia baru.
Yang tadinya pemungut sekarang menjadi pembagi. Yang tadinya memeras kini memberi silih. “Tuhan separuh dari milikku akan kuberikan kepada orang miskin, dan sekiranya ada yang kuperas dari seseorang akan kukembalikan empat kali lipat.” Yesus telah mengubah hatinya.
Yang penting kita ketahui bukan hanya itu, tetapi juga proses pertobatannya. Seorang Zakheus yang kaya itu dari segi materi pastilah tidak kekurangan suatu apapun.
Tetapi hatinya gundah gulana. Kekayaan tidak memberinya kedamaian. Kekayaan material tidak memuaskan batinnya. Ada sesuatu yang masih kurang.
Ingat pemuda kaya yang juga datang kepada Yesus ingin memperoleh hidup kekal? Zakheus pun masih penasaran ingin mencari jawaban atas kegundahannya.
Maka ketika Yesus masuk ke kota Yerikho, orang banyak berbondong-bondong datang menyambutNya. Mereka ingin menyentuh jubahNya. Mereka ingin disembuhkan.
Mereka ingin mendengar sabdaNya. Mereka ingin dijamahNya. Zakheus bertanya, “Orang apakah Yesus itu sedemikian banyak orang ingin menyambutNya.”
Ia tidak hanya berjalan santai, tetapi berlari menembus kerumunan orang banyak. Tetap tidak berhasil karena badannya pendek.
Ia tidak putus asa. Ia memanjat pohon ara tanpa sungkan-sungkan dan malu demi melihat siapakah Yesus itu.
Segala cara ditempuh demi memenuhi rasa penasarannya. Ketika Yesus lewat, secara tak terduka berhenti dan berkata,
“Zakheus segeralah turun! Hari ini Aku harus menumpang di rumahmu.” Zakheus terbelalak. “Ia menyapa namaku? Ia kenal namaku? Ia mau menumpang di rumahku?”
Yesus memakai kata “harus” menumpang di rumah Zakheus. Betapa bahagianya Zakheus. Ia langsung “mlorot” turun dari pohon dan langsung menjamu Yesus di rumahnya. Terjadilah pertobatan dalam perjumpaan di rumah Zakheus itu.
Lukas juga mau menekankan bahwa keselamatan Yesus itu terjadi pada hari ini. “Hari ini telah terjadi keselamatan atas rumah ini.”
Hari ini keselamatan terjadi kalau kita bisa menjadi Zakheus-Zakheus baru. Sabda Yesus itu tetap aktuil sampai sekarang. Sabda ini dibaca kapan pun tetap akan berkata hari ini.
Jika kita mau berubah seperti Zakheus, maka keselamatan itu juga akan terjadi pada hari ini. Maukah kita selamat hari ini? Tirulah Zakheus.
Ke Semarang membeli cumi
digoreng dengan tepung kanji
Keselamatan itu terjadi saat ini
saat kita mau saling berbagi.
Atmodirono suatu malam
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Nov 1, 2019 | Renungan
SAYA punya teman yang hobbynya melayat. Setiap kali ada kenalan, sahabat, saudara atau kerabat yang meninggal, dia selalu hadir ikut melayat.
Kadang dia juga ajak-ajak beberapa teman untuk ikut melayat. Saya iseng bertanya, “Kenapa kok sering hadir di tempat layat?” Dia menjawab, “Golek dalan padhang rom.” (Cari jalan ke surga romo).
Selain memberi penghormatan terakhir bagi yang wafat, melayat juga memberi hiburan dan dukungan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Saat kehilangan seperti itu dibutuhkan dukungan dan sapaan. Kehadiran kecil itu adalah perbuatan baik yang mendatangkan pahala.
Hari ini Gereja semesta berdoa untuk mengenangkan arwah semua orang beriman. Dalam Doa Syukur Agung ke II kita berdoa,
“Ingatlah pula akan saudara-saudara kami kaum beriman, yang telah meninggal dengan harapan akan bangkit lagi, dan akan semua orang yang telah berpulang dalam kerahimanMu. Terimalah mereka dalam cahaya wajahMu.”
Jadi dalam doa itu kita mendoakan orang-orang beriman dan semua orang yang telah berpulang.
Mereka baik yang beriman maupun semua orang yang tidak beriman, kita doakan arwahnya supaya diterima dalam kerahiman Tuhan.
Mereka yang meninggal mendadak karena kecelakaan, keguguran, mereka yang dibuang, tanpa nama, belum dibaptis, belum mengenal Tuhan, harus kita doakan. Mereka membutuhkan doa-doa kita agar diselamatkan Tuhan.
Mendoakan dan menghormati arwah yang sudah meninggal sudah menjadi tradisi di berbagai tempat. Di tugu Arch de Triumph, jantung kota Paris, ada api abadi yang terus menyala untuk menghormati dan mendoakan para pahlawan tak dikenal.
Tradisi ini sama juga kalau kita pergi ke kubur mendoakan arwah saudara-saudara kita. Di Jawa ada tradisi “nyadran”, ziarah kubur. Setiap bangsa punya tradisi mendoakan arwah-arwah leluhur yang sudah meninggal.
Dalam Injil Yesus menegaskan bahwa kedatanganNya adalah untuk melaksanakan kehendak Bapa yakni supaya dari semua yag telah diberikanNya kepada Yesus jangan ada yang hilang tetapi akan dibangkitkanNya pada akhir zaman.
Yesus datang menjadi jalan keselamatan. Orang-orang yang mati akan datang kepada Yesus untuk dibangkitkan. Hari ini kita berdoa agar mereka yang meninggal bisa datang kepada Sang Terang Sejati. Jangan sampai mereka tersesat menuju kegelapan kekal.
Di warung seafood makan kerang
Masih ditambah sepiring cumi-cumi
Terimalah arwah semua orang
Memasuki rumahMu yang abadi
Cawas, peringatan arwah orang beriman
Rm. A. Joko Purwanto Pr