by editor | Feb 29, 2020 | Renungan
Setan menggoda manusia agar jatuh dalam dosa. Setan itu sangat pandai. Mungkin dia juga lulusan S3. Apa yang ditawarkan setan bukan barang yang buruk, jelek, kawe-kawe, apkiran, atau second.
Setan itu ngerti banget merk-merk branded lho ya, jangan dikira. Tawaran setan adalah sesuatu yang bagus, indah, menarik, yang disukai manusia.
Setan membawa Hawa kepada buah yang ada di tengah taman, bukan di pinggiran. Buah pohon itu baik untuk dimakan, sedap dipandang dan menarik hati.
Bahkan setan mengatakan bahwa kalau Hawa mau makan buah itu akan menjadi seperti Allah. Poin pertama yang harus kita ingat, godaan itu selalu baik, menarik dan indah.
Poin kedua, dosa itu bersifat sosial, menular dan berkembang. Pada waktu kecil diawali dengan suka mencontek. Ketika dewasa sudah pandai mencuri.
Waktu kecil suka ambil uang di dompet ibu. Ketika besar bisa korupsi bermilyar-milyar. Hawa memetik buah itu, lalu memakannya.
Ia tidak mau menikmatinya sendiri dan diberikannya juga kepada suaminya. Tidak heranlah kita kalau ada korupsi berjamaah. Dosa itu bisa berkembang, beranak-pinak.
Poin ketiga adalah godaan itu sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan dasar manusia adalah makan minum. Maka setan menggoda Yesus lewat kebutuhan dasarnya.
Yesus lapar, maka Dia butuh roti. Setan meminta Yesus mengubah batu menjadi roti. Kebutuhan kedua adalah harga diri atau prestasi. Setan mengajak Yesus ke bubungan Bait Allah. Jatuh dari atap Bait Allah dan tidak terluka sedikit pun itu sebuah prestasi, penghargaan diri, dikagumi.
Kebutuhan ketiga adalah kekuasaan atau power. Setan mengajak Yesus naik ke sebuah gunung dan ditunjukkan seluruh kerajaan dunia. “Semua itu akan kuberikan kepadaMu, jika Engkau sujud menyembah aku.”
Menghadapi godaan-godaan itu, Yesus hanya mengandalkan Allah. Pertama adalah firman Allah. Kedua adalah kuasa Allah.
Jangan meragukan kuasa Allah dan ketiga setia berbakti kepada Allah. Mengandalkan firman Allah, percaya pada kuasa Allah dan setia berbakti kepada Allah itulah cara menghadapi godaan setan.
Mau berwisata ke Negeri Balkan.
Bekalnya sambal goreng dan mie instan.
Godaan setan itu sangat menggiurkan.
Tapi pada akhirnya akan menjerumuskan.
Cawas, Teguh berdiri di Sabar Menanti
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 28, 2020 | Renungan
BUKAN virus korona yang menakutkan, tetapi virus “ignorance” atau kedunguan publik itulah yang lebih menakutkan. Zaman sekarang orang tidak butuh kebenaran.
Kebenaran malah tidak dipercayai. Informasi instan penuh sensasi justru yang diterima, entah itu benar atau salah, hal itu tidak penting.
Contoh paling nyata viralnya pernyataan komisioner KPAI yang mengatakan bahwa perempuan bisa hamil saat berenang di kolam bersama laki-laki.
Pernyataan itu jelas tidak ada dasarnya, tetapi orang percaya. Ada lagi seorang ustad yang mengaku mantan pastor, lulusan S3 Vatikan.
Jelas itu bohong dan ngawur, tetapi orang percaya. Orang masa bodoh bahwa dia sedang dibodohi. Asal informasi itu dilempar ke jagad maya, orang meyakininya.
Dulu ada kasus Ratna Sarumpaet. Dokter Tompi yang ahli di bidangnya menjelaskan bahwa lebam di wajah Ratna itu bukan karena dipukuli orang tetapi bekas operasi plastik.
Orang tidak percaya pada ahli bedah kulit, tetapi lebih percaya pada politikus. Penyakit dungu, masa bodoh terhadap kebenaran itulah yang membahayakan sekarang.
Dalam Injil hari ini Yesus memanggil Lewi Mateus untuk mengikutinya. Lewi bersukacita karena boleh mengikutNya. Ia mengadakan pesta bersama para teman-temannya yakni pemungut cukai.
Tetapi hal itu membikin gusar para ahli Taurat. Yesus dituduh bergaul dengan orang-orang berdosa. Tetapi jawaban Yesus membungkam mulut mereka.
“Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa supaya mereka bertobat.”
Di zaman informasi digital ini banyak orang sakit masa bodoh atau dungu. Mereka tidak tahu mana yang benar mana yang salah, mana yang bohong mana yang benar, mana yang menipu mana yang tulus.
Penyakit masa bodoh dan dungu seperti ini membutuhkan tabib yang mumpuni. Yesus justru datang kepada orang-orang berdosa, agar mereka bertobat. Orang sakit didatanginya agar mereka bisa disembuhkan.
Yesus mau bergaul dengan para pemungut cukai, orang-orang “berdosa”, kaum tersingkir, supaya mereka bertobat kembali kepada Allah.
Mungkin kita juga sedang sakit dungu atau masa bodoh. Kalau kita asal ngeshare berita tanpa memfilter dulu apakah berita itu benar atau bohong. Kita juga membutuhkan pertobatan pribadi.
Hati-hati dengan investasi bodong
Yang bonusnya tiket wisata ke Oslo
Hati-hati dengan berita bohong
Jangan kita jadi orang bodo
Cawas, Ingat core of the core
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 27, 2020 | Renungan
NASEHAT PUASA dari Paus Fransiskus adalah Puasa mengeluarkan kata-kata yang menyerang dengan kata-kata yang manis dan lembut. Puasa kecewa atau tidak puas, dan penuhilah dirimu dengan rasa syukur.
Puasa marah, dan penuhilah dirimu dengan sikap taat dan sabar. Puasa pesimis, penuhilah dengan optimis. Puasa khawatir dan penuhilah dirimu dengan percaya pada Tuhan.
Puasa meratap/mengeluh dan nikmatilah hal-hal sederhana dalam kehidupan. Puasa stress dan penuhilah dirimu dengan doa. Puasa dari kesedihan dan kepahitan, penuhilah hatimu dengan sukacita.
Puasa egois dan gantilah dengan belarasa pada yang lain. Puasa dari sikap tidak bisa mengampuni dan balas dendam, gantilah dengan pendamaian dan pengampunan.
Puasa ngomong banyak dan penuhilah dirimu dengan keheningan dan siap sedia mendengarkan orang lain.
Hari ini dalam bacaan Injil, murid-murid Yohanes bertanya kepada Yesus tentang waktu puasa. “Mengapa kami dan orang Farisi berpuasa tetapi murid-muridMu tidak?”
Yesus menerangkan bahwa saat berpuasa itu adalah saat dimana tidak ada mempelai. Ketika mempelai diambil dari mereka maka saat itulah mereka berpuasa, prihatin.
Mempelai itu adalah Yesus sendiri. Ketika Yesus bersama dengan kita, kita bersukacita. Fokus utamanya adalah Yesus yang membawa keselamatan dan sukacita.
Kita perlu berpuasa ketika kita jauh dari Yesus. maka saat berpuasa itu tidak dibatasi oleh waktu. Kapan saja kita bisa berpuasa. Lebih-lebih ketika kita mengalami jauh dari Tuhan.
Hidup terasa kering dan hambar. Hidup dipenuhi dengan nafsu dan kepentingan diri pribadi. Hidup terasa “nggrangsang, ngoyo” dan egois.
Pada saat itulah kita membutuhkan waktu untuk berpuasa. Ketika kita merasa jauh dari Tuhan, disitulah kita perlu berpuasa.
Maka nasehat Paus Fransiskus di atas, bisa dilakukan kapan saja. Kita bisa berpuasa. Puasa itu bukan soal aturan atau kewajiban. Puasa itu soal niat kita untuk memperbaiki diri dan berbuat baik.
Waktu ini hanya sarana. Tujuan kita berpuasa adalah memperbaiki diri kita dalam relasi dengan Tuhan dan sesama.
Apa yang disampaikan Paus itu bisa kita buat tanpa harus menunggu waktu puasa. Kapan saja kita boleh berpuasa.justru di saat kita merasa jauh dari Tuhan, waktu itu kita butuh puasa.
Hari ini usiaku limapuluh lima
Seringkali lupa-lupa tanda bahwa sudah mulai tua
Mohon maaf saya mengirim dua puncta
Yang di awal tadi untuk renungan hari berikutnya
Cawas, hari ini penuh candatawa
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Feb 26, 2020 | Renungan
SETELAH permainan dadu selesai, Pandawa diusir dari negaranya dan harus hidup di hutan selama duabelas tahun.
Semua harta, tahta, wanita ludes habis dipertaruhkan dalam permainan. Pandawa dibuang dan harus menderita dalam pengembaraan, “dadi sudra sampali”.
Yang setia menemani mereka adalah Kunti sang ibu, dan Drupadi, istri Yudistira. Sebelum melepas mereka, Kresna bertanya kepada Drupadi, “Bagaimana rasamu harus mengikuti suami yang menderita dan dibuang di tengah hutan?”
Drupadi wanita yang lembut hati itu menjawab, “Cintaku tak sedikit pun berubah. Justru sekarang aku makin melihat Yudistira yang sesungguhnya. Kasihku tidak didasari pada harta, kuasa atau kedudukan seseorang. Aku akan mengikutinya sampai akhir, walau harus menderita sekali pun.”
Hari ini Yesus berkata, “Setiap orang yang mau mengikut Aku, harus menyangkal dirinya, memikul salibnya setiap hari dan mengikut Aku. Karena barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku, ia akan menyelamatkannya.”
Drupadi adalah perempuan yang sadar akan hal itu. Ia mengikuti suaminya meskipun harus menderita di hutan.
Cintanya kepada suami justru makin bersinar cemerlang ketika suaminya tidak lagi memiliki segalanya. Yudistira tidak punya kuasa dan kerajaan lagi.
Semuanya hilang musna saat kalah dalam permainan dadu dengan Kurawa. Ia dihina, diejek, dicemooh dan direndahkan oleh musuhnya.
Tetapi Drupadi tetap menerima Yudistira dan mengikutinya dalam penderitaan di hutan. Ia ikut memikul penderitaan suami tercinta.
Prasarat untuk menjadi murid Yesus ditentukan bukan untuk mengikuti Yesus yang telah bangkit, tetapi dari kesetiaan kita menyangkal diri dan memikul salib setiap hari.
Orang sering menegasikan salib Kristus. Yang dikejar adalah Kristus yang bangkit. Yang dicari adalah kesuksesan, kebangkitan, keberhasilan, kemewahan. Tetapi saat jatuh, ia menyalahkan Tuhan.
Teman sejati bukan orang yang mengerubungi kita saat sukses, berhasil, di puncak, kaya-raya. Teman sejati adalah mereka yang datang pertama kali dan menemani kita saat jatuh, terpuruk, menderita, susah dan tak jadi apa-apa.
Maukah kita mengikuti Yesus dengan memanggul salib kita setiap hari?
Membeli jagung rebus setelah misa.
Untuk sarapan di pagi hari.
Kalau kita mau menjadi muridNya.
Harus bisa memikul salib dan menyangkal diri.
Cawas, menghormati masa puasa tidak ada pesta.
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by gisel | Feb 26, 2020 | Artikel
Ada yang sedikit menarik dan berbeda pada misa natal pagi yang diselenggarakan di Gereja Santa Maria Assumpta Babarsari Yogyakarta, Rabu (25/12/2019). Misa yang dimulai pukul 07.30 ini, diwarnai dengan keceriaan koor anak-anak dari komunitas PIA & PIRA. Lagu pembuka yang mereka bawakan berjudul Hai mari berhimpun dengan penuh keceriaan dan sukacita. Tidak hanya koor, lektor dan pemazmur pun juga dibawakan oleh anak-anak. Bacaan pertama yang dibacakan oleh Markho Darmawan, pemazmur Marcellinus Janenino, dan bacaan kedua dibacakan oleh Theresia Afrianti.
Pada perayaan natal kali ini, umat katolik diajak untuk hidup sebagai sahabat bagi semua orang yang sekaligus menjadi tema natal kita pada tahun ini. Ada sedikit pernyataan yang disampaikan oleh Romo Yohanes Iswahyudi Pr. dalam kotbahnya. “Apabila kamu tidak seperti anak-anak, Kamu tidak bisa masuk Surga”. Pernyataan itu pun dengan mengaitkan tema natal kita pada tahun ini, yakni apabila kita memiliki persoalan dengan orang lain, janganlah berlarut-larut, jadilah sahabat bagi orang lain seperti anak kecil yang polos dan tidak memiliki dendam.
Setelah itu romo bertanya kepada anak-anak, “Apa yang tidak boleh dilakukan pada sahabatmu?” Dengan iming-iming hadiah kemudian anak-anak menjawab dari panti koor. “Berantem!” “Tidak boleh mukul!” “Tidak boleh menendang!”. Dengan berbagai jawaban polos dari anak-anak, membuat suasana misa lebih santai dan penuh gelak tawa dari umat.
Di akhir kotbahnya, romo kemudian memberikan beberapa kesimpulan tentang bagaimana Tuhan Yesus bersahabat dengan manusia. Yang pertama sebagai sahabat, kita harus saling mendukung sebagaimana Tuhan Yesus yang selalu mendukung kita di dalam situasi yang tidak mudah. Kemudian yang kedua di dalam persahabatan, kita harus saling memberi dan menerima karena, kita akan terhindar perpecahan sebagai penyebab runtuhnya persahabatan. Lalu yang ketiga, didalam persahabatan harus ada kebebabasan. Bersahabat kalau selalu ada paksaan atau selalu memaksakan kehendak kepada sahabat maka persahabatan tersebut dapat retak.
Lalu dalam poin ke empat romo menyampaikan bahwa dalam persahabatan, terdapat keunikan sehingga keunikan tersebut harus dihargai. Bahkan lewat keunikan itu, kita menjadi kaya sehingga bisa saling melengkapi dalam sebuah persahabatan. Lalu poin terakhir yang disampaikan oleh romo adalah, dalam sebuah persahabatan harus terdapat keterbukaan, disertai dengan sikap bisa dipercaya, agar dapat menciptakan persahabatan yang sehat.
Setelah romo selesai memberikan khotbahnya, umat kemudian melanjutkan perayaan ekaristi. Kemudian, misa ditutup dengan lagu Feliz Navidad dengan sangat meriah dan ceria oleh komunitas PIA dan PIRA. Selain itu, komunitas PIA dan PIRA juga membagikan bingkisan kecil kepada anak-anak yang mengikuti ekaristi di pintu keluar utama gereja.
Liputan : Yobel
Editor : Klara Ega