Puncta 22.02.20 / Pesta St. Maria Magdalena / Yohanes 20:1. 11-18

 

“Hati Wanita’

SINTA sangat terpesona oleh kijang kencana. Ia minta kepada Rama untuk menangkapnya. Kijang lari masuk ke hutan.

Perempuan kalau sudah punya kemauan, tak bisa dihalangi. Ia tidak tahu kalau kijang itu penjelmaan raksasa Kala Marica. Ia diperintah Dasamuka untuk memancing Rama menjauh dari istrinya.

Rama berpesan agar Laksamana menjaga Sinta. Rama mengejar kijang ke dalam hutan. Karena lama, Sinta meminta Laksamana menyusul kakaknya.

Adiknya itu tidak mau melanggar perintah kakaknya. Tetapi Sinta justru mencurigai Laksamana dan menuduhnya ingin memilikinya.

Perempuan kalau tidak dituruti mulai gelap mata, menuduh dan mencurigai. Laksamana yang tulus hati mengalami bimbang antara setia pada perintah kakaknya atau pergi meninggalkan Sinta.

Sebelum pergi, dia membuat lingkaran dengan “rajah kalacakra” untuk melindungi Sinta dari bahaya.

Lagi-lagi perempuan, kalau dah jatuh iba, tak lagi pakai logika. Dasamuka datang menjelma menjadi pengemis tua. Ia mengiba kepada Sinta. Sinta jatuh belaskasihan dan mengulurkan tangan keluar dari lingkaran.

Tangan Dasamuka menyahut dengan cepat dan menculik Sinta. Perempuan kadang tidak berpikir panjang. Belaskasihannya bisa menjadi petaka.

Hari ini Gereja memperingati Santa Maria Magdalena. Ia sangat dikasihi oleh Yesus. ketika Yesus mati, ia sangat sedih dan kehilangan. Ia menuju ke kubur untuk memburati jenasahNya.

Tetapi dia tidak menemukan jenasah Yesus. Ia kebingungan. Orang yang bingung tidak peduli dengan sekitarnya. Malaikat yang berbicara dengannya, tidak dianggapnya.

Bahkan ketika Yesus berdiri di dekatnya, Maria tidak mengenalinya. Ia tidak mengerti apa artinya bangkit dari mati. Yang dia tahu makam kosong. Jenasah-Nya tidak ada. Kemungkinan dicuri orang.

Ia menyangka orang di situ adalah penunggu taman. Orang yang bingung tidak bisa melihat dengan jernih. Seperti Sinta tidak melihat bahwa kijang itu adalah Kala Marica. Maria Magdalena tidak melihat sosok itu adalah Yesus, tetapi penunggu taman.

Orang yang bingung tidak berpikir panjang. Pikirannya sudah gelap. Seperti Sinta menuduh Laksamana menginginkannya. Maria Magdalena menuduh penjaga taman itu mengambil jenasah Tuhannya.

Ia tersentak, dan baru tersadar ketika Yesus menyapa secara personal dengan menyebut namanya, “Maria.” Sapaan intim dan khas itu menyadarkan Maria dan ia mengenali suara yang istimewa itu.

Apakah kita punya pengalaman istimewa dengan Tuhan sehingga kita akan mengenaliNya jika mengenang peristiwa istimewa itu?

Setiap orang disapa Tuhan secara pribadi dengan pengalaman yang unik. Di situlah kita mengenal Tuhan secara personal.

Saya punya guru playgrup.
Yang pandai mengajar matematika.
Hati kita jangan gugup.
Kalau Tuhan menyapa kita.

Cawas, lima CC=lima mili…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 21.07.20 / Matius 12:46-50 / “Dudu Sanak Dudu Kadang Yen Mati Melu Kelangan.”

 

SALAH satu film favoritku adalah Dances With Wolves yang dibintangi Kevin Costner. Letnan John Dunbar bertugas di pos perbatasan. Wilayah itu dihuni oleh Suku Indian Sioux.

Relasi mereka diawali dengan kecurigaan dan permusuhan. Namun perjumpaannya dengan perempuan suku Sioux, “Stand With First” membuat John Dunbar makin saling mengenal.

John boleh tinggal di tengah mereka. Stand With First menjadi penterjemah. Mereka menjadi sahabat dan John bahkan diterima sebagai keluarga.

Ketika Suku Pawnee yang kejam menyerbu Suku Sioux, John membantu mengalahkan Suku Pawnee. Hubungan mereka makin mendalam. John diterima sebagai warga suku.

Karena John menjadi warga Suku Sioux, dianggapnya dia berkianat oleh orang kulit putih. Maka tentara menyerbu pemukiman Sioux. John harus menentukan pilihan, kembali ke batalyon atau berjuang mempertahankan sukunya.

Ia memilih berjuang bersama Suku Sioux sampai habis. Banyak warga Sioux terbunuh. John dan istrinya Stand With First menyelamatkan diri.

Hari ini Yesus dihadapkan pada ibu dan saudara-saudarinya yang akan menemui Dia. Tetapi Yesus menjawab kepada orang banyak, “Siapakah ibu-Ku? Dan siapakah saudara-saudara-Ku?”

Dan sambil menunjuk ke arah murid-murid-Nya Dia berkata, “Inilah ibu-Ku, inilah saudara-saudara-Ku. Sebab siapa pun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku, dialah saudari-Ku, dialah ibu-Ku.”

Yesus memperluas relasi saudara bukan hanya berdasarkan hubungan darah, tetapi mereka yang melakukan kehendak Bapa di surga.

“Dudu sanak dudu kadang, yen mati melu kelangan,” artinya bukan sanak bukan saudara tetapi kalau mati ikut merasakan kehilangan.

Kendati bukan sanak bukan saudara, namun kalau kita berbuat baik melakukan kehendak Allah, mereka itu juga saudara-saudari kita. Kita juga merasakan kehilangan karena kebaikan dan ketulusan hatinya.

Seperti John Dunbar dengan Suku Sioux, awalnya mereka saling bermusuhan, curiga. Tetapi kemudian mereka berteman dan saling menerima bahkan kemudian saling mengasihi. Lalu John rela mengorbankan hidupnya demi menyelamatkan Sioux.

Bagi Yesus, mereka yang disebut saudara bukan hanya karena hubungan darah. Tetapi siapa pun yang melaksanakan kehendak Bapa-Nya, dia itu adalah saudara-Nya. Apakah kita mau melakukan kehendak Bapa di surga?

Bermekaran aneka bunga.
Tumbuh indah di taman doa.
Marilah kita menjadi saudara.
Jika kita melakukan kehendak Bapa.

Cawas, ngasi bunga….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 20.07.20 / Matius 12:38-42 / Tanda Atau Pralambang

 

Kalung emas sing ana gulumu
saiki wis malih dadi biru.
Luntur kaya tresnamu, luntur kaya atimu
saiki kowe lali karo aku.

Syair lagu Didi Kempot itu kira-kira artinya begini; Kalung emas yang ada di lehermu, sekarang sudah berubah jadi biru, luntur seperti cintamu, luntur seperti hatimu. Sekarang engkau sudah lupa sama aku.

Dari warna kalung yang sudah berubah warnanya itu, si pemberi mendapat perlambang bahwa cinta kekasihnya sudah luntur dan tidak tersisa lagi. Kini kekasihnya sudah melupakannya. Bisa jadi dia sudah berpaling dengan pria lain.

Kalung emas yang sudah berubah rupa itu memberi tanda kekasihnya meninggalkan dan melupakannya. Dia mengungkapkan perasaannya; “Lara atiku, atiku kelara-lara. Rasane nganti tembus neng dada. Nangisku iki merga kowe sing njalari. Kebangeten apa salahku iki?”

(Sakit hatiku, sungguh aku merasakan sakit sekali. Rasanya sampai tembus di dada. Tangisku ini akibat tingkah lakumu. Sungguh terlalu, apa salahku ini?) Kalung yang sudah berubah jadi biru itu tanda atau pralambang putusnya ikatan cinta.

Hari ini ahli-ahli Taurat dan orang Farisi berkata kepada Yesus, “Guru, kami ingin melihat suatu tanda dari pada-Mu.” Yesus mengajar dan memaklumkan bahwa Dia adalah Anak Manusia.

Gelar ini adalah gelar ilahi. Gelar ini sejajar dengan Mesias, Kristus, Putera Allah. Ia berkata,

“Angkatan yang jahat dan tidak setia ini menuntut suatu tanda. Tetapi kepada mereka tidak akan diberikan tanda selain tanda Nabi Yunus. Seperti Yunus tinggal di dalam perut ikan tiga hari tiga malam, demikian pula Anak Manusia akan tinggal di dalam rahim bumi tiga hari tiga malam.”

Mereka tidak mengerti apa yang dimaksudkan Yesus. baru setelah kebangkitan, para murid memahami maksud sabda Yesus ini. Kematian dan kebangkitan Yesus itulah tanda bahwa Dia adalah Anak Allah.

Tetapi ahli-ahli Taurat dan orag Farisi tidak mempercayai-Nya. Hanya orang yang punya kepekaan dan kedekatan relasi akan melihat tanda.

Suami istri yang sangat peka dan erat relasinya akan memahami tanda-tanda yang diberikan pasangannya. Kata-kata atau isyarat-isyarat kecil saja sudah mengungkapkan maksud hati mereka.

Maka kita diajak membangun relasi erat dan mesra dengan Yesus, agar kita mengerti tanda dan kehendak-Nya. Kita bisa peka apa kehendak Tuhan dan mampu melaksanakannya kalau ada relasi dekat dengan-Nya.

Relasi itu dapat kita bangun lewat doa-doa kita. Sejauh mana kita selalu mempunyai waktu untuk berdoa kepada Tuhan?

Siji loro telu papat.
Hasile nganti pirang-pirang kwadrat.
Jika kita punya relasi dekat.
Kita akan mudah menangkap isyarat.

Cawas, playgroup……
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 19.07.20 / Minggu Biasa XVI / Matius 13:24-43

“Musim Panen Tiba”

PADA saat ini sedang musim panen padi di Cawas. Gereja Cawas itu gereja mewah, artinya “mepet sawah.” Di samping tembok gereja Cawas terbentang sawah yang luas.

Saya bisa memandang dari atas teras dekat lonceng gereja. Mulai dari mengolah tanah, menyebar benih, menanam bibit dan menyiangi, memupuk dan memanen, semua dikerjakan para petani dengan tekun dan sabar.

Ketika mulai tumbuh besar, kelihatan antara padi dan “jawan” atau ilalang. Walaupun sudah disiangi, tetap ada yang tumbuh bersama. Padi yang bernas tumbuhnya merunduk ke bawah. Rumput ilalang tumbuh tegak menjulang ke atas. Ilalang akan dicabut, dibuang dan dibakar. Padi yang sudah digiling masuk ke lumbung.

Yesus memberi gambaran sederhana bagaimana Kerajaan Allah itu bisa dijelaskan. Kita ini adalah benih-benih yang ditabur di tengah dunia. Dunia adalah lahan dimana benih itu tumbuh.

Benih tumbuh bersama dengan ilalang. Ilalang adalah iblis yang menghalangi kita mengembangkan potensi diri. Iblis menggoda kita agar tidak menghasilkan buah yang baik.

Tuhan menabur benih baik. Tinggal bagaimana kita berkembang. Apakah menyerah oleh himpitan ilalang atau kita berjuang mengalahkan ilalang.

Tuhan akan membantu kita dengan menyiangi, memupuk dan memberi air cukup agar kita tetap tumbuh berkembang. Orang-orang di sekitar kita adalah pupuk dan air kehidupan yang memberi semangat bagi pertumbuhan kita. Mereka adalah orang-orang yang diutus Tuhan untuk mendukung kita.

Kita ini adalah benih-benih gandum, bukan ilalang. Maka hasilkanlah kebaikan, kerendahan hati, cinta kasih, pengampunan dan kemurahan hati sebagaimana Bapa murah hati.

Musim panen adalah hari akhir. Tuhan akan memilah-milah antara gandum dan ilalang. Gandum yang baik akan dimasukkan ke lumbung. Itulah gambaran Kerajaan Allah. Ilalang akan diikat dan dibakar. Itulah hukuman neraka.

Kalau kita tidak menghasilkan kebaikan kita akan dibuang dan dicampakkan. Marilah kita berjuang untuk menghasilkan buah yang baik bagi kehidupan.

Perjalanan panjang selalu diawali dengan langkah pertama. Mari kita membuat langkah yang benar. Tidak perlu membuat hal yang muluk-muluk, hebat dan sulit. Cukuplah melakukan kebaikan-kebaikan kecil di sekitar kita.

Naik gunung dengan susah payah.
Kalau sampai di puncak terasa senang.
Jadilah benih yang menghasilkan buah.
Jangan jadi ilalang yang akan dibuang.

Cawas, SOS pengin edamamae….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 18.07.20 / Matius 12:14-21 / Menjadi Bagian Dari Solusi

 

SEORANG pimpinan perusahaan memperhatikan bagaimana reaksi seseorang jika menghadapi sebuah hambatan atau rintangan. Ia memasang batu di tengah jalan. Ia memperhatikan bagimana orang yang lewat di situ.

Seorang pemuda naik sepeda motor. Ia menabrak batu itu dan jatuh terjerembab. Dia marah-marah dan menyalahkan orang yang memasang batu di situ. Pemuda yang lain naik sepeda. Ia tahu ada batu di tengah jalan. Ia menghindar dan melenggang.

Ada pemuda miskin yang berjalan melewati tempat itu. Ia melihat batu di tengah jalan. Ia mengangkat batu itu dan menyingkarkannya di tepi. Ia melihat ada kertas kecil di bawah batu.

Ia membaca tulisan di dalamnya, “Datanglah ke kantor saya. Anda akan mendapat pekerjaan yang layak karena anda telah melakukan tindakan kecil ini.”

Yesus tahu bahwa ada banyak orang bersekongkol untuk membunuh Dia. Ia menyingkir dari mereka. Tidak ada gunanya berhadapan langsung dengan orang-orang yang mau membunuh-Nya.

Kalau kekerasan dihadapi dengan kekerasan, maka seperti pemuda yang naik motor menabrakan diri ke batu. Hasilnya akan terjerembab jatuh.

Yesus menyingkir dari mereka dan banyak orang tetap mengikuti-Nya untuk disembuhkan. Apa yang dikatakan oleh Nabi Yesaya itulah kebaikan Allah.

Ia tidak akan berbantah dan tidak akan berteriak, suara-Nya tidak terdengar di jalan-jalan. Ia tidak akan melawan. Ia tetap menunjukkan belaskasihan kepada mereka yang memusuhi-Nya.

Ia tidak akan menghukum atau menjatuhkan pembalasan. Buluh yang patah terkulai tidak akan diputuskan-Nya, dan sumbu yang pudar nyalanya tidak akan dipadamkannya.

Ia tetap menunjukkan kasih-Nya dan membiarkan mereka tetap punya harga diri, berdiri tegak dan tetap menyala.

Ada tiga pola menghadapi masalah. “Antem krama” langsung tabrak urusan belakang. Kedua, menyingkir atau menghindari masalah. Ketiga, menyelesaikan dengan mencari solusi yang baik.

Bagi Yesus tidak berlaku istilah “antem krama”. Ia menyingkir lebih dahulu dan menemukan solusinya dengan tetap mengasihi dan menyembuhkan mereka. Ia tetap menghargai “buluh yang patah dan api yang hampir padam.”

Mari kita menghargai mereka yang hampir patah dan memberi semangat pada api yang hampir padam.

Mari kita menjadi bagian dari solusi agar buluh tidak patah dan api tidak padam.”Aik ce tokah, api ce padam” kata Pak Bosran.

Panas matahari begitu menyengat.
Menyiram rumput pada waktu malam.
Berilah asa bagi yang patah semangat.
Kobarkan gelora bagi yang mau padam.

Cawas, rumput hijau…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr