Renungan Harian

Puncta 08.03.22 || Selasa Prapaskah I || Matius 6: 7-15

 

Disindir Den Baguse Ngarsa

DALAM suatu pentas ketoprak di Pendopo SMKI Jogja, Den Baguse Ngarsa pernah “ngeledek” saya di atas panggung.

Dia bilang sama Kuriman, “Man, Aku ki cerak banget lho karo Romo Joko. Kerep diajak dhahar neng pastoran.

Nek caosan dhahare uenak, ingkung pitik sing gedhi kae, Romo Joko le sembahyang dawaaaa banget. Aku rak ya kiwah-kiwih selak pengin motheng-motheng pitike.
Lha kok dongane ora entek-entek.

Ning nek lawuhe ora ana ki, dongane mung gawe tanda salib karo muni Bapa, Putra, Roh Kudus. Amin ngono je.”

(Man, Aku nih akrab lho sama Rm. Joko. Sering diajak makan di pastoran. Kalau kiriman makan dari umat enak sekali, ayam goreng yang besar, Romo itu doanya puanjaaaangg sekali. Aku kan gak sabar pengin cepat ambil ayamnya. Lha kok doannya gak rampung-rampung.

Tapi kalau gak ada lauknya itu doanya cuma bikin tanda salib cepat-cepat bilang Bapa, Putera, Roh Kudus, gitu thok).

Itu cara Den Baguse Ngarsa ngelawak untuk menghibur umat yang menonton, sehingga mereka tertawa terpingkal-pingkal melihat komentar dan polah mereka di atas pentas.

Yesus tidak sedang “guyon” atau melawak saat mengajar murid-murid-Nya tentang bagaimana berdoa.

Yesus minta para murid untuk tidak meniru doanya orang yang tidak mengenal Allah. Mereka berdoa panjang-panjang bertele-tele.

Allah Bapa itu sudah mengetahui apa yang kita perlukan sebelum memintanya.

Inti doa yang pertama adalah memuji Allah. “Bapa kami yang ada di surga, dikuduskanlah nama-Mu. Datanglah Kerajaan-Mu. Jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di surga.”

Menghormati Allah dengan membiarkan kehendak-Nya terjadi di dalam kehidupan kita. Biarlah Allah merajai hidup kita sehingga Kerajaan-Nya hadir di tengah-tengah kita.

Menguduskan Allah berarti pusat kehidupan kita hanya Allah saja.

Kemudian baru memohon kebutuhan kita; rejeki pada hari ini dan relasi yang baik dengan sesama. Relasi yang baik itu ditandai dengan saling mengampuni satu sama lain.

Kalau kita minta diampuni, maka kita pun harus berani mengampuni sesama.

Apa yang kita lakukan di dunia ini adalah cermin kehidupan kita kelak. Kalau di dunia kita mau mengampuni, nanti di surga Bapa juga akan mengampuni.

Kalau kita mau memberi makan kepada yang lapar, minum bagi yang haus, pakaian untuk mereka yang telanjang, mengunjungi mereka yang sakit dan melawat yang di penjara, maka Allah akan menggantinya dengan berkah.

Doa Bapa Kami adalah doa wasiat Yesus. Doa yang sempurna bagi keperluan kita.

Jika kita mengalami kesulitan berdoa, doa Yesus itu sudah merangkum semuanya.

Tidak usah bertele-tele, karena Allah mengetahui isi hati kita.

Tamansari dihiasi bunga mawar merah,
Dipandang kelihatan indah dan asri.
Orang yang tidak mengenal siapa Allah,
Berdoa tak henti dari pagi sampai malam hari.

Cawas, Kuduskanlah nama-Mu….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 07.03.22 || Senin Prapaskah I || Matius 25: 31-46

 

Pergolakan Karna di antara Pandawa dan Kurawa.

SETELAH menjadi duta Pandawa, Krisna memastikan bahwa perang Baratayuda pasti terjadi. Kurawa ngotot tidak mau memberikan Hastina kepada para Pandawa.

Krisna kemudian membujuk Karna untuk bergabung dengan para Pandawa, karena mereka adalah saudara satu rahim dari Dewi Kunti.

Namun Karna tidak mau kembali ke Pandawa. Dia memilih berpihak pada Kurawa yang jahat.

Bukan karena dia membela kejahatan, tetapi untuk “memprovokasi” agar Kurawa berani perang. Kalau tidak ada Karna, Kurawa takut menghadapi Pandawa.

“Kejahatan hanya bisa musnah dari bumi jika si jahat itu dikalahkan. Kurawa tidak akan musnah kalau tidak ada yang “ngurub-urubi.”

Saya akan memanas-manasi Kurawa agar mereka mau maju perang. Dengan cara ini mereka akan bisa ditumpas.” Demikian tekad Karna tetap berada di pihak Kurawa.

Kehidupan ini dibedakan menjadi benar dan salah, baik dan buruk, Pandawa dan Kurawa, domba dan kambing.

Pada akhir zaman, Yesus akan datang untuk mengadili perbuatan kita. Ia memberi gambaran seperti seorang gembala memisahkan domba di sebelah kanan dan kambing di sebelah kiri.

Domba akan dianugerahi kehidupan, sedang kambing akan diberi hukuman kekal.

Domba melakukan kebaikan, sedangkan kambing dinilai tidak menghasilkan kebaikan.

Kepada domba-domba Yesus berkata, “Apa saja yang kamu lakukan terhadap saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.”

Sedangkan kepada kambing-kambing, Dia berkata, “Segala sesuatu yang tidak kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu tidak melakukannya juga untuk Aku.”

Seperti dalam wayang, kehidupan dibagi menjadi dua; kebaikan yang diwakili para Pandawa. Mereka melakukan kebajikan sebagai darma seorang ksatria.

Di sisi lain para Kurawa menggambarkan kajahatan; iri dengki, angkara murka, keserakahan, nafsu duniawi.

Namun kedua sisi kehidupan itu saling berhimpitan, tidak bisa dipisahkan, seperti dua sisi dalam sekeping mata uang.

Kalau tidak ada Kurawa, apalah artinya Pandawa. Pandawa disebut kebaikan karena ada yang tidak baik. Kurawa dinilai jahat karena ada kebaikan di pihak Pandawa.

Setelah Kurawa musnah, panggung dunia tidak ada ceritanya lagi. Pandawa hilang muksa.

Dimana pun kita berada, kita harus bertanggungjawab. Mau di pihak Pandawa atau seperti Karna dipihak Kurawa, ia berani mempertanggungjawabkan keputusannya.

Pada saatnya, Kristus akan menuntut pertanggungjawaban kita. Orang-orang jahat akan masuk ke dalam siksaan kekal, tetapi orang benar masuk ke dalam hidup yang kekal.

Di pihak yang mana kita menorehkan kehidupan kita?

Menonton wayang ada di dekat gamelan,
Sindennya cantik-cantik merdu suaranya.
Setiap orang diminta pertanggungjawaban,
Dari perbuatan baik bagi yang kecil dan hina.

Cawas, berbagi untuk yang kecil dan hina….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 06.03.22 || Minggu Prapaskah I || Lukas 4 :1-13

 

Begawan Ciptaning

ARJUNA melakukan tapabrata dalam Gua Mintaraga di Gunung Indrakila. Ia mengganti nama menjadi Begawan Ciptaning.

Ia digoda oleh tujuh bidadari cantik dari Kahyangan. Dengan kemolekannya mereka mencoba menggagalkan niat Sang Begawan. Namun mereka tidak berhasil dan dihukum menjadi tujuh warna pelangi.

Godaan kedua datang seorang tua renta jelmaan Batara Indra. Ia menguji batin Ciptaning dengan pertanyaan, “Apa gunanya tapa brata jika hanya mencari keindahan dunia, sekedar mencari kebutuhan pribadi dan keluarga?”

Ciptaning menjawab, “Tapa brataku bukan untuk mencari keindahan dunia, tetapi untuk mengukuhkan darmaku sebagai ksatria yang harus membela kebenaran. Aku bertapa bukan untuk kepentingan pribadi, tetapi mencari jalan kebenaran di tengah masyarakat.”

Godaan ketiga adalah “Celeng” atau babi hutan jelmaan raksasa Mamang Murka. Celeng itu dapat dibunuh oleh dua ksatria yang juga mau mengganggu Arjuna.

Dua ksatria itu takhluk di hadapan Arjuna, dan mereka menjelma menjadi Batara Guru dan Batara Narada. Arjuna atau Begawan Ciptaning diberi hadiah panah Pasopati.

Pasopati berarti paso dan pati. Paso atau phasu artinya hewan. Pati artinya mati. Jadi Pasopati bermakna nafsu hewani yang telah mati di dalam jiwa manusia.

Dengan Pasopati, Arjuna berhasil mengalahkan angkara murka dan menegakkan kebenaran di dunia sebagai ksatria.

Setelah dibaptis, Yesus dibawa oleh Roh Kudus ke padang gurun. Selama empatpuluh hari Dia berpuasa dan dicobai iblis.

Godaan pertama berupa kenikmatan inderawi. Soal makan minum kebutuhan dasar manusia.

Godaan kedua soal kekuasaan. Iblis berkata, “Segala kuasa itu serta kemuliaannya akan kuberikan kepada-Mu.”

Godaan ketiga soal prestasi, harga diri. Namun semua godaan itu ditolak tegas oleh Yesus.

“Hanya kepada Allah saja, engkau harus berbakti.”

Setelah mengalahkan iblis, Yesus berkarya mewartakan kebenaran Kerajaan Allah di dunia.

Masa Prapaskah ini bisa juga diartikan sebagai masa bertapa. Ada banyak godaan yang berusaha menggagalkan puasa kita.

Namun jika kita teguh seperti Yesus, kita akan mempunyai daya untuk mengalahkan nafsu-nafsu duniawi.

Mari kita setia mengikuti Yesus, Guru dan Junjungan kita.

Kalau kamu jalan-jalan ke Mandalika,
Jangan lupa mengajak saya sama dia.
Ada banyak godaan menghadang kita.
Jangan terkecoh bujuk rayuan manisnya.

Cawas, rayuan menggoda….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 05.03.22 || Sabtu Sesudah Rabu Abu || Lukas 5: 27-32

 

Kupu-Kupu Malam

WAKTU masih menjadi frater, saya pernah dipanggil Romo Rektor karena sering pergi ke Stasiun Tugu pada waktu malam. Saya tidak sendirian, tetapi bersama dengan frater dari tingkat lain.

Waktu itu intinya saya dicurigai bertindak indisiplin dan suka keluyuran. Romo Rektor bertanya, “Ngapain kamu bergaul dengan mereka?”

“Kami dapat tugas observasi untuk mata kuliah teologi sosial, Romo. Kelompok kami memilih kaum marginal yang terpinggirkan yakni WTS dan perempuan malam.” Saya menjelaskan.

Kami sering keliling ke tempat-tempat mereka mangkal. Ada tempat-tempat tertentu yang dipakai untuk transaksi mereka.

Saya kunjungi tempat-tempat mangkal mereka itu sekadar bisa ngobrol dengan mereka. Sekarang tempat-tempat itu sudah bersih semua karena penataan kawasan.

Saya malah bisa cerita banyak kepada Romo Rektor, “Kasihan kehidupan mereka itu. Sepanjang malam nongkrong, kadang ada yang mengajak, kadang sepi tak ada penghasilan. Kalau yang ajak lelaki dompet tebal kadang dibawa ke hotel di sekitar Tugu. Kalau cuma dompet tipis ya hanya di gubug pinggir rel.”

“Kamu tergoda gak dengan mereka, cantik-cantik kan?” Romo Rektor memancing saya.

Saya pernah ditanya salah satu dari mereka. “Mas ini ganteng lho gak kepingin? Mau gak? Nanti tak service gratis deh.”

Saya menolak dengan halus, jangan menyinggung perasaannya. Jangan sampai dia tahu kalau saya mahasiswa yang lagi observasi, mereka akan lari. Rugi ngladeni orang ngobrol tidak ada duitnya.

“Mas-e impoten ya kok gak tertarik?” Matanya berkedip sambil menyulut rokoknya.

Saya mendapat pelajaran banyak dari mereka. Kalau belum menyelami kehidupan mereka, kita sering menghakimi dan memberi cap negatif.

Kita mudah menggolongkan mereka sebagai orang bejat, kotor, berdosa, harus dijauhi.

Saya jadi ingat lagu “Kupu-Kupu Malam” yang dinyanyikan Titiek Puspa. The Mercy’s juga menulis lagu “Kisah Seorang Pramuria.”

Dalam Injil hari ini, orang-orang Farisi dan ahli-ahli Taurat bersungut-sungut melihat Yesus makan bersama Lewi dan para pemungut cukai.

“Mengapa kamu makan dan minum bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”

Yesus dengan tegas berkata, “Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit. Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, tetapi orang berdosa, supaya mereka bertobat.”

Yesus bergaul dan hidup dengan mereka. Ia mengerti dan menghargai Lewi dan teman-temannya. Ia menerima mereka dan membawa ke jalan yang benar.

Yesus datang untuk pertobatan. Ia mengubah orang sakit menjadi sembuh, orang berdosa jadi bertobat.

Lewi bersyukur karena dia diselamatkan oleh Yesus. Ia meninggalkan meja cukai dan mengikuti Yesus. Ia menjadi manusia baru.

Yesus juga memanggil kita. Masa Prapaskah ini adalah masa Tuhan mengajak kita membangun pertobatan.

Mari kita meninggalkan menu dosa yang ada di atas meja kita, dan makan dari meja perjamuan Tuhan.

Bunga anggrek ditanam di dekat mawar,
Tumbuh bersama di lahan yang sempit.
Kalau kita menganggap diri paling benar.
Bisa jadi kitalah orang yang sedang sakit.

Cawas, marilah berbenah….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 04.03.22 || Jumat Sesudah Rabu Abu, Hari Pantang || Matius 9: 14-15

 

Prapaskah dan Nyepi

KEMARIN umat Hindu Bali merayakan Hari Raya Nyepi. Hari Raya Nyepi merupakan perayaan Tahun Baru Hindu berdasarkan Kalender Saka.

Tidak seperti perayaan tahun baru Masehi yang hingar bingar, perayaan ini dimulai dengan menyepi. Tidak ada kegiatan apa pun, karena semua orang melakukan “catur brata” yaitu amati geni, amati karya, amati lelungan dan amati lelanguan.

Amati geni berarti tidak menyalakan api atau lampu selama 24 jam. Amati karya berarti tidak melakukan aktivitas kerja. Semua orang tinggal di dalam rumah.

Amati lelungan berarti tidak bepergian. Bandara Ngurah Rai tidak ada aktivitas selama Nyepi. Amati lelanguan artinya tidak menikmati hiburan. Tidak ada bunyi musik atau tetabuhan. Hari itu sunyi senyap. Dunia terasa mati.

Setiap agama punya tradisi puasa. Dalam Islam ada bulan Ramadhan. Di Katolik ada masa Prapaskah, masa pertobatan.

Dalam tradisi Jawa juga ada macam-macam puasa yang bisa dilakukan sesuai dengan maksud dan tujuan kita, misalnya puasa ngebleng, puasa ngrowod, puasa mutih, puasa pati geni.

Ada juga istilah “tapa ngrame.” Tradisi itu dimaksudkan untuk menyucikan diri, membersihkan dari segala nafsu dan mendekatkan diri pada Tuhan.

Dalam tradisi Yahudi juga ada waktu puasa. Maka murid-murid Yohanes menanyakan kepada Yesus, mengapa murid-murid-Mu tidak berpuasa.

Bagi Yesus puasa tidak hanya sebuah ritual demi melakukan aturan agama. Puasa adalah saat dimana ada jarak antara manusia dengan Allah.

“Dapatkah sahabat mempelai laki-laki berdukacita selama mempelai itu bersama mereka? Tetapi waktunya akan datang mempelai itu diambil dari mereka,dan pada waktu itulah mereka akan berpuasa.”

Saat mempelai yakni Yesus tidak bersama mereka, itulah waktu untuk berpuasa.

Puasa adalah masa pengharapan akan kedatangan Yesus yang kedua kalinya.

Puasa itu tidak hanya tidak makan minum, tetapi puasa juga bisa dilakukan dengan beramal kasih dan banyak berdoa.

Seperti umat Hindu, membuka tahun baru dengan “Nyepi,” mereka berusaha menyucikan diri pribadi dan alam semesta.

Kalau kita menghargai alam, pasti semesta juga akan memberi berkah pada kita.

Segala sesuatu yang diawali dengan niat baik, suci, bersih, maka hasilnya juga akan baik.

Kita juga berharap puasa kita tidak hanya rutinitas tahunan belaka. Tetapi sungguh-sungguh membawa perubahan dari dalam.

Ada pertobatan batin yang mewujud dalam tindakan kebaikan bersama.

Semoga puasa kita tidak hanya untuk pertobatan diri, tetapi juga berguna bagi kehidupan sesama. Aksi Puasa Pembangunan menjadi bermakna sosial.

Naik sampan menyusuri sungai,
Berhenti sejenak di sebuah dermaga.
Puasa bikin hati menjadi damai,
Makin mengasihi Tuhan dan sesama.

Cawas, mawas diri sendiri….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Renungan Mingguan

The playlist identified with the request's playlistId parameter cannot be found.