Puncta 12.03.20 Lukas 16:19-31 / Arnold Schwarzenegger : “How Times Change”

 

DIA adalah gubernur California pada waktu itu dan bintang film terkenal di Hollywood. Ketika menjadi gubernur, dia meresmikan hotel yang di depannya ada patung dirinya.

Pihak hotel menyampaikan pesan ke Arnold, “Setiap saat anda boleh datang dan ada kamar untuk Anda yang selalu tersedia”.

Namun ketika Arnold sudah tidak menjabat gubernur lagi dan datang ke hotel tersebut, pihak hotel menolaknya dengan alasan bahwa kamar hotel sudah penuh.

Arnold menulis di statusnya; “How Times Change.” Lalu secara demontratif dia tidur di bawah patung dirinya dengan beralaskan sleeping bag.

Arnold memberi pesan kepada kalayak; ketika kamu kuasa, kaya raya, terkenal disanjung dan dipuji, kamu bisa mendapatkan apa saja di dunia ini. Namun ketika tidak punya posisi, kuasa, harta, tak akan ada penghargaan lagi. How times change.

Yesus memberi gambaran tentang orang kaya dan Lazarus. Yang jadi masalah adalah orang kaya itu tidak berbuat apa-apa dengan kekayaannya ketika ada Lazarus yang kelaparan di dekatnya.

Kekayaannya hanya untuk dirinya sendiri. Betapa kita melihat dan merasakan bahwa kekayaan di dunia ini hanya dinikmati oleh segelintir orang. Sementara banyak orang miskin tidak mendapat bagian apa-apa.

Orang kaya itu menciptakan neraka bagi dirinya sendiri. Orang kaya itu sebetulnya berhati miskin karena dia tidak berusaha memberi dari yang dimilikinya.

Yesus pernah memuji janda miskin karena dia memberi dari apa yang dimilikinya. Janda itu berhati kaya. Orang kaya juga bisa masuk surga kalau dia mau membantu si miskin.

Jangan percaya dan mengandalkan kekayaan, kekuasaan, popularitas. Itu semua sementara saja. How times change. Waktu cepat berubah.

Maka selagi anda punya, berbuatlah baik kepada orang miskin, yatim piatu, lansia, tuna wisma. Di dunia akherat nanti tidak ada waktu lagi.

Selagi kita masih bisa berbuat baik bagi orang lain, inilah kesempatannya. Tuhan tidak menciptakan neraka. Neraka kita buat sendiri ketika kita tidak menolong sesama.

Di pihak Lazarus, ternyata segala penderitaan itu bisa mendatangkan penghiburan di alam kekal. Ketika kita tetap setia dan percaya saat mengalami penderitaan, buahnya di zaman akhir adalah penghiburan.

Bagi yang sedang terpuruk,tidak usah putus asa, karena di situ pun kita beroleh kesempatan untuk menjadi sabar, rendah hati, setia, dan tetap percaya. Yang akhirnya bisa membawa kita ke surga.

Betapa syahdu menikmati senja.
Mentari tenggelam di Pantai Kuta.
Harta dunia ini hanya sementara sifatnya.
Gunakanlah untuk membantu sesama.

Cawas, Perjalanan panjang ini.
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 11.03.20 Matius 20:17-28 / Semar, Sang Abdi Setia

 

SANGHYANG Tunggal mempunyai tiga anak yakni Sanghyang Antaga, Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Manikmaya.

Mereka dicipta dari sebutir telur. Kulitnya menjadi Antaga atau Togog. Putihnya menjadi Ismaya atau Semar dan kuningnya menjadi Manikmaya atau Batara Guru.

Mereka berebut ingin menguasai Kahyangan. Maka diadakan perlombaan. Siapa yang bisa menelan gunung dan mengeluarkannya maka dia yang menang.

Antaga berusaha menelan tapi gagal. Maka mulut Togog lebar matanya melotot mehanan sakit. Ismaya berhasil menelan tetapi tidak bisa mengeluarkan.

Maka perutnya besar dan matanya berair manahan beban. Manikmaya berhasil menelan dan mengeluarkannya. Dia diberi kuasa memerintah Kahyangan.

Antaga dan Ismaya menjelma menjadi punakawan para ksatria di dunia. Puna artinya paham, mengerti, mengenal dan tahu segala sesuatu.

Kawan artinya sahabat. Punakawan berarti sahabat yang mengetahui dan mengenal, mampu menolong dan memberi nasehat dalam suka dan duka.

Punakawan juga disebut “Batur” pangembating catur, artinya teman diskusi, tempat bertanya dan mencari solusi. Punakawan menjadi abdi setia bagi tuannya dan para ksatria.

Yesus berkata tentang misiNya ke Yerusalem yakni memanggul salib, dihukum oleh para tua-tua dan harus menderita dan mati.

Tetapi para murid justru berebut tentang siapa yang akan ikut berkuasa. Ibu Zebedeus sudah meminta untuk posisi anak-anaknya. Satu di sebelah kanan, satu lagi di sebelah kiri. Mereka ingin berkuasa.

Tetapi Yesus memberi syarat, yakni harus bisa minum cawan seperti yang diminum Yesus. artinya mau menderita mati seperti Yesus.

Seperti Togog, Semar dan Batara Guru yang harus berlomba, demikian pun mereka harus memenuhi persyaratan Yesus.

Para murid yang lain marah karena mungkin mereka tidak kebagian kuasa. Dalam situasi kacau rebutan kekuasaan itu,

Yesus memberi pengajaran kepada murid-muridNya. “Barangsiapa ingin menjadi besar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu. Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani , dan untuk memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang.”

Sekali lagi kualitas pribadi terletak dalam pelayanan dan pengabdian, bukan pada jabatan, status atau kekuasaan apalagi materi atau kekayaan.

Semar walaupun badan dan mukanya jelek, orangnya miskin tetapi dihormati oleh semua ksatria di bumi. Dialah abdi yang setia bagi siapapun. Maukah kita menjadi abdi?

Di teras rumah menikmati kopi di saat senja.
Ditemani tahu pong dan buah mangga.
Barangsiapa ingin menjadi besar dan terkemuka.
Hendaklah ia mau menjadi pelayan dan hamba.

Cawas, di sebuah gelap malam
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 10.03.20 Matius 23:1-12 / GURU, “Digugu lan Ditiru”

 

Hakekatnya menjadi guru adalah diteladani. Dedikasi dan pengorbanannya pantas dihargai karena dilakukan dengan tulus demi masa depan murid-muridnya.

Banyak guru yang harus berkorban demi murid-muridnya. Kendati masih harus menghidupi keluarganya karena gajinya sedikit, namun para guru tidak menyerah.

Walau sarana dan prasarana mengajar sangat minim, namun mereka tetap kreatif. Walau gedung sekolah hampir roboh, namun semangat mereka tetap teguh berdiri.

Di pundak para guru, nasib bangsa ini dipercayakan. Ada banyak guru yang jujur, tidak korupsi. Ada banyak guru yang miskin hidupnya, tidak berkelimpahan.

Ada banyak guru yang disiplin kerjanya, tidak seperti anggota Dewan yang digaji tinggi tetapi sering mangkir.

Masih ada pribadi-pribadi guru teladan, yang bisa “digugu lan ditiru.” Mereka itulah Pahlawan tanpa tanda jasa.

Berlawanan dengan ahli-ahli Taurat dan kaum Farisi, Yesus mengingatkan murid-muridNya untuk tidak mencontoh atau meneladan mereka.

Mereka mengajarkan tetapi tidak melakukannya. Mereka meletakkan beban yang berat di pundak orang tetapi mereka sendiri tidak menyentuhnya.

Mereka suka pamer dan minta dihormati. Mereka ingin dilihat orang. suka memakai asesoris sembahyang dan jumbai yang panjang, biar dilihat saleh dan suci.

Suka berada di tempat-tempat terhormat di dalam perjamuan atau di rumah ibadat. Mereka itu “ora bisa digugu lan ditiru.” (Mereka tidak bisa dicontoh dan diteladani).

Spiritualitas kepemimpinan yang diajarkan Yesus adalah pelayanan. Jangan suka disebut Rabi. Jangan suka disebut pemimpin. Karena semua itu adalah status atau jabatan saja.

Yang penting bukan statusnya, tetapi karya nyata dari jabatan itu yakni pelayanan. Maka Yesus menghendaki agar kita tidak mencari kedudukan, popularitas, jabatan atau kehormatan.

Pelayanan, kejujuran dan dedikasilah yang membuat kita dihargai. Merendahkan diri menjadi pelayan itulah yang akan diapresiasi. Yesus mengajarkan kepada kita untuk merendahkan diri, mau menjadi pelayan bagi yang lain.

“Barangsiapa meninggikan diri akan direndahkan, dan barangsiapa merendahkan diri akan ditinggikan.”

Maukah kita melayani sesama kita? Maukah kita mengutamakan orang lain?

Gelap malam karena listrik mati.
Tersandung barang di kamar mandi.
Kalau kita mau merendahkan diri.
Banyak orang akan memberi apresiasi.

Cawas, Menatap Gondang Tower
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 09.03.20 Lukas 6:36-38 / Murah Hati

 

DALAM awal pertunjukan wayang ki dalang menggambarkan raja yang memimpin kerajaan dengan sifat-sifat baik dan bijaksana.

Sifat raja itu diterangkan oleh dalang dengan sebutan; “Remen hageganjar kawula, misuda kang sepi ing pamrih. Paring payung wong kodanan. Paring tudhung wong kepanasan. Paring boga wong kaluwen. Paring toya wong kasatan. Paring teken wong kalunyon. Maluyakaken wong sakit lan akarya sukaning wong prihatin.”

Raja yang murah hati itu suka memberi ganjaran kepada rakyat dan memberi penghargaan kepada mereka yang berkarya tanpa pamrih. Memberi payung bagi yang kehujanan. Memberi pelindung bagi yang kepanasan. Memberi makan bagi yang kelaparan. Memberi minum bagi yang kehausan. Memberi tongkat bagi mereka yang berjalan di tempat licin. Menyembuhkan orang sakit dan memberi kegembiraan bagi mereka yang sedang prihatin.

Belum lama viral di media sosial, seorang ibu yang punya toko, bernama Susana di Teluk Gong Jakarta Utara yang menolak menjual masker dengan harga mahal.

Dia bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan karena orang memburu masker. Tetapi dia tidak mau mencari untung di atas penderitaan orang lain.

Ibu Susana itu seorang yang bijak dan murah hati, karena dia lebih mementingkan orang miskin yang lebih memerlukan masker daripada orang kaya yang ingin menimbun untuk dirinya sendiri.

Dalam bacaan Injil hari ini Yesus mengajak murid-muridNya, “Hendaklah kamu murah hati, sebagaimana Bapamu adalah murah hati.”

Kemurahan hati itu dalam bahasa Latin adalah Humilitate. Kata ini berasal dari akar kata “Humus” yang artinya tanah yang subur. Tanah yang subur itu memberi hidup banyak tanaman.

Begitu pun orang yang murah hati. Kemurahan hati memberi kesempatan hidup bagi yang lainnya. Kemurahan hati memungkinkan yang lain berbuah banyak.

Oleh Yesus kemurahan hati itu diwujudkan dalam tindakan kongkret tidak menghukum orang lain dan mau berbagi dengan memberi. “Janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum. Berilah, dan kamu akan diberi.”

Orang yang murah hati tidak akan mudah menghukum, tetapi akan lebih suka memberi. Marilah kita meneladan Allah Bapa kita yang murah hati.

Membeli soto di Sabar Menanti.
Bersama teman yang sedang ke luar negri.
Marilah kita menjadi murah hati.
Seperti Mentari yang tidak lelah memberi.

Cawas, senja yang ceria
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 08.03.20 Minggu Prapaskah II / Dewa Ruci

 

Bima berguru pada Durna. Dia ingin mencari sejatinya hidup. Dia akan diwejang kebenaran sejati kalau dapat menemukan banyu suci perwitasari.

Bima harus menuju dasar samudera. Di dasar samudera itu ia berjumpa dengan Dewa Ruci. Sang Hyang Marbudeng Rat. Bima diminta masuk ke diri Dewa Ruci.

Di dalam diri Dewa Ruci itu, Bima mengalami kebahagiaan hidup yang sejati. “manunggaling kawula Gusti yakni menyatunya Allah dan manusia.

Perjumpaan dengan Allah itu membuat kebahagiaan sejati. Bima tidak ingin kembali ke dunia nyata. Tetapi Dewa Ruci memerintahkan Bima keluar karena dia harus memenuhi tanggungjawabnya sebagai ksatria yang harus berjuang membela keadilan dan kebenaran.

Bima harus keluar dari samudera raya dan kembali hidup di tengah dunia nyata. Seorang ksatria harus menjalani kewajibannya menegakkan keadilan dan kebenaran.

Petrus dan dua temannya diajak Yesus naik ke sebuah gunung. Di situ mereka melihat kemuliaan Tuhan yang bersinar seperti matahari. Lalu nampaklah Musa dan Elia bersama dengan Yesus.

Petrus sangat bersukacita. Ia ingin mendirikan tiga kemah untuk Yesus, Musa dan Elia. Kegembiraan yang meluap itu sering membuat lupa.

Harusnya kemahnya enam, bukan hanya tiga. Saking gembiranya Petrus sampai lupa diri. Kegembiraan yang memabukkan.

Dalam luapan kegembiraan kita harus tetap waspada, sadar diri, menguasai panca indera dan hati kita. Peristiwa itu mau menyatakan atau mewahyukan sesuatu.

Sesuatu itu adalah suara yang keluar dari awan, “Inilah Anak yang Kukasihi, kepadaNyalah Aku berkenan, dengarkanlah Dia.” Yesus menyatakan diri siapakah Dia sesungguhnya. Dialah Anak Allah yang terkasih.

Kita diperintahkan untuk mendengarkan Dia. Pesan yang paling penting adalah mendengarkan Yesus, Anak Allah yang dikasihi Bapa.

Yesus masih berpesan, “Jangan kamu ceritakan penglihatan itu kepada seorang pun sebelum Anak Manusia dibangkitkan dari antara orang mati.”

Pengalaman transendental itu tidak boleh diobral sembarangan. Karena Yesus yang mulia itu hanya dapat dimengerti lewat peristiwa salib.

Para murid diajak kembali ke dunia nyata karena di dunialah kita diajak berkarya demi keadilan dan kebenaran.

Bersusah-susah naik Galunggung
Pulang kembali lewat Tasikmalaya
Yesus yang mulia di atas gunung
Mengajak kita kembali ke dunia nyata

Cawas, sing eling lan waspada
Rm. A. Joko Purwanto Pr