DALAM awal pertunjukan wayang ki dalang menggambarkan raja yang memimpin kerajaan dengan sifat-sifat baik dan bijaksana.

Sifat raja itu diterangkan oleh dalang dengan sebutan; “Remen hageganjar kawula, misuda kang sepi ing pamrih. Paring payung wong kodanan. Paring tudhung wong kepanasan. Paring boga wong kaluwen. Paring toya wong kasatan. Paring teken wong kalunyon. Maluyakaken wong sakit lan akarya sukaning wong prihatin.”

Raja yang murah hati itu suka memberi ganjaran kepada rakyat dan memberi penghargaan kepada mereka yang berkarya tanpa pamrih. Memberi payung bagi yang kehujanan. Memberi pelindung bagi yang kepanasan. Memberi makan bagi yang kelaparan. Memberi minum bagi yang kehausan. Memberi tongkat bagi mereka yang berjalan di tempat licin. Menyembuhkan orang sakit dan memberi kegembiraan bagi mereka yang sedang prihatin.

Belum lama viral di media sosial, seorang ibu yang punya toko, bernama Susana di Teluk Gong Jakarta Utara yang menolak menjual masker dengan harga mahal.

Dia bisa mengambil kesempatan dalam kesempitan karena orang memburu masker. Tetapi dia tidak mau mencari untung di atas penderitaan orang lain.

Ibu Susana itu seorang yang bijak dan murah hati, karena dia lebih mementingkan orang miskin yang lebih memerlukan masker daripada orang kaya yang ingin menimbun untuk dirinya sendiri.

Dalam bacaan Injil hari ini Yesus mengajak murid-muridNya, “Hendaklah kamu murah hati, sebagaimana Bapamu adalah murah hati.”

Kemurahan hati itu dalam bahasa Latin adalah Humilitate. Kata ini berasal dari akar kata “Humus” yang artinya tanah yang subur. Tanah yang subur itu memberi hidup banyak tanaman.

Begitu pun orang yang murah hati. Kemurahan hati memberi kesempatan hidup bagi yang lainnya. Kemurahan hati memungkinkan yang lain berbuah banyak.

Oleh Yesus kemurahan hati itu diwujudkan dalam tindakan kongkret tidak menghukum orang lain dan mau berbagi dengan memberi. “Janganlah kamu menghukum, maka kamu pun tidak akan dihukum. Berilah, dan kamu akan diberi.”

Orang yang murah hati tidak akan mudah menghukum, tetapi akan lebih suka memberi. Marilah kita meneladan Allah Bapa kita yang murah hati.

Membeli soto di Sabar Menanti.
Bersama teman yang sedang ke luar negri.
Marilah kita menjadi murah hati.
Seperti Mentari yang tidak lelah memberi.

Cawas, senja yang ceria
Rm. A. Joko Purwanto Pr