SANGHYANG Tunggal mempunyai tiga anak yakni Sanghyang Antaga, Sanghyang Ismaya dan Sanghyang Manikmaya.
Mereka dicipta dari sebutir telur. Kulitnya menjadi Antaga atau Togog. Putihnya menjadi Ismaya atau Semar dan kuningnya menjadi Manikmaya atau Batara Guru.
Mereka berebut ingin menguasai Kahyangan. Maka diadakan perlombaan. Siapa yang bisa menelan gunung dan mengeluarkannya maka dia yang menang.
Antaga berusaha menelan tapi gagal. Maka mulut Togog lebar matanya melotot mehanan sakit. Ismaya berhasil menelan tetapi tidak bisa mengeluarkan.
Maka perutnya besar dan matanya berair manahan beban. Manikmaya berhasil menelan dan mengeluarkannya. Dia diberi kuasa memerintah Kahyangan.
Antaga dan Ismaya menjelma menjadi punakawan para ksatria di dunia. Puna artinya paham, mengerti, mengenal dan tahu segala sesuatu.
Kawan artinya sahabat. Punakawan berarti sahabat yang mengetahui dan mengenal, mampu menolong dan memberi nasehat dalam suka dan duka.
Punakawan juga disebut “Batur” pangembating catur, artinya teman diskusi, tempat bertanya dan mencari solusi. Punakawan menjadi abdi setia bagi tuannya dan para ksatria.
Yesus berkata tentang misiNya ke Yerusalem yakni memanggul salib, dihukum oleh para tua-tua dan harus menderita dan mati.
Tetapi para murid justru berebut tentang siapa yang akan ikut berkuasa. Ibu Zebedeus sudah meminta untuk posisi anak-anaknya. Satu di sebelah kanan, satu lagi di sebelah kiri. Mereka ingin berkuasa.
Tetapi Yesus memberi syarat, yakni harus bisa minum cawan seperti yang diminum Yesus. artinya mau menderita mati seperti Yesus.
Seperti Togog, Semar dan Batara Guru yang harus berlomba, demikian pun mereka harus memenuhi persyaratan Yesus.
Para murid yang lain marah karena mungkin mereka tidak kebagian kuasa. Dalam situasi kacau rebutan kekuasaan itu,
Yesus memberi pengajaran kepada murid-muridNya. “Barangsiapa ingin menjadi besar diantara kamu, hendaklah ia menjadi pelayanmu, dan barangsiapa ingin menjadi terkemuka di antara kamu, hendaklah ia menjadi hambamu. Sama seperti Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani , dan untuk memberikan nyawanya menjadi tebusan bagi banyak orang.”
Sekali lagi kualitas pribadi terletak dalam pelayanan dan pengabdian, bukan pada jabatan, status atau kekuasaan apalagi materi atau kekayaan.
Semar walaupun badan dan mukanya jelek, orangnya miskin tetapi dihormati oleh semua ksatria di bumi. Dialah abdi yang setia bagi siapapun. Maukah kita menjadi abdi?
Di teras rumah menikmati kopi di saat senja.
Ditemani tahu pong dan buah mangga.
Barangsiapa ingin menjadi besar dan terkemuka.
Hendaklah ia mau menjadi pelayan dan hamba.
Cawas, di sebuah gelap malam
Rm. A. Joko Purwanto Pr