by editor | Mar 6, 2020 | Renungan
KETIKA Baratayuda sudah memasuki hari ke enambelas, Salya maju berperang membela Kurawa. Prabu Salya adalah paman dari para Pandawa, karena Nakula dan Sadewa adalah anak Dewi Madrim, istri Pandu.
Madrim adalah adik Salya. Salya punya aji Candabirawa yang sangat ampuh. Tidak ada seorang pun yang mampu menandinginya. Penasehat Pandawa,
Prabu Kresna harus bisa membujuk agar Puntadewa mau maju perang. Selamanya Puntadewa tidak pernah perang karena hatinya dan darahnya putih lambang kesucian hidupnya. Ia mengasihi semua tanpa pamrih.
Kurawa dan siapapun dikasihinya tanpa membeda-bedakan. Dialog Kresna dan Puntadewa sangat dalam karena berisi tentang kasih tanpa batas dan cinta tanpa pamrih.
Kresna menyimpulkan,”Paduka adalah raja binatara. “Wong becik dibeciki, wong ala dibeciki.” Orang baik dibaiki, orang jahat tetap dibaiki.
Yesus mengajarkan kasih tanpa pamrih dan cinta kepada siapa pun tanpa batas, bahkan jika itu adalah musuh kita. “Kamu telah mendengar firman.”
Kata Yesus, “Kasihilah sesamamu manusia dan bencilah musuh-musuhmu.” Yesus mengutip isi hukum Taurat.
Namun Yesus memperbaharui ajaran kasih itu dengan berkata, “Tetapi Aku berkata kepadamu, Kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”
Ajaran ini pasti sulit sekali. Bagaimana mungkin mengasihi orang yang membenci kita. Bagaimana mungkin mengampuni orang yang telah menyakiti hati kita?
“Sakitnya tuh di siniiiii…di dalam hatiku…” kata penyanyi Cita Citata. Menurut ukuran dunia, tidak mungkin mengasihi orang yang membenci kita.
Dunia mengarahkan kita untuk membalas kejahatan dengan kejahatan. Tetapi Yesus ingin memutus balas dendam ini dengan balas kasih. Dendam tidak akan ada habis-habisnya.
Maka Dia mengajak kita untuk mengasihi dan mengampuni musuh. Kalau kita ini sebagai manusia diciptakan secitra dengan Allah. Segambar dengan Allah.
Kalau Allah adalah kasih, maka kita pun secitra atau serupa dengan Allah yang mengasihi. Hidup dan karya Yesuslah yang menjadi pola dan pedoman hidup kita.
Dengan kematian di salib, Yesus memutus pola balas dendam. Dengan salib, Yesus membalas kejahatan dengan kebaikan. Dendam dengan pengampunan. Itulah pola hidup yang diajarkan Yesus kepada murid-muridNya.
Naik lambreta keliling negeri Italia
Boncengin mertua untuk mengambil hati
Kasih Yesus itu adalah kasih yang sempurna
Mengasihi tanpa pamrih dan mau mengampuni.
Cawas, hati yang gembira adalah obat
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Mar 5, 2020 | Renungan
ZAMAN dulu kalau anak mau diterima di sekolah favorit harus berjuang sekuat tenaga, belajar tekun dan rajin supaya hasil kelulusan dapat nilai tertinggi.
Harus bersaing dengan banyak calon dan kalau bisa masuk di sekolah favorit itu suatu kebanggaan. Sekarang suasana seperti itu lenyap karena kebijakan zonasi yang diberlakukan pemerintah.
Maksudnya sih supaya ada pemerataan. Anak-anak pinter jangan menumpuk di satu tempat saja. Anak tidak perlu bersusah-susah bersaing dengan orang lain, asal dia masuk di zonasi sekolah itu, pasti diterima.
Apalagi kalau sekolah itu kekurangan murid, dia akan menerima siapa pun dan berapa pun nilai raportnya.
Tidak ada semangat “magis” untuk mencapai sesuatu yang maksimal. Yang ada adalah semangat minimalis. Tidak mau berusaha lebih tekun, giat, kerja keras dan bermental baja.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus menuntut murid-muridNya bermental “magis”. Dia berkata, “Jika hidup keagamaanmu tidak lebih benar daripada hidup keagamaan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi, kalian tidak akan masuk ke dalam kerajaan surga.”
Untuk masuk kedalam kerajaan surga itu memang sulit. Kondisi itu diumpamakan seperti seekor unta masuk ke dalam lubang jarum. Maka kalau kita tidak bisa menjadi yang terbaik, kita akan tergerus dan hanyut terlindas.
“Jika hidup keagamaanmu TIDAK LEBIH BENAR,” itulah mental magis yang diajarkan Yesus. kita harus berusaha lebih dari orang lain.
Lebih baik, lebih jujur, lebih murah hati, lebih mengasihi dan banyak hal-hal lebih lainnya. Tolok ukur menjadi lebih tidak hanya kaum ecrek-ecrek saja.
Tolok ukurnya adalah ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang memang jago dalam soal keagamaan.
Kalau mereka itu ahlinya, maka kita harus menjadi ahlinya para ahli, “core of the core” (Istilahnya Pak Ndul).
Kalau jadi orang Katolik di Indonesia, yang jumlahnya hanya sedikit, mentalnya kaum ecrek-ecrek seperti mental Inlander, habislah kita.
Jadilah garam. Jadilah terang. Tunjukkan mental magismu. Jangan mudah menyerah. Jangan mudah putus asa dan jangan manja.
Jika hidup kita tidak lebih baik dari orang lain, jangan harap kita akan didengar atau dipakai. Begitulah jadi orang katolik. Begitulah tuntutan Yesus pada para muridNya.
Di depan ada anggrek merah
Anggrek putih ada di samping rumah
Jadi orang jangan mudah menyerah
Tuntutan Yesus memang sagatlah susah
Cawas, menatap hari cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Mar 4, 2020 | Renungan
RESI Bagaspati punya anak perempuan cantik namanya, Pujawati. Puterinya ini jatuh cinta pada seorang pemuda bernama Narasoma.
Pujawati meminta ayahnya untuk mencari dimana Narasoma berada, dan membawanya ke pertapaan Argabelah. Permintaan Pujawati disanggupi.
Narasoma diminta supaya mau menerima Pujawati sebagai istrinya. Terpikat oleh kecantikan Pujawati, Narasoma menerima kemauan gadis cantik itu.
Namun dia minta sebuah syarat yakni kematian Bagaspati. Karena Narasoma tidak suka mempunyai mertua seorang raksasa.
Demi kebahagiaan anak dan menantunya, Bagaspati menyerahkan nyawanya kepada Narasoma.
Bahkan sebelum meninggal Bagaspati memberi ajian sakti yang dimilikinya yakni Candabirawa kepada Narasoma. Ia minta kepada Narasoma agar anaknya tidak dimadu, disia-siakan, disengsarakan.
Narasoma menepati janjinya. Ia mengubah nama istrinya menjadi Dewi Setyawati. Mereka hidup bahagia di Kerajaan Mandaraka.
Yesus bercerita tentang siapa Allah itu. Allah adalah Bapa yang baik. Bapa itu akan memberikan apa yang diminta oleh anaknya.
Maka Yesus menyuruh kepada murid-muridNya untuk berani meminta kepada Bapa.
“Mintalah, maka kamu akan diberi; carilah, maka kamu akan mendapat; ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”
Seperti Resi Bagaspati itu, anaknya minta dicarikan jodoh, ia mencarikan sampai mendapat.
Bahkan sampai sang menantu yang meminta nyawanya pun, diberikan demi kebahagiaan anaknya. Nyawanya dikurbankan demi kebahagiaan mereka.
Tidak ada seorang ayah yang tega memberikan batu kepada anaknya, jika ia minta roti. Tidak ada seorang ayah rela memberi ular kalau anaknya minta ikan. T
Tidak ada seorang ayah tega melihat anaknya menderita. Jika kita manusia tahu memberi yang terbaik, betapa Allah juga akan memberikan yang paling baik kepada kita semua.
Allah kita bukan Allah yang sedikit-sedikit menghukum, atau mengutuk, atau menakut-nakuti. Allah kita adalah Allah yang baik dan murah hati, suka mengampuni dan sangat peduli.
Allah kita adalah seorang Bapa yang hanya memikirkan kebahagiaan anaknya. Itulah wajah Allah yang ditunjukkan Yesus kepada kita semua. Kasih Allah itu nampak dalam kasih Yesus kepada kita semua.
Ke Menchester membeli setangkai anggur
Tanpa plastik cukup dibungkus kertas
Pantaslah kita sebagai anak-anak bersyukur
Punya Allah Bapa yang mengasihi tanpa batas
Cawas, kabar beritanya menggembirakan
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Mar 3, 2020 | Renungan
BERITA tentang virus corona telah membius secara global. Dunia dibuat takut dengan merebaknya virus ini.
Kepanikan massal terjadi dimana-mana. Orang menyerbu mall untuk memborong masker, bahan makanan dan minuman.
Orang berusaha menimbun sembako di rumah. Takut keluar rumah. Takut kehabisan barang.
Di tengah kepanikan itu ada oknum-oknum kapitalis yang memanfaatkan kesempatan mencari untung diri sendiri.
Bisa diduga kepanikan massal ini memang diciptakan. Ada orang atau pihak yang menebar ketakutan demi keuntungan pribadi.
Dunia lebih mempercayai berita-berita menakutkan daripada hal-hal baik yang membawa damai.
Ada banyak hal baik dan benar di dunia ini tetapi orang lebih percaya pada berita-berita hoax dan menghancurkan. Akibatnya masyarakat dibuat takut, panik dan brutal.
Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus mengingatkan kepada angkatan dunia ini. Orang banyak meminta tanda kepada Yesus sebagai utusan dari surga.
Tetapi Yesus tidak mau memberi tanda. Sekalipun diberi tanda, orang-orang ini tetap tidak percaya. Maka Yesus mengutip peristiwa di Perjanjian Lama.
Ratu dari selatan itu datang kepada Salomo dan dia percaya pada hikmatnya. Orang-orang Niniwe bertobat ketika mendengar pewartaan Yunus.
Tetapi orang-orang ini tidak percaya pada pewartaan Yesus. Orang yang tidak percaya, diberi tanda apa pun akan sulit menerimanya.
Yang dibutuhkan adalah pertobatan, bukan tanda. Tanda tidak akan berguna apa-apa, kalau orang tidak mau bertobat.
Yunus mengabarkan bahwa Tuhan akan murka jika orang-orang Niniwe tidak bertobat.
Mereka percaya dan melakukan pertobatan, dari orangtua sampai bayi-bayi, dari hewan sampai seluruh ciptaan, dari raja sampai orang biasa. Mereka melakukan pertobatan.
Semestinya munculnya gejala-gejala alam sekarang ini memberi tanda kepada semua orang untuk melakukan pertobatan.
Bertobat dari percaya pada berita-berita hoax kepada berita yang benar. Bertobat menyebarkan hinaan, kebencian, kekerasan, fitnah dan berita bohong.
Bertobat menebarkan ketakutan, teror, dan intimidasi. Mari kita lebih mengedepankan kemanusiaan, kasih sayang, perdamaian, kerukunan, kebersamaan supaya kita hidup dalam damai.
Virus corona menyebar kemana-mana
Dunia menjadi panik dibuatnya
Kita harus tebarkan virus cinta kepada sesama
Agar dunia menjadi damai dan sukacita
Cawas, menunggu berita gembira
Rm. A. Joko Purwanto Pr
by editor | Mar 3, 2020 | Renungan
TIDAK ada sebutan sedekat dan seakrab Yesus yang menyapa Allah sebagai Bapa. Yesus mengajarkan kepada murid-muridNya untuk menyapa Allah sebagai Bapa.
Bapa bagi Yesus adalah Bapa yang murah hati dan berbelaskasih. Bapa yang maha pengampun.
Seperti digambarkan Yesus dalam perumpamaan anak yang hilang dan domba yang sesat. Yesus menyebut Allah sebagai Bapa dan kita diajak menyapaNya sebagai Bapa Kami.
Kita semua dimasukkan dalam relasiNya dengan Bapa. Kita ini adalah saudara-saudara Yesus.
Kasih Bapa kepada Yesus itu diwujudkan oleh Yesus dalam mencintai orang berdosa, orang miskin, tersingkir, orang lemah dan cacat.
Orang-orang kecil itu ada di hati Yesus. Maka Yesus mengajarkan doa yang singkat dan sederhana itu kepada murid-muridNya. Doa Yesus itu pertama-tama untuk memuliakan nama Allah.
Meminta agar Allah meraja di dalam hati kita. mengapa begitu? Karena bagi Yesus, yang ada di hati Allah itu adalah orang berdosa, miskin, hina, tersingkir.
Hati Allah terfokus bagaimana menyelamatkan mereka itu. “Aku datang bukan untuk orang benar, tetapi orang berdosa.”
Maka Yesus mengajak kepada kita untuk memiliki hati seperti Allah. Kalau kita sudah “klik” dengan hati Allah, maka perwujudannya muncul dalam tindakan mengampuni orang yang bersalah kepada kita.
“Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang lain, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga.”
Kita tidak boleh seperti perumpamaan orang yang berhutang kepada raja. orang itu berhutang banyak kepada raja dan raja menghapuskannya.
Tetapi sebaliknya dia tidak mau menghapuskan hutang sesamanya yang hanya sedikit. Kalau kita tidak mengampuni sesama, maka Bapa juga tidak akan mengampuni kita.
Doa Bapa Kami itu menggambarkan relasi vertikal dan horisontal. Kalau relasi kita dengan Tuhan (vertikal) baik, maka hubungan dengan sesama (horisontal) juga menjadi baik.
Kalau salah satu terganggu, maka yang lain akan terpengaruh. Jikalau kita berani mengampuni sesama, maka Bapa juga akan mengampuni kita. Jika tidak, Bapa juga tidak mengampuni kita.
Sudahkan anda berdamai dengan diri sendiri dan mau mengampuni orang lan?
Taman Bunga kering tidak disirami
Bunga merah kuning menjadi layu
Kalau kita berani mengampuni
Maka Bapa juga mengampuni dirimu
Cawas, Meratapi bunga yang layu
Rm. A. Joko Purwanto Pr