Puncta 22.10.20 / Lukas 12:49-53 / Sepercik Daya Api

 

KALAU orang tidak mempunyai api akan mengalami kesulitan. Ia tidak bisa masak memasak. Api juga bisa menjadi pelita yang menerangi di malam yang gelap. Kalau sedang musim dingin, api digunakan untuk memberi kehangatan.

Waktu masih kecil, kami sering berkumpul di sekitar “keren” atau tungku untuk menghangatkan badan di kala dingin. Sambil membakar ubi yang dibenamkan di dalam bara api, kami ngobrol penuh kehangatan. Kalau ubi sudah mulai “gosong-gosong” kami cungkil-cungkil dan dikupas sambil ditiup-tiup karena panas.

“Mas, pinjam korek apinya.” Teman yang lupa tidak membawa korek api tidak bisa menyalakan rokoknya. Hidup jadi kurang nikmat.

Api yang kecil bisa sangat bermanfaat dan dibutuhkan oleh orang banyak. Tetapi kalau api yang besar bisa membahayakan. Ia bisa membakar dan menghancurkan kompleks perumahan. Api besar yang tak terkendali bisa membakar hutan yang luas. Kadang hanya karena kecerobohan orang membuang puntung rokok sembarangan, bisa menghanguskan ribuan hektar lahan.

Kami pernah melewati daerah Pelang – Indotani menuju Tembelina, ratusan hektar lahan terbakar – apa sengaja dibakar ya? Asap tebal menyesakkan dada dan menghalangi pandangan. Mata terasa pedas. Jelas tidak sehat untuk pernafasan. Panasnya menyengat terasa sekali di kulit. Api yang sangat besar itu tak mudah dikendalikan dan sangat berbahaya. Bisa menghancurkan semuanya.

Maka ada nasehat, “Jangan suka bermain api.”

Tuhan Yesus bersabda kepada murid-murid-Nya, “Aku datang melemparkan api ke bumi, dan betapa Kudambakan agar api itu selalu menyala. Aku harus menerima baptisan dan betapa susah hati-Ku sebelum hal itu berlangsung.”

Api itu lambang daya kekuatan yang terus menyala dan mengobarkan. Baptisan adalah pengangkatan Yesus sebagai Anak Allah. Ketika Yesus dibaptis, terdengarlah suara dari langit, “Engkaulah Anak-ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan.” Puncak baptisan Yesus adalah salib-Nya. Dengan salib,Ia diangkat secara sempurna sebagai Anak Allah.

Kehadiran Yesus yang membawa api, daya kekuatan Roh Kudus memang menimbulkan pertentangan. Bagi mereka yang berada di bawah kuasa gelap, api Yesus adalah ancaman. Kuasa kegelapan akan melawan terang api. Tetapi bagi mereka yang hidup jujur, bersih, suci, api adalah daya yang memberi semangat hidup. Apakah kita mau memilih hidup di bawah kuasa kegelapan atau mengikuti kuasa terang yakni Yesus sendiri?

Pilihan itu akan menimbulkan pertentangan. Itulah konsekwensi mengikuti Yesus.

Punya mimpi pada suatu hari.
Bisa ziarah ke Tanah Suci.
Yesus datang membawa api.
Agar kita selamat sampai akherat nanti.

Cawas, pesanan puncta terus mengalir….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 21.10.20 / Lukas 12:39-48 / Romo Mangunwijaya

 

HOTEL Le Meridien Jakarta penuh dengan peserta seminar. Hari itu tanggal 10 Februari 1999 diadakan seminar tentang peran buku dalam membentuk masyarakat Indonesia baru oleh Yayasan Obor. Yang menjadi nara sumber adalah Romo Mangunwijaya, Mohammad Sobary, Sapardi Djoko Damono, Ignas Kleden dan Karlina Leksono Supelli.

Ketika waktu istirahat, Kang Sobary menemui Romo Mangun ingin berbicara. Ia disambut Romo Mangun dengan sapaan hangat. Mereka berdua mencari tempat sepi di lorong hotel dekat tempat seminar. Belum lama mereka ngobrol, Romo Mangun tiba-tiba bersandar di bahu Kang Sobary. Dia mengira Romo hanya kecapekan, tertidur. Tetapi makin lama tubuhnya makin berat oleh beban Romo Mangun yang menggelendotnya. Perasaannya mulai cemas. Romo Mangun tidak sadarkan diri.

Romo Mangun ditidurkan di atas karpet. Ikat pinggang dilonggarkan, kancing baju dilepas, kacamata diletakkan. Romo Mangun mulai mendengkur dan nafasnya mulai lemah. Kang Sobary menekan dada untuk membantu pernafasan. Tenaga medis dipanggil. Mereka memasang alat bantu pernafasan. Tetapi semua terjadi begitu cepat. Romo Mangun meninggal saat sedang menjalankan tugas. Si Burung Manyar itu pergi di pangkuan sahabatnya, Mohammad Sobary.

Hari ini Tuhan Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Camkanlah ini baik-baik. Jika tuan rumah tahu pukul berapa pencuri akan datang,ia tidak akan membiarkan rumahnya dibongkar. Hendaklah kalian juga siap sedia, karena Anak Manusia akan datang pada saat yang tidak kalian sangka-sangka.”

Kematian itu seperti pencuri. Kita tidak tahu kapan datangnya. Begitu juga kapan Anak Manusia akan datang, kita tidak tahu persis waktunya. Yang bisa dilakukan hanyalah bersiap-siaga. Jangan sampai terlena atau bahkan mengabaikannya.

Yesus menggambarkan persiapan itu dengan hamba yang siap siaga ketika tuannya datang. “berbahagialah hamba, yang didapati tuannya sedang melakukan tugasnya, ketika tuan itu datang.” Bahkan tuan itu akan memberi tanggungjawab yang lebih besar lagi.

Semakin dia bisa bertanggungjawab, semakin diberi tugas yang lebih besar lagi. ”Barangsiapa diberi banyak, banyak pula yang dituntut daripadanya. Dan barangsiapa dipercaya banyak, lebih banyak lagi yang dituntut daripadanya.”

Seperti Romo Mangun itu, beliau punya banyak talenta. Beliau budayawan, arsitek, penulis, dosen, pemerhati kaum kecil, penggerak lingkungan, dan seorang pastor projo Semarang. Tugas dan tanggungjawabnya yang begitu banyak dilaksanakan sampai tuntas. Beliau adalah hamba yang berbahagia karena didapati Tuhan sedang melakukan tugasnya. Kita pun bisa menjadi hamba seperti itu.

Tiap pagi berolahraga berdua.
Sambil menikmati bunga-bunga.
Marilah kita selalu siap siaga.
Menjalankan tugas dengan setia.

Cawas, mengejar burung gereja…
Romo Alexandre Joko Purwanto, Pr

Puncta 20.10.20 / Lukas 12:35-38 / Selalu Siap Siaga

 

LEGENDA tinju Filipina, bahkan Asia, Manny “Pac-man” Pacquiao selalu siap sedia jika dipertemukan dengan petinju-petinju lawannya. Kendati usia sudah mencapai 40 tahun tetapi Manny setiap hari selalu melatih diri. Ia juga menjadi senator di Filipina. Kendati banyak tugas, ia selalu mengadakan latihan fisik, latihan sparing dan kebugaran untuk siap naik ring.

Pelatihnya, Buboy Fernandes mengatakan, “Kapan saja jadwal pertandingan datang, Manny siap bertanding. Ia setiap hari menyiapkan diri, berlatih dan sangat ingin bertanding.” Terakhir ia mengalahkan petinju AS, Keith Thurman pada Juli 2019. Semestinya ia naik ring di Bahrain, tetapi karena pandemi covid ini, jadwal pertandingan ditunda. Namun Manny menyatakan siap kapan pun waktunya tiba.

Yesus berkata kepada murid-murid-Nya, “Hendaknya pinggangmu tetap berikat dan pelitamu tetap menyala. Hendaklah kalian seperti orang yang menanti-nantikan tuannya pulang dari pesta nikah, supaya jika tuannya datang dan mengetuk pintu, segera dapat dibukakan pintu. Berbahagialah hamba, yang didapati tuannya sedang berjaga ketika ia datang.”

Menanti itu katanya pekerjaan yang membosankan. Mungkin iya, mungkin tidak. Membosankan kalau dalam penantian kita tidak berbuat apa-apa, alias bengong hanya menganggur. Menanti bisa sangat produktif kalau kita aktif melakukan tugas-tugas yang bisa dikerjakan.

Saya lebih suka menanti daripada dinanti. Sambil menanti kita bisa membaca buku atau melakukan aktivitas. Kita tidak akan terlambat dan membuat orang jengkel. Dinanti-nanti itu membuat hati dan pikiran “kemrungsung”, terburu-buru, bikin suasana tidak nyaman.

Adik saya, Romo Joko Susanto, yang bertugas di Muara Bungo itu punya kebiasaan mengisi waktu dengan merajut. Ia mengisi waktu dengan membuat singel yang bisa dibagi-bagi untuk romo-romo baru yang ditahbiskan. Setiap kali harus menanti entah di bandara atau terminal, dia merajut. Pernah barangnya mau disita oleh petugas bandara karena tidak diijinkan membawa benda tajam.

Tuhan Yesus mengajak kita untuk selalu siap siaga setiap waktu. Siap siaga dengan melakukan tugas-tugas pekerjaan kita. Siap siaga menjalani kehidupan yang baik bagi Tuhan. Makanya kakek nenek kita selalu menasehatkan agar kita selalu “eling lan waspada”. Itulah semangat siap siaga.

Bunga anggrek satu-satunya,
Yang tiap minggu masih berbunga.
Ingat nasehat sing eling lan waspada.
Itulah senjata untuk siap siaga.

Cawas, selalu ada jalan…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr

Beato Carlo Acutis, Sang Pewarta Masa Kini

Reporter: Maria Fransiska

Dalam Gereja Katolik, beatifikasi (dari bahasa Latin “beatus”, yang berbahagia) adalah suatu pengakuan atau pernyataan yang diberikan oleh Gereja terhadap orang yang telah meninggal bahwa orang tersebut adalah orang yang berbahagia. Beatifikasi diberikan kepada orang yang dianggap telah bekerja sangat keras untuk kebaikan atau memiliki keistimewaan secara spiritual. Seseorang yang mendapat beatifikasi diberi gelar beato untuk laki-laki dan beata untuk perempuan. Proses ini merupakan tahap ketiga dari empat tahapan dalam proses kanonisasi yang biasanya dilakukan setelah mendapat gelar venerabilis (yang pantas dihormati) sebelum mendapat gelar santo atau santa.

Carlo Acutis tengah menjadi perbincangan hangat di kalangan umat Katolik. Acutis yang diberi gelar Beato pada 10 Oktober ini tercatat sebagai remaja yang memberikan pengabdian besar dalam Ekaristi dan menjadi milenial pertama yang diberkati dengan gelar Beato. Dilansir dari Kompas.com, Carlo Acutis dikenal juga sebagai “Santo Pelindung Internet” meskipun sebelumnya sudah ada satu, akademisi abad ke-7, Isidore de Seville. Mari kita mengenali lebih dalam tentang sosok Carlo Acutis.

Hidup Ekaristis

Acutis lahir pada tanggal 3 Mei 1991, di London, Inggris, tempat orang tuanya bekerja. Beberapa bulan kemudian, orang tuanya, Andrea Acutis dan Antonia Salzano, memutuskan untuk pindah ke Milan saat ia berusia 5 bulan. Acutis yang  dibaptis ketika bayi ini belum pernah diajarkan iman Katolik oleh keluarganya. Walaupun begitu, saat masih balita dan belum bersekolah  Acutis sudah menunjukan cintanya kepada gereja. Ibu Acutis bercerita bahwa sejak kecil, setiap melewati gedung-gedung gereja di Milan, Acutis akan meminta ibunya untuk masuk  melihat Yesus dan meminta ibunya meletakan bunga di bawah kaki Bunda Maria. Disinilah awal di mana Acutis menyentuh hati ibunya untuk kembali mempelajari iman katolik dengan mengikuti kursus teologi.

Beato Carlo Acutis. Sumber: Kompas.com

Pada usianya yang ke-7 tahun, Acutis menerima Komuni Pertama di Biara St. Ambrogio ad Nemus. Sejak saat itu, Acutis berusaha menghadiri setiap misa di gereja. Acutis tidak hanya mengikuti misa hari Minggu, tetapi ia juga tidak pernah absen mengikuti misa harian. Ia juga rajin melakukan pengakuan dosa setiap minggunya. Tindakan Acutis yang rajin mengikuti ekaristi membuat hati keluarganya tergerak untuk kembali ke gereja dan rajin mengikuti misa harian. Antonia Salzano, Ibu Acutis terus terang berkata bahwa sebelum Acutis mempengaruhinya untuk mencintai Ekaristi, ia hanya misa tiga kali, yaitu pada saat dilahirkan, saat mendapat komuni pertama, dan saat menikah. Acutis rajin mengikuti Ekaristi bukan berasal dari desakan keluarganya melainkan keinginan dirinya sendiri.

Kekuatan Acutis berasal dari Ekaristi dan Bunda Maria. Sejak remaja, Acutis rutin berdoa Rosario setiap hari dan di samping devosi ke santo-santa. Ia sering menghabiskan waktu di ruang adorasi. Ia pernah berkata, “Ketika kita sering terpapar matahari kulit kita akan menjadi coklat. Ketika kita menempatkan diri di depan Ekaristi, kita akan menjadi orang suci,”.

Internet sebagai Sarana Pewartaan

Acutis dikenang sebagai anak yang periang dan suka membela teman-temannya yang di-bully, terutama anak-anak disabilitas. Ketika orang tua seorang temannya akan bercerai, Acutis juga melakukan upaya khusus yaitu membawa temannya itu ke dalam keluarganya. Layaknya anak remaja lain, Acutis juga suka bermain sepak bola dan video games. Walaupun ia senang bermain play station tetapi ia bisa mengontrol diri untuk bermain hanya satu jam di setiap pekan. Acutis juga menunjukan kegemarannya dalam hal membaca dan mempelajari ilmu komputer. Pada saat usianya yang ke-8 tahun, Acutis sudah memiliki bakat besar sebagai programmer. Hal yang menarik di sini bukanlah dari talentanya saja, tetapi juga perjalanannya menggunakan talenta tersebut sebagai sarana menjadi misionaris internet.

Acutis prihatin melihat umat Kristiani yang makin menjauh dari Gereja dan sakramen. Ia ingin merangkul mereka kembali, menemukan iman dan keperayaan mereka terhadap Gereja Katolik. Acutis lalu membuat riset mendalam tentang mukjizat Ekaristi di seluruh dunia sejak awal kekristenan sampai masa sekarang dan mendokumentasikannya sejak usia 11 tahun. Hasil dari riset tersebut kemudian diterbitkan di website-nya yang mulai dirintis pada usianya ke-14 tahun. Ia menyatakan di website-nya “Semakin kita sering menerima Ekaristi, semakin kita menyerupai Yesus, sehingga kita akan mengecap rasa surga di bumi ini.”. Acutis juga pernah mempopulerkan istilah “Ekaristi adalah jalan tol ke surga.”.

Menghayati Penderitaan

Ketika ia tidak sedang menulis program komputer atau bermain sepak bola, Acutis dikenal di lingkungannya karena kebaikannya terhadap mereka yang hidup di pinggiran. Ia menjadi sukarelawan di dapur umum di Milan. Ibunya juga berkata “Dengan tabungannya, ia membeli kantong tidur untuk para tunawisma dan di malam hari ia membawakan mereka minuman panas.”

Beato Carlo Acutis. Sumber: Twitter Infobae America

Saat usianya yang ke-15, Acutis didiagnosis menderita leukemia. Ia mempersembahkan penderitaannya untuk Paus Benediktus XVI dan Gereja di mana ia mengatakan “Aku mempersembahkan semua penderitaan yang harus aku derita untuk Tuhan, untuk Paus, dan Gereja.” Carlo Acutis menghembuskan napas terakhirnya pada tanggal 12 Oktober 2006 dan dimakamkan di Assisi sesuai permintaannya.

Ditetapkan sebagai Beato, Teladan bagi Milenial

Proses Acutis untuk mendapat gelar suci dimulai pada tahun 2013. Ia ditetapkan sebagai “Yang Mulia” pada tahun 2018. Untuk diterima sebagai Beato, diperlukan suatu mukjizat yang terjadi dan diakui resmi oleh Vatikan. Mukjizat yang mengantar Acutis menjadi Beato adalah mukjizat penyembuhan seorang anak kecil di Brazil yang menderita penyakit kanker pankreas yang jarang terjadi di dunia pada tahun 2013. Pada 14 November 2019, Dewan Medis yang memproses kanonisasi menyimpulkan memang benar terjadi mukjizat penyembuhan lewat perantaraan doa Acutis.

Setelah memenuhi syarat menjadi Beato, akhirnya pada tanggal 10 Oktober 2020 Carlo Acutis dinobatkan sebagai Beato atau yang berbahagia. Paus Fransiskus menjadikan Acutis sebagai teladan bagi para milenial dengan menulis bahwa Acutis mampu menggunakan internet dan teknologi untuk menyebarkan injil. “Memang benar bahwa dunia digital dapat membuat Anda menghadapi risiko ketergantungan, apatis, dan (hanya) kesenangan sesaat. Namun, jangan lupa bahwa ada anak muda, bahkan ada yang menunjukkan kreativitas bahkan jenius. Itulah yang terjadi pada Beato Carlo Acutis,” tulis Paus pada tahun 2018.

Paus melanjutkan, “Carlo sangat menyadari bahwa seluruh perangkat komunikasi, periklanan, dan jejaring sosial dapat digunakan untuk membuai kita, membuat kita kecanduan konsumerisme dan membeli barang terbaru di pasar, terobsesi dengan waktu luang, terjebak dalam hal-hal negatif. Namun, dia tahu bagaimana menggunakan teknologi komunikasi baru untuk menyebarkan Injil, untuk mengomunikasikan nilai-nilai dan keindahan.”

Pesan untuk Kaum Muda

Kita pun sebagai umat Kristiani dapat belajar dari keteladanan hidup Beato Carlo Acutis. Di tengah pengaruh dunia yang begitu mengikat ternyata roh kudus masih bekerja di dalam diri kita jika kita membuka hati untuk kehadiran-Nya dan taat menjalankan ajaran-Nya. Beato Carlo Acutis menjadi bukti nyata bahwa di era sekarang masih ada anak muda yang tekun menjalankan ajaran Yesus dan menggunakan kemajuan teknologi untuk memberitakan injil. Harapannya, generasi muda Katolik juga semakin semangat mengikuti kristus serta berusaha menggunakan teknologi dengan bijak dan menjadikannya sebagai sarana untuk berbagi kebaikan.

Referensi:

Wikipedia
Kompas.com

Puncta 19.10.20 / Lukas 12:13-21 / Secuil Harta Membawa Petaka

 

WARISAN orangtua kalau tidak dikelola dengan baik bisa menimbulkan masalah di dalam keluarga. Ada kakak beradik bermusuhan gara-gara warisan. Bahkan ada yang rebutan sampai menimbulkan percekcokan dan bunuh-bunuhan. Gara-gara harta warisan.

Pernah terjadi pembunuhan pada oktober 2014 di Banyumas gara-gara rebutan harta warisan. Empat orang sekaligus dibunuh oleh saudaranya sendiri. Mereka adalah Suratno, anak pertama; Sugiono,anak ketiga; Heri, anak kelima. Sedangkan Vivin adalah anak Suratno juga dibunuh karena memergoki kejadian.

Para tersangka pelakunya adalah saudaranya sendiri. Mereka adalah Saminah bersama ketiga anaknya. Saminah adalah adik Suratno dan kakak dari Sugiono dan Heri. Motif pembunuhan ini adalah karena percekcokan masalah harta warisan orangtua mereka yakni, Misem.

Kita bisa melihat banyak kasus dimana-mana, gara-gara warisan nyawa bisa melayang. Saudara sekandung bisa menjadi musuh yang harus dilenyapkan. Harta warisan yang tidak seberapa bisa menimbulkan permusuhan antar saudara.

Suatu hari Yesus diminta oleh seseorang, “Guru, katakanlah kepada saudaraku, supaya ia berbagi warisan dengan daku.”

Yesus mengingatkan kepada orang banyak, “Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan. Sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidak tergantung dari kekayaannya itu.”

Harta kekayaan itu hanya titipan Tuhan. Walaupun itu berlimpah ruah, tetapi tidak akan bisa menyelamatkan hidup orang. Kendati orang kaya raya, tetapi jika Tuhan mengambil nyawanya sewaktu-waktu, ia tak bisa membeli hidupnya atau menggantikan dengan hartanya. Kita diingatkan untuk tidak serakah dan tamak.

Harta kekayaan itu bukan tujuan utama, dia hanyalah sarana untuk hidup. Yesus minta kepada kita untuk tidak menimbun harta untuk diri sendiri, tetapi kita kaya di hadapan Allah. Kaya di hadapan Allah itu bukan soal kaya material, tetapi kaya akan kebaikan. Seberapa banyak kita berbuat baik kepada orang lain. Seberapa kita peduli terhadap mereka yang miskin dan menderita. Apa gunanya punya harta melimpah, tetapi tetangga sebelah meregang nyawa sekarat karena kelaparan dan kemiskinan. Berhati-hatilah terhadap keserakahan dan kerakusan, karena bisa berujung petaka.

Pergi ke hutan mencari bajakah.
Untuk mengobati penyakit langka.
Hati-hatilah terhadap nafsu serakah.
Harta akan membelenggu jadi petaka.

Cawas, apa itu HM….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr