Puncta 17.05.22 || Selasa Paskah V || Yohanes 14: 27-31a

 

Merpati Lambang Perdamaian

SENIMAN Jerman, Justus Becker, melukis seekor merpati yang membawa ranting zaitun dalam warna nasional Ukraina (biru dan kuning) di dinding luar sebuah bangunan di Frankfurt.

Dengan mural tersebut, warga Frankfurt menyiratkan bentuk harapan dan solidaritas untuk warga Ukraina yang sedang porak poranda diserbu Rusia.

Sejak zaman dulu merpati menjadi ikon kesucian, kepolosan, keindahan dan perdamaian karena merpati tidak mempunyai kantong batu empedu, makanya bebas dari kepahitan dan kejahatan.

Di mitos Yunani, merpati adalah pendamping dari dewi cinta Aphrodite atau Venus.

Karakter merpati adalah pembawa damai. Dia tidak pernah membunuh dalam mencari makan. Ia tidak pernah membalas atau melawan saat diserang, ia cenderung menghindar saat berhadapan dengan lawan.

Merpati adalah lambang romantisme. Ia sangat mengasihi dan menjaga pasangannya.

Binatang ini selalu bekerjasama dengan jodohnya. Merpati adalah binatang monogam yang setia pada pasangannya.

Keduanya saling membantu dan mengisi. Jika yang betina mengeram, sang jantan menjaga di dekat sarang. Jika sang betina kelelahan, si jantan mengganti untuk mengerami demi kehangatan bagi calon bayi merpati.

Belajar dari merpati yang menjadi simbol damai. Kita ingat sabda Yesus yang memberi damai pada kita.

“Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia.”

Yesus datang membawa damai dan kasih kepada semua manusia. Ajaran-Nya adalah ajaran kasih dan pengampunan.

Yesus tidak mengajarkan kekerasan dan kebencian.

Dia berkata, “Kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu.”

Bahkan ketika Dia sudah disalib, Yesus masih mendoakan para serdadu dan orang-orang yang menyalibkan-Nya, “Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak tahu apa yang mereka lakukan.”

Maka kepada murid-murid-Nya Dia mewanti-wanti untuk mengasihi dan membawa damai di mana-mana.

Sabda perpisahan Yesus itu menjadi wasiat bagi kita.

Dia akan pergi kepada Bapa, tetapi Dia meninggalkan damai sejahtera bagi kita.

Kalau kita mengasihi Yesus, maka kita akan mewartakan damai dan sukacita kepada semua orang.

Orang Katolik dimanapun dipanggil untuk membawa damai bagi dunia sekitarnya.

Pertanyaan reflektif: Apakah anda sudah membawa damai kepada tetangga-tetangga di sekitar anda?

Apakah kehadiran anda membawa sukacita dan damai bagi sesama?

Main-main di pinggir pantai,
Ombak datang silih berganti.
Kalau kita membawa damai,
Akan ada sukacita di hati.

OTW Lombok, jadikan aku pembawa damai…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 16.05.22 || Senin Paskah V || Yohanes 14: 21-26

 

Wasiat Terakhir

BABAH Apo punya dua anak, Aphan dan Aphin. Sebelum meninggal Bah Apo berpesan pada anak-anaknya.

Pertama, jangan menagih hutang pada orang yang berhutang padamu. Kedua, jika pergi dari rumah ke toko, janganlah mukamu terkena matahari.

Babah Apo tidak lama kemudian meninggal.

Selang berapa lama kedua anak tumbuh dewasa. Aphan menjadi kaya raya, sedangkan Aphin terus jatuh melarat.

Mamanya bertanya kepada Aphin, mengapa jadi melarat?

Aphin menjawab; “Mama, aku mengikuti pesan papah. Aku tidak boleh menagih hutang kalau ada orang yang pinjam uang. Banyak orang pinjam uang, modalku makin habis karena pesan papah tidak boleh menagih.

Tiap ke toko aku naik becak atau angkot karena takut kena sinar matahari. Biaya transport jadi mahal. Itulah gara-gara ikut pesan papah, aku malah jadi miskin.”

Kepada Aphan, mamanya juga bertanya, kenapa kamu makin kaya dan sukses?

Jawab Aphan; “Ini semua karena pesan papah. Aku tidak boleh nagih hutang, makanya aku tidak memberi pinjaman pada orang. Aku tidak boleh kena sinar matahari, makanya aku berangkat pagi-pagi sebelum matahari terbit dan pulang malam hari. Orang banyak ke toko aku karena aku buka lebih awal dan tutup paling terakhir. Itulah pesan papah.”

Sebelum Yesus wafat, Dia juga meninggalkan pesan kepada para murid. “Barangsiapa memegang perintah-Ku dan melakukannya, dialah yang mengasihi Aku. Jika seorang mengasihi Aku, ia akan menuruti perintah-Ku dan Bapa-Ku akan mengasihi dia dan Kami akan datang kepadanya dan diam bersama-sama dengan dia.”

Perintah Yesus adalah “Kasihilah seorang akan yang lain.” Mengasihi berarti ikut caranya Yesus mengasihi.

Kasih menjadi tanda bahwa Yesus tinggal di dalam diri kita. Mengapa kita sering gagal mengasihi? Mengapa kita tidak berhasil mengikuti wasiat-Nya? Karena kita salah mengartikan pesan-Nya atau tidak tahu caranya bagaimana.

Seperti Aphin yang salah mengartikan pesan, kita pun sering juga salah menjalankan pesan Yesus.

Yesus akan mengutus Penghibur, yaitu Roh Kudus yang akan mengajarkan kepada kita segala sesuatu yang dikehendaki Yesus.

Kita membutuhkan bimbingan Roh Kudus agar dapat memahami pesan atau wasiat Yesus itu.

Pertanyaan Reflektif: Apakah hati kita terbuka akan bisikan Roh Kudus sehingga kita dibantu untuk mengerti kehendak Tuhan?

Caranya dengan sering berdoa agar hati menjadi lebih peka. Doa adalah jembatan kepada Tuhan.

Di Prambanan nonton Ramayana,
Terpesona pada penari kijang kencana.
Tuhan selalu menemani langkah kita,
Dia sudah mengutus Roh Kudus-Nya.

Cawas, Tuhan bersama kita…
Rm.A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 15.05.22 || Minggu Paskah V || Yohanes 13: 31-33a. 34-35

 

Perintah Baru

SEORANG ayah yang sudah tua dan sakit-sakitan, mengumpulkan semua anaknya. Ia tahu bahwa ajalnya sudah mendekat.

Maka dia ingin meninggalkan warisan yang berharga untuk hidup anak-anaknya ke depan.

Setelah semua anaknya ada di sekitarnya, ayah itu berkata; “Anak-anakku, apa yang ayah pegang ini?”

Ia menunjukkan beberapa tangkai lidi. “Coba, kalian pegang satu per satu. Sekarang patahkan!!

Anak-anaknya mematahkan lidi-lidi itu dengan mudah.

Lalu sang ayah memberikan sebuah sapu lidi.

“Coba sapu ini kalian patahkan.” Perintahnya kepada semua anak-anaknya. Masing-masing mencoba, namun tidak ada yang berhasil.

“Demikianlah jika kalian bersatu, maka kalian seperti sapu lidi, tidak bisa dipatahkan dan dihancurkan.

Inilah pesan ayah yang terakhir bagi kalian. Sepeninggal ayah, hendaklah kalian rukun bersatu. Jangan ada yang memisahkan diri, niscaya kalian akan kuat dan berhasil.”

Begitulah pada akhir hidup-Nya, Yesus memberi warisan nasehat kepada para murid-Nya dengan perintah baru.

“Demikian pula Aku mengatakannya sekarang juga kepada kamu. Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi; sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi.”

Sekarang kita punya pola mengasihi, yakni dengan pola Yesus. Jadi mengasihi bukan semau kita, tetapi mengasihi dengan cara Yesus mengasihi.

Kita sering mengasihi hanya kepada orang yang mengasihi dan yang berbuat baik kepada kita.

Kadang malah kita suka membenci dan membalas dendam bagi mereka yang telah menyakiti, melukai, atau membuat kita menderita.

Hukum balas dendam; mata ganti mata, gigi ganti gigi masih sering melekat di dalam hati dan pikiran kita. Ini adalah hukum lama yang sudah usang dan jadi fosil.

Yesus membawa hukum baru, perintah baru yakni hukum kasih. Kasih itu hukum ilahi. Kasih itu nilainya paling tinggi. Hukum kasih mengatasi segalanya.

Yesus telah memberi teladan yakni mengasihi di kayu salib. Kepada orang-orang yang menyalibkan-Nya, ia berkata; “Ya Bapa, ampunilah mereka karena mereka tidak mengetahui apa yang mereka lakukan.”

Kasih menjadi nyata dalam pengampunan, bukan balas dendam.

Mengasihi memang tidak mudah. Kita sering jatuh, lebih mengikuti nafsu dan kemauan kita sendiri.

“Ngapain harus mengampuni, enak saja orang seperti itu diampuni, dia harus diberi hukuman setimpal,” demikian kata hati kita.

Maka marilah kita mohon Roh Yesus Kristus agar kita dapat meniru kasih-Nya yang tak pandang bulu dan tanpa pamrih.

Hanya karena Roh Kudus-Nya, kita mampu mengasihi seperti pesan wasiat Yesus itu.

Hari-hari panas terik sengatan mentari,
Rasanya seperti sedang ada di atas wajan.
Kasih itu happy dan tidak membenci,
Ajarilah kami kasih-Mu selalu ya Tuhan.

Cawas, perintah baru…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 14.05.22 || Sabtu Paskah IV || Yohanes 14: 9-17

 

Kisah John Griffit.

SEBUAH film pendek meraih nominasi Oscar untuk best live action short film berjudul “Most” yang berarti jembatan. Film ini menceritakan kisah nyata tentang seorang ayah yang mengorbankan anak satu-satunya demi menyelamatkan ratusan penumpang kereta.

Adalah John Griffit, penjaga lintasan kereta api di Missisipi bertugas menaikkan tuas agar jembatan naik sehingga kapal-kapal bisa lewat di sungai, dan pada jam tertentu menurunkan tuas kembali agar kereta penumpang bisa menyeberang sungai.

Anaknya Greg suatu kali ikut ayahnya yang sedang bekerja. Ia sangat senang melihat kapal-kapal yang melintas di sungai. Ia asyik bermain-main di bawah jembatan.

Ayahnya terkejut karena ada kereta yang akan lewat. Ia harus menurunkan tuas jembatan.

Namun apa yang terjadi sungguh membuat jantungnya berdegub kencang, anaknya tergelincir di roda-roda jembatan.

Dia sangat panik. Kereta akan segera lewat. Ia harus menarik tuas. Tetapi anaknya ada di bawah sana.

Jika tuas ditarik, anaknya akan tergencet oleh roda. Ia dikejar waktu yang makin sempit. Menyelamatkan penumpang kereta atau anak laki satu-satunya.

Dengan berat hati dan pikiran yang gundah dia mengorbankan anaknya agar ratusan penumpang Memphis Express tetap melaju dengan selamat.

Yesus berkata, “Tidak ada kasih yang lebih besar daripada kasih seseorang yang memberikan nyawanya untuk sahabat-sahabatnya. Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.”

Kasih Yesus sungguh luar biasa. Dia mengorbankan Diri-Nya agar kita semua selamat. Dia mengorbankan nyawa-nya untuk menebus kita.

Dia mengasihi kita sampai sehabis-habisnya. Tangan-Nya yang terentang di kayu salib mengisyaratkan cinta tanpa batas.

Karena kita dicintai sedemikian rupa, semestinya kita membalasnya dengan saling mengasihi, sebagaimana yang dipesankan kepada kita.

“Inilah perintah-Ku yaitu supaya kamu saling mengasihi seperti Aku telah mengasihi kamu.”

Tandanya kita menjadi sahabat-Nya adalah jika kita saling mengasihi. Kalau kita mengaku sebagai murid-Nya adalah jika kita melakukan apa yang diperintahkan Sang Guru kepada kita.

Oleh karena itu kita bisa bertanya pada diri kita masing-masing, sejauh manakah kita saling mengasihi?

Kalau kita mengasihi Kristus, berarti kita juga mengasihi sesama kita. Mengasihi Kristus nampak dalam tindakan kita mengasihi mereka yang lemah, miskin, tersingkir, kecil dan difabel.

Mengasihi tidak milih-milih. Mengasihi juga tidak ada pamrihnya. Sudahkah kita membalas kasih Kristus itu dengan mengasihi mereka tanpa balas?

 

Tidak ada bintang di malam hari,
Gelap gulita di malam yang sepi.
Marilah kita saling mengasihi,
Itulah hukum Tuhan peling tinggi.

Cawas, indahnya mengasihimu…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr

Puncta 13.05.22 || Jumat Paskah IV || Yohanes 14: 1-6

 

Hadiah Presiden

BAPAK Presiden sering memberi hadiah sepeda kepada banyak orang.

Setiap kali kunjungan atau acara-acara tertentu, Pak Presiden memberi pertanyaan kepada anak-anak atau warga. Kalau mereka bisa menjawab lalu diberi hadiah sepeda.

Bukan sepedanya yang paling penting, tetapi hadiah atau pemberian dari seorang Presiden itulah yang sangat berkesan nilainya.

Seandainya hadiahnya bukan sepeda, tetapi undangan makan malam di istana negara, pasti lebih heboh lagi.

Kita bisa bayangkan jika ada seorang dari pelosok atau pedalaman Papua atau Kalimantan diundang ke istana negara untuk jamuan makan bersama Presiden, bagaimana kira-kira rasanya orang yang belum pernah ke kota besar diundang ke istana presiden.

Ada perasaan senang, bangga, tapi juga bingung bagaimana harus berjalan menuju ke sana. Belum pernah tahu jalan ke Jakarta atau ke istana negara.

Bisa saja ke jakarta naik pesawat, pakai kereta atau sewa mobil pribadi. Tetapi kalau belum pernah tahu ke istana pasti akan bingung.

Lain lagi kalau Bapak Presiden mengutus ajudan untuk menjemput orang kampung itu. Dia akan diantar sampai ke istana.

Karena dengan ajudan pastinya harus melalui protokol atau prosedur yang ketat.

Sangat beda lagi kalau yang diutus menjemput adalah putranya sendiri. Putra presiden pasti punya previlegi khusus sehingga akan sampai di tujuan dengan aman dan selamat.

Putra presiden pasti tahu jalan yang benar dan akan menjamin sampai di dalam istana,

Yesus berkata, “Janganlah gelisah hatimu, percayalah kepada Allah, percayalah juga kepada-Ku. Di rumah Bapa-Ku banyak tempat tinggal. Sebab Aku pergi ke situ untuk menyediakan tempat bagimu.”

Sebagaimana Tomas, kita juga bertanya, “Tuhan kami tidak tahu kemana Engkau pergi, jadi bagaimana kami tahu jalan ke situ?”

Yesus berkata, “Akulah jalan, kebenaran dan hidup.Tidak ada seorang pun yang datang kepada Bapa, kalau tidak melalui Aku.”

Yesus adalah Putra Allah sendiri yang diutus untuk menjemput kita. Maka kita tidak perlu takut, pasti kita akan sampai ke tempat tujuan yakni rumah Bapa di surga.

Yesus adalah jalan, melalui Dia kita sampai kepada Bapa. Yesus adalah kebenaran, karena apa yang diajarkan Yesus adalah kebenaran yang akan membawa kita pada keselamatan.

Yesus adalah hidup itu sendiri, jika kita melalui jalan yang benar, pastilah terjamin bahwa kita akan memperoleh kehidupan kekal.

Jalan yang ditunjukkan Yesus tidak mudah. Jalan itu adalah jalan pengorbanan, jalan salib.

Tempat yang dijanjikan Yesus itu memang harus ditempuh dengan pengorbanan yakni memanggul salib.

Jika kita setia mengikuti jalan Yesus, Sang Putera Allah maka kita akan memperoleh kehidupan kekal.

Bersediakah kita mengikuti jalan yang ditunjukkan Yesus yakni memanggul salib bersama Dia supaya kita bisa sampai ke hidup yang sesungguhnya?

Hadiah presiden adalah sepeda,
Bisa diambil di istana negara.
Kalau kita mau sampai ke surga,
Jalan Yesus adalah jaminannya.

Cawas, janganlah gelisah hatimu…
Rm. A .Joko Purwanto, Pr