Puncta 13.12.19 PW. St. Lusia, Perawan dan Martir Matius 11:16-19 / Matematika Kehidupan

 

Hiduplah tiap hari seperti rumus matematika :
Mengalikan (X) kegembiraan
Mengurangi (-) kesedihan
Menambahkan (+) semangat
Membagi (:) kebahagiaan
Mengkwadratkan (2) kasih sayang

Dalam bacaan Injil hari ini Yesus mengkritik sikap orang-orang yang menilai tindakan Yohanes Pembaptis dan Yesus hanya menurut kacamata mereka sendiri.

Yohanes hidup dengan sederhana dan miskin serta mati raga dituduh orang yang kerasukan setan. Yesus dekat dengan orang miskin, makan dan minum bersama pemungut cukai dinilai pelahap dan peminum, sahabat orang berdosa.

Orang-orang itu tidak bisa menerapkan rumus matematika. Mereka tidak bisa mengalikan kegembiraan. Orang-orang itu tidak bisa mengalami kebahagiaan bersama mereka yang bahagia. Tetapi justru mencurigai dan berprasangka buruk terhadap orang lain.

Mereka menuntut orang lain untuk mengikuti kemauan mereka. Kalau mereka sedih, orang lain tidak boleh bahagia. Kalau saya menderita, orang lain harus ikut menderita. Tetapi kalau saya senang, nasib orang lain bukan urusan mereka.

Dengan sikap mereka seperti itu, orang tidak berusaha mengurangi kesedihan tetapi justru menambah beban penderitaan. Yang seharusnya mereka bisa menambahkan semangat kepada orang lain, tetapi justru merecoki dan mengganggu orang-orang di sekitarnya.

Orang yang berprasangka buruk terhadap orang lain, sebenarnya merugikan dirinya sendiri. Prasangka itu menjadi beban pikiran yang terus membelenggunya. Sehingga pikirannya menjadi sempit, egois dan tertutup.

Hari ini Gereja memperingati Santa Lucia, perawan dan martir. Nama Lucia berasal dari kata LUX yang artinya cahaya, terang, sinar. Hidup Lucia menjadi terang dan cahaya bagi orang-orang di sekitarnya.

Keteguhan imannya kepada Yesus sungguh luar biasa. Ia berani mengikrarkan diri tidak menikah dan mempersembahkan hidupnya kepada Kristus sampai mati.

Sikap ini adalah sebuah sinar bagi kesalehan hidup Kristen. Saking sucinya keteguhan Lucia, ia tegar menjalani penderitaan dan penganiayaan.

Ia mati sebagai martir membela keyakinannya. Namanya diabadikan dalam doa syukur agung pertama yang selalu disebut bersama orang-orang kudus lainnya.

Marilah kita menjadi terang seperti St. Lucia yang mampu menerapkan rumus-rumus matematika kehidupan di atas sehingga semakin banyak orang bersukacita, bersemangat, berbahagia dan mau berbagi dengan yang lain.

Membeli besek di Pasar Blok Q
Walau hidungku pesek, tetap menarik hati

Cawas, GT tegak menjulang
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 12.12.19 Matius 11:11-15 / Sang Perintis

 

YOHANES PEMBAPTIS tampil mendahului kedatangan Sang Juru Selamat. Ibaratnya pasukan perintis, ia membuka jalan bagi kedatangan yang lain.

Yohanes bertugas menyiapkan kedatangan Mesias. Ia mempersiapkan umat Allah. Maka pewartaannya berisi tentang pertobatan. Ia mengajak umat untuk bertobat, mempersiapkan diri bagi Kristus.

Orang-orang diajak menyiapkan diri sebaik-baiknya demi datangnya Sang Mesias. Yohanes mencontohkan dirinya sendiri bagaimana harus menyiapkan kedatangan Sang Mesias.

Yesus dalam bacaan Injil hari ini menegaskan tidak ada orang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis. Yesus menyamakan Yohanes dengan Nabi Elia, seorang nabi besar yang dihormati oleh bangsa Israel.

Cara hidup Yohanes meniru apa yang dilakukan oleh Elia. Pewartaan Yohanes mirip dengan pewartaan Elia agar Israel berpaling kembali kepada Allah. Yohanes membaptis orang di Sungai Yordan agar mereka hidup secara baru demi kedatangan Allah.

Karena peri hidup Yohanes yang baik itulah, Yesus menegaskan, “Sesugguhnya di antara mereka yang dilahirkan oleh perempuan tidak pernah tampil seorang yang lebih besar daripada Yohanes Pembaptis.”

Seluruh hidup Yohanes diabdikan kepada Allah. Ia hidup dengan ketaatan tinggi kepada kebenaran Allah. Kendati harus mati dipenggal kepalanya, tetapi kebenaran harus diwartakan.

Yohanes Pembaptis konsekwen dengan apa yang diyakininya sebagai kebenaran. Kebenaran itu dibela sampai mengorbankan nyawanya.

Itulah sebabnya Yesus sangat menghargai peran Yohanes Pembaptis. Tidak ada orang yang lebih besar selain Yohanes Pembaptis.

Orang baik selalu dirongrong untuk dijegal dan dijatuhkan. Begitu pun dengan Yohanes Pembaptis. Ada banyak pihak yang tidak suka pada kritik pedas Yohanes.

Karena kepetingan dan kedudukannya dirongrong, mereka berusaha menyingkirkannya. Bahkan Herdes pun tidak suka kepada Yohanes. Maka dia berusaha menghilangkan jejak Yohanes.

Beranikah kita meniru Sang Perintis yakni Yohanes Pembaptis? Ia menyiapkan diri dan mengajak orang banyak untuk mempersiapkan kedatangan Almasih dengan semangat tobat yang besar.

Pagi-pagi minum jus tomat
Bikin pikiran melayang-layang
Marilah kita bertobat
Sang Almasih akan segera datang

Cawas, pagi yang indah
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 11.12.19 Matius 11:28-30 / A Shoulder To Cry On

 

KETIKA Jean Valjean keluar dengan bebas bersyarat dari penjara. Ia harus pulang ke kotanya di Vigou. Perjalanan jauh ke kotanya memaksa dia menginap di kota-kota yang dilewatinya.

Ia mencari penginapan tetapi tak ada yang mau menampungnya karena dia hanya membawa selembar kertas pembebasannya dari kantor polisi.

Malam gelap sudah menjelang, ia hampir putus asa karena tak ada tempat bermalam. Seorang ibu tua menghampirinya ketika ia tertidur tanpa selimut di emper toko.

Ibu itu menyarankan untuk mengetuk pintu pastoran. Karena cuma pintu itu yang belum diketuknya. Akhirnya dia memberanikan diri mengetuk pintu pastoran.

Pastor tua Myriel di Dijon membukakan pintu dan Jean menerangkan siapa dirinya dengan menunjukkan surat identitasnya. Tanpa mempedulikan apa yang diomongkan Jean, pastor itu menerimanya.

Dipersilahkan tamunya untuk makan malam dengan soup hangat. Diberikannya kamar tidur nyaman dengan selimut tebal untuk bisa beristirahat dengan tenang.

Beban beratnya untuk sementara dapat disandarkan kepada pastor tua yang malam ini memberi tumpangan. Peristiwa malam itu mengubah seluruh hidupnya.

Dalam bacaan Injil hari ini, Yesus memberi kata-kata indah penuh harapan kepada semua orang yang mempunyai beban berat.

“Datanglah kepadaKu, kalian semua yang letih lesu dan berbeban berat. Aku akan memberikan kelegaan kepadamu.”

Sabda Yesus itu memberi harapan kepada siapa pun yang mempunyai beban berat dalam hidupnya. Yesus menyediakan diri menjadi tempat bersandar bagi beban hidup setiap orang.

Yesus bersabda, “belajarlah padaKu karena Aku lemah lembut dan rendah hati. Maka hatimu akan mendapat ketenangan.” Sabda yang menyejukkan ini sungguh menguatkan kita untuk datang berlindung kepadaNya.

Yesus tidak pernah mengecewakan siapa pun yang dengan terbuka memohon pertolonganNya. Siapa pun yang datang kepada Yesus, selalu diterima dengan kasih dan tangan terbuka.

Maukah kita juga seperti Yesus, membuka tangan dan hati bagi siapapun tanpa pilih-pilih? Hati Yesus itu bagai samudera yang luas, mampu menerima segala apapun yang masuk di dalamnya.

Ibarat samudera, semua yang baik-buruk, kotor-bersih, keruh-jernih, besar-kecil, ditampung dan diterima dengan legawa. Marilah kita datang kepada Yesus dan belajar daripadaNya.

Di Kalimantan ada lahan sejuta gambut
Sayang sekali sering terjadi kebakaran
Marilah datang kepada Yesus yang lembut
Hidup kita akan mendapat ketenangan

Cawas, senja yang mempesona
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 10.12.19 Matius 18:12-14 / Gembala Berbau “Prengus”

 

DALAM Evangelii Gaudium, Paus Fransiskus mengajak para imamnya agar mau menjadi gembala yang berbau domba. Gambaran gembala berbau domba itu dimaksudkan supaya para gembala mau terjun langsung, hidup bersama tanpa sekat dengan domba-dombanya.

Imam yang mengerti dan merasakan bagaimana penderitaan domba-dombanya. Gembala yang berbau domba berarti dia hidup sangat dekat dengan domba-dombanya. Kalau ada gembala berbau parfum, kita bisa tahu dengan siapa dia bergaul.

Dalam Injil hari ini, Yesus mengajak diskusi murid-muridNya, “Bagaimana pendapatmu? Jika seorang mempunyai seratus ekor domba, dan seekor diantaranya sesat, tidakkah ia akan meninggalkan yang Sembilanpuluh sembilan ekor di pegunungan, lalu pergi mencari yang sesat itu?”

Para murid diajak untuk berpikir, bagaimana sikap mereka jika mereka jadi gembala dan ada seekor domba yang tersesat hilang.

Yesus menunjukkan sikap BapaNya yang tidak menghendaki satu ekor pun dari domba-dombanya akan hilang. Ia akan mencari dan meninggalkan yang Sembilanpuluh sembilan itu demi seekor domba yang tersesat.

Demikianlah sikap Bapa. Begitulah Yesus menghendaki kepada para imam agar berani mencari yang tersesat, sampai mereka harus berbau domba. Yesus adalah Gembala yang baik. Maka ia berani mengorbankan nyawaNya demi keselamatan domba-dombaNya.

Dengan gambaran itu Yesus menghendaki agar para gembala tidak duduk manis di kandang. Tetapi pergi ke padang untuk hidup bersama dengan para dombanya.

Apabila ada domba yang lelah, kelaparan, sakit, kesulitan, para gembala siap untuk membantu mengulurkan tangan yang pertama. Gembala diajak siap meninggalkan zona nyaman agar bisa menyentuh domba-domba yang terpisah jauh dari kawanan.

Semboyan Bapak Uskup kita, Mgr. Robertus sangat jelas menggambarkan gembala yang siap mencari domba-dombanya. “Querere et Salvum Facere.” Mencari dan Menyelamatkan.

Para imam yang adalah pembantu uskup harus berjalan seiringan dengan pemimpinnya untuk mencari dan menyelamatkan.

Apakah semua pelayanan pastoral kita terarah untuk mencari dan menyelamatkan domba-domba yang tersesat?

Ataukah kita sibuk sendiri dengan macam-macam aturan, prosedur, administrasi, dan segala hal tetek bengek yang malah menghambat bagi penyelamatan jiwa-jiwa?

Marilah kita semua bertanya, apakah kita ini gembala berbau domba atau gembala berbau parfum wangi-wangian?

Di dompet tinggal ada kartu kredit
Akhir tahun kebutuhan sudah menghadang
Janganlah kita terlalu pelit
Untuk menyelamatkan domba yang hilang

Cawas, menunggu gaji ketigabelas
Rm. A. Joko Purwanto Pr

Puncta 09.12.19 HR. Maria Dikandung Tanpa Noda Lukas 1: 26-38

 

SALAH satu dogma atau ajaran resmi gereja adalah tentang Maria dikandung tanpa dosa. Dogma ini diumumkan secara resmi oleh Paus Pius IX pada 8 Desember 1854.

Seolah menegaskan tentang keyakinan iman gereja itu, Bunda Maria menampakkan diri kepada St. Bernadete di Lourdes. Bunda Maria mewahyukan siapa dirinya dengan menyebut bahwa “Que soy era immaculada Councepciou.”

Atau “Akulah yang dikandung tanpa noda.” Peristiwa itu terjadi di Lourdes Perancis pada tanggal 25 Maret 1858. Pewahyuan diri Bunda Maria kepada Bernadete ini menegaskan keyakinan iman gereja bahwa Bunda kita terkandung tanpa noda dosa.

Bukan hanya anak yang dikandung dari rahimnya adalah Yang Kudus dari Allah, tetapi Rahim yang mengandung itu juga adalah kudus. Pastilah sesuatu yang baik, kudus dan suci berasal dari Allah. Begitu juga Bunda Maria juga kudus sejak semula. Ini adalah sebuah keyakinan suci gereja.

Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang panggilan Maria. Panggilan Maria itu kendati berasal dari Allah, namun tetap mengambil sisi kemanusiaan seorang perawan Maria.

Ia serba bingung, terkejut dan tidak siap menghadapi tugas yang berat. Ia takut dan bimbang dengan pewartaan Malaikat. “Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku tidak bersuami?”

Tetapi setelah dijelaskan oleh Malaikat bahwa semua ini adalah kehendak Allah, dan tidak ada yang mustahil di hadapan Allah, maka Maria menjawab dengan tulus dan rendah hati, “Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan; terjadilah padaku menurut perkataanmu itu.”

Kehendak Allah ditanggapi oleh Maria. Kesanggupan ini memulai babak baru dalam karya keselamatan. Allah menjadi manusia. Yang Ilahi mengambil rupa pada yang insani. Yang Kudus menjadi Yang Hina.

Allah mengambil rupa sebagai manusia dalam diri Yesus Almasih. Kerendahan hati Maria inilah yang memungkinkan Allah hadir dalam rahimnya. Rahim manusia yang lemah dan hina itu dipakai Allah untuk menyelamatkan semua manusia.

Gereja tidak ragu dan bimbang mengakui Maria sebagai pribadi yang dikandung tanpa noda dosa.

Kita semua bisa meneladan sikap Maria untuk mencapai kekudusan. Kesetiaan dan kerendahan hatinya bisa menjadi model bagi kita untuk bertekun dan setia menanggapi kehendak Tuhan dalam hidup kita masing-masing.

Di hadapan Tuhan tidak ada yang mustahil. Manusia mampu mengusahakan kekudusan itu adalah mungkin. Sebagaimana Maria setia kepada Allah sampai di bawah kayu salib Yesus, Bersama Maria, kita juga mampu memanggul salib kita sendiri.

Beli keranjang dengan banyak tali
untuk mengangkut baju-baju baru
Bunda Maria yang suci murni
Jadikanlah kami anak-anakmu

Cawas, saatnya menanti
Rm. A. Joko Purwanto Pr