KALAU kita memasuki Kota tua Yerusalem, kita akan melewati salah satu gerbang yakni Gerbang Stefanus. Orang percaya bahwa di luar gerbang itulah Santo Stefanus dirajam menjadi martir.
Menjadi kebiasaan bahwa orang yang dihukum tidak boleh dieksekusi di dalam kota. Seperti Yesus dibawa ke Bukit Golgota, di luar kota Yerusalem.
Demikian pun Stefanus diarak keluar dari sidang Sanhedrin, Majelis Tertinggi kaum Yahudi, melewati salah satu pintu gerbang Yerusalem.
Stefanus adalah salah satu dari tujuh diakon yang tersohor. Mereka bertugas untuk melayani pembagian jatah untuk janda-janda miskin.
Stefanus juga berkotbah mewartakan imannya tentang Yesus Almasih. Karena kuasa Roh Kudus,ia pandai beradu gagasan dengan kelompok Libertini.
Mereka ini adalah Jemaat Yahudi dari “luar kota” yakni Kirene, Aleksandria (Mesir), Kilikia dan Asia. Mereka malu dan sakit hati karena kalah berdebat tentang keyahudian.
Maka mereka memutarbalikkan fakta dengan menuduh Stefanus menghina Bait Suci, Hukum Taurat dan menghojat Musa dan Allah.
Stefanus makin dikuasai Roh Kudus dan bernyala-nyala dengan kesaksiannya. Dalam sidang ia berteriak, “Sungguh, aku melihat langit terbuka, dan Anak Manusia berdiri di sebelah kanan Allah.”
Makin marahlah mereka mendengar itu karena mereka tidak percaya kepada kebangkitan badan. Mereka menyeret Stefanus ke luar kota dan melemparinya dengan batu.
Mereka meletakkan jubah luar mereka di depan kaki seorang muda bernama Saulus, yang kelak akan menjadi Rasul Paulus.
Meletakkan jubah luar itu tanda bahwa mereka sangat marah dan supaya lebih leluasa melempari Stefanus dengan batu, mereka melepaskan jubahnya.
Tetapi Stefanus justru mendoakan mereka. “Tuhan, janganlah tanggungkan dosa ini kepada mereka.’ Ia berdoa kepada Tuhan Yesus, “Ya Tuhan Yesus, terimalah rohku.”
Inilah kesaksian iman martir pertama. Kematiannya meniru cara kematian Yesus di kayu salib. Yesus mendoakan orang-orang yang menyalibkanNya dan menyerahkan nyawaNya kepada Allah.
Dalam Injil Yesus berkata, “Kamu akan dibenci semua orang oleh karena namaKu, tetapi orang yang bertahan sampai pada kesudahannya, akan selamat.”
Stefanus bertahan sampai akhir mempertahankan imannya. Ia mengalami kemuliaan bersama Yesus yang berdiri di sisi kanan Bapa.
Kita bersyukur karena darah para martir meneguhkan iman kita. kita dipanggil menjadi martir-martir baru di zaman kita ini. Tidak harus dengan darah tetapi dengan kesaksian hidup kita sebagai murid Kristus.
Naik delman ke Cokrotulung
Menyusul teman ke Kartasura
Santo Stefanus adalah martir ulung
Doakan kami yang masih mengembara.
Cawas, menanti dan menunggu
Rm. A.Joko Purwanto Pr