“Kalung Emas”
Lagu ciptaan Didik Kempot itu dinyanyikan dengan suara mendayu-dayu. Bapak setengah baya ini seperti sedang mengungkapkan isi hatinya. Syair lagu Kalung Emas itu menggambarkan seorang lelaki yang ditinggal istri tercintanya.
Istrinya sedang dimabuk asmara dengan orang lain. Ia sudah lupa dengan suami dan meninggalkannya.
“Kalung emas sing ana gulumu. Saiki wis malih dadi biru. Luntur kaya tresnamu. Luntur kaya atimu. Saiki kowe lali karo aku.
Kalung emas kuwi biyen tak tuku. Tak pasrahke mung kanggo sliramu. Gedhe rasa tresnaku ya mung kanggo sliramu. Ra nyana kowe lali karo aku.”
(Kalung emas yang ada di lehermu. Sekarang sudah berubah jadi biru. Luntur kayak cintamu. Luntur kayak hatimu. Kini engkau sudah melupakanku.
Kalung emas itu dulu kubeli. Kupasrahkan hanya untuk dirimu. Cintaku hanya untukmu. Tak kuduga kau melupakanku).
“Hampir sepuluh tahun kami menikah. Ia meninggalkanku saat aku terpuruk dan gagal. Sifatnya mulai berubah dan menjauhiku. Ia mulai pergi dengan orang lain. Aku lari cari hiburan di karaoke sambil minum.” Ceritanya dengan sendu.
“Sudah sekian lama kami bersama, ternyata saya belum sungguh mengenal pribadinya. Semua hanya topeng kepura-puraan,” katanya lirih seperti putus asa.
Filipus sudah cukup lama mengikuti Yesus. namun dia belum cukup mengenal siapa Yesus dan siapa Bapa-Nya.
Filipus berkata, “Tuhan, tunjukkanlah Bapa kepada kami, dan itu sudah cukup bagi kami.”
Kata Yesus kepadanya, “Telah sekian lama Aku bersama-sama kamu, Filipus, namun engkau tidak mengenal Aku?”
Yesus menjelaskan bahwa Dia ada di dalam Bapa dan Bapa ada di dalam Dia. Ia hidup menyatu dengan Bapa. Jika mengenal Kristus berarti mengenal Bapa. Jika orang melihat Yesus berarti melihat Bapa.
Relasi Yesus dengan Bapa sungguh erat menyatu. Relasi seperti itu dapat menjadi model dan pola relasi suami istri.
Lamanya waktu tidak menjamin kedekatan sebuah relasi. Nyatanya bapak tadi sudah menikah hampir sepuluh tahun, tetapi mereka tidak sungguh mengenal karakter pribadi pasangannya.
Bukan soal banyaknya waktu, tetapi kualitas relasi personal yang menentukan. Bapa mengasihi Yesus dan Yesus setia pada Bapa.
Dalam diri Yesus kita melihat Allah yang mengasihi tanpa batas. Dengan melihat Yesus, kita melihat Allah yang penuh belas kasih.
Kita masih butuh pengenalan yang lebih mendalam dengan Tuhan dan pasangan hidup kita.
Menanam padi di pinggir sawah.
Sawah subur hijau daunnya.
Kita bersyukur dikasihi Allah.
Mari kita membuka diri kepada-Nya.
Cawas, selalu bersyukur…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr