ADA orangtua yang ngotot datang kepada saya. Mereka meminta saya menikahkan anaknya pada hari yang sudah ditentukan.

Hari itu adalah Sabtu Kliwon. Menurut perhitungan orang pintar itu adalah hari yang paling baik. Waktunya pun sudah ditentukan yakni jam 10.00 lebih sepeluh menit.

Tidak boleh kurang atau lewat dari jam itu. Kalau sampai meleset, mereka akan mengalami petaka, katanya.

Saya menjawab enteng, “Pak, hari itu tepat weton saya je. Kalau saya melanggar, saya juga kena tulah gimana?” Orangtua itu kebingungan.

Saya menjelaskan, “Pak semua hari itu baik adanya. Tuhan tidak menciptakan ini hari sial, ini hari buruk. Masih ingat waktu Tuhan menciptakan alam semesta? Diciptakan siang dan malam, hari pertama, kedua, ketiga dan seterusnya. Allah melihat bahwa semuanya itu baik.”

Yesus dikritik oleh orang-orang Farisi karena murid-muridnya memetik bulir gandum dan memakannya pada hari sabat.

Orang Farisi berkata, “Mengapa kamu berbuat sesuatu yang tidak diperbolehkan pada hari sabat?”

Yesus menjawab mereka dengan mengutip kisah Daud dan tentaranya yang makan roti sajian yang dibawa Ahimelek seorang imam bait suci dan bagaimana Harun dan anak-anakya makan roti sajian di tempat kudus. Mereka tidak berdosa.

Kaum Farisi menganggap dirinya paling benar. Mereka merasa paling suci dengan menuruti aneka aturan-aturan keagamaan.

Mereka merasa terusik jika melihat praktek-praktek hidup yang mereka nilai melanggar hukum Taurat, salah satu contohnya adalah hukum sabat.

Kacamata mereka hanya melihat orang lain salah, saya yang paling benar. Maka ketika ada orang lain menyimpang sedikit, mereka langsung menghakimi.

Kita semua disadarkan bahwa hukum dibuat untuk manusia, bukan manusia untuk hukum. Maka Yesus menegaskan bahwa Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat.

Tuhan berkuasa atas seluruh waktu karena Tuhan yang menciptakan waktu. Kalau kita membuat hari ini buruk, hari ini jelek, apakah kita melebihi Tuhan? Apakah kita yang menciptakan hari sehingga berhak menilai saat ini jelek, saat itu baik?

Marilah kita menghargai apa yang sudah diciptakan Tuhan dengan baik. Marilah kita juga menghargai sesama kita walaupun mereka berbeda.

Bunga mawar ada durinya
Bunga melati harum baunya
Kalau kita bisa menghargai sesama
Berarti kita juga menghormati yang mencipta.

Cawas, di suatu sore
Rm. A. Joko Purwanto Pr