Semar Membangun Kahyangan

SEMAR adalah hamba yang mengabdi kepada para Pandawa. Semar sejatinya adalah seorang dewa, bernama Batara Ismaya.

Saudaranya bernama Manikmaya atau Batara Guru yang menguasai Kahyangan.

Semar diutus oleh Sang Hyang Tunggal untuk turun ke dunia menjadi rakyat jelata.

Semar menjadi punakawan atau abdi bagi para ksatria yang menegakkan kebenaran dan kasih sayang.

Walaupun wajahnya jelek namun hatinya luhur dan mulia. Ia menjadi pembimbing, penasehat, penghibur dan bertugas menuntun para ksatria menapaki jalan kebaikan.

Dalam Lakon “Semar Mbangun Kahyangan,” niat baik Semar disalahartikan oleh para ksatria dan raja.

Mereka hanya melihat sisi luar atau lahiriah saja. Semar dianggap mau menyamai para dewa.

Raja Baladewa dan Kresna marah. Mereka tahu Semar hanya seorang hamba, abdi yang rendah dan hina, tetapi berniat membangun Kahyangan, istana para dewa.

Mereka ingin menangkap dan membunuh Semar, karena dianggap menantang dewa.

Padahal maksud Semar sebenarnya adalah ingin membangun akhlak dan moral para ksatria agar menjadi perlindungan aman bagi seluruh rakyat.

Kahyangan yang dimaksud Semar adalah akhlak dan moral hidup yang baik.

Kahyangan bukan tempat, tetapi cara hidup yang baik untuk menuntun umat manusia menuju kesejahteraan lahir batin.

Disinilah kesalahpahaman terjadi.

Pemimpin Yahudi memusuhi Yesus karena mereka tidak mengakui bahwa Yesus berasal dari Allah.

Sedangkan rakyat jelata percaya bahwa Yesus adalah Kristus atau Mesias yang dijanjikan.

Para pemimpin tidak suka karena tindakan-tindakan Yesus; menghapus hukum Sabat, merombak Bait Suci dan mau membangun-Nya dalam tiga hari, menyebut Diri-Nya sebagai Anak Allah.

Orang-orang itu hanya melihat penampilan Yesus secara lahiriah saja. Asal-usul-Nya mereka tahu. Keluarga dan sanak saudara-Nya mereka kenal.

Menurut paham mereka, Kristus atau Mesias berasal dari antah berantah yang tidak diketahui. Tokoh ilahi yang akan merubah segalanya dalam waktu yang singkat

Yesus membela Diri-Nya dengan berkata, “Memang Aku kamu kenal dan kamu tahu dari mana asal-Ku; namun Aku datang bukan atas kehendak-Ku sendiri, tetapi Aku diutus oleh Dia yang benar, yang tidak kamu kenal. Aku kenal Dia, sebab Aku datang dari Dia dan Dialah yang mengutus Aku.”

Bagi kaum yang sudah dicekoki dan dimasuki dengan paham tertentu akan sulit untuk melihat kebenaran yang lebih luas.

Seperti kuda yang dipasangi kacamata, dia tidak bisa melihat hal-hal lain kecuali apa yang sudah ditanamkan dalam otaknya.

Mereka tidak mampu menangkap kata-kata Yesus. Mereka menolak dan tidak percaya. Mereka memusuhi dan mau membunuh-Nya. Mereka mencari waktu yang tepat untuk menangkap-Nya.

Untuk menangkap suatu kebenaran dibutuhkan hati yang terbuka seluas samudera. Kebenaran mutlak hanya milik Tuhan. Selama kita hidup di dunia ada banyak kebenaran.

Kita diundang untuk mengkaji, mempelajari dan menimbang-nimbang. Yesus datang membawa kebenaran.

Silahkan menimbang, merenungkan dan merasakan, baru kemudian anda menilainya.

Belum mencicipi kok langsung mengadili. Coba anda mencicipi dulu. Baru tahu rasa yang sesungguhnya.

Naik kuda jatuh di rerumputan,
Kudanya lari masuk ke tengah hutan.
Yesus datang membawa kebenaran,
Sambutlah Dia pasti tidak mengecewakan.

Cawas, kasih yang membahagiakan….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr