“Sabda Pandita Ratu”

PERANG Baratayuda itu bukan sembarang perang. Ini adalah perang suci. Perang antara kebaikan dan kejahatan. Ini adalah tempat orang menegakkan keadilan dan kebenaran.

Perang ini diibaratkan sebagai kesempatan orang hutang harus melunasi, orang pinjam harus mengembalikan, orang bersumpah atau kaul harus memenuhinya.

Seperti Bisma yang bersumpah akan mati dalam baratayuda jika ada senopati perempuan titisan Dewi Amba, kekasihnya, yakni Srikandi.

Sengkuni mati dirobek-robek kulitnya oleh Bima. Hal ini terjadi karena Sengkuni pernah menghina Kresna yang sedang tapa semedi dengan melempar kulit pisang.

Duryudana mati dipukul gada oleh Bima. Hal ini melunasi perkataan Resi Meitreya yang tidak berdosa namun dibunuh Duryudana. Drupadi memenuhi kaulnya; tidak akan keramas jika tidak memakai darah Dursasana.

Dulu dengan garang Dursasana pernah “njambak dan ngudhal-udhal” rambut Drupadi. Dia tidak akan memakai kutang kalau tidak pakai kulit sengkuni. Dia dipermalukan Sengkuni di depan umum.

Dengan penuh birahi Sengkuni berusaha melepaskan kain penutup tubuh Drupadi kala permainan dadu. Drupadi bersumpah atas kematian mereka yang mempermalukannya. “Sapa nandur bakal ngundhuh” artinya siapa menabur bakal menuai.

Herodes mengalami ketakutan yang traumatik ketika mendengar kabar tentang kemunculan Yesus. Ia menduga bahwa Yohanes Pembaptis telah hidup kembali. Dalam pesta meriah di istana, putri Herodias menari dan membuat semua hadirin berdecak kagum.

Herodes bersumpah akan memberikan apa saja yang diminta putrinya. Ibunya menaruh dendam kesumat kepada Yohanes pembaptis karena mencela perkawinannya. Kesempatan itu tiba. Ia menyuruh putrinya minta kepala Yohanes Pembaptis dipenggal dan ditaruh di atas talam.

Sumpah yang sudah diucapkan tidak bisa dibatalkan. “Sabda pandita ratu tan kena wola-wali” artinya titah atau sabda raja dan ulama/pandita sekali jadi, tak boleh berubah-ubah.

Yohanes menjadi korban kekejian raja yang tidak bijaksana. Ia malu mencabut sumpahnya dan memilih Yohanes dikorbankan. Hati-hati kalau kita terlalu bahagia sampai lupa diri. Kita tidak mampu mengontrol ucapan dan tindakan kita.

Seperti Herodes, ia tidak peduli mengorbankan orang benar. Seperti para Kurawa yang mabuk kemenangan, mereka lupa etika, tatakrama. Mereka lupa diri dan jatuh pada tindak kekejian.

Herodes juga lupa diri sampai tega mengorbankan nyawa orang lain. Kita diingatkan, “sapa nandur bakal ngundhuh.” (siapa yang menanam, dia akan menuai).

Hari ini potong sapi dan lembu.
Merayakan hari Idul Adha.
Hati-hati dengan ucapanmu.
Suatu saat akan terwujud nyata.

Cawas, jaga jarak…..
Rm. A. Joko Purwanto, Pr