“Martir Indonesia”

REDEMPTUS, seorang bruder dan Dionisius, imam Ordo Karmel datang ke Aceh sebagai duta untuk menjalin misi diplomatik dari Wakil Raja Goa, Pedro da Silva kepada Sultan Iskandar Thani, pengganti Iskandar Muda.

Namun orang-orang Belanda menyebar isue bahwa mereka akan menyebarkan agama ke Aceh. Mereka ditangkap dan di penjara.

Dionisius baru ditahbiskan selama satu tahun dan langsung ditugaskan ke Aceh. Di dalam penjara, mereka mengalami penyiksaan yang berat. Hanya satu bulan dipenjara, mereka dibunuh karena mempertahankan iman Katolik.

Redemptus dan Dionisius dibunuh dengan gada dan lehernya digorok dengan kelewang. Jadi ingat kasus pembantaian di Sigi 27 November yang lalu. Redemptus dan Dionisius juga dibunuh 27 November 1638.

Saya jadi ingat Rm. Tarcisius Dewanto SJ, teman di KPP Seminari Mertoyudan yang meninggal dibunuh milisi di Suai Timor Timur pasca referendum. Ia menjadi imam belum genap dua bulan. Karena taat pada pimpinan, ia berangkat ke Suai.

Ketika gereja diserang milisi, ia bermaksud melindungi umat agar tidak ditembaki. Namun ia bersama dua romo lain dibunuh bersama pengungsi di sana.

Saya berharap Romo Dewanto suatu saat diangkat menjadi santo asli Indonesia. Redemptus dan Dionisius adalah orang Portugal yang menjadi martir di Indonesia. Mereka ikut menyuburkan benih iman, begitu pula Rm. Dewanto telah mengorbankan nyawanya untuk kesuburan iman Katolik di Indonesia.

Tak semua orang dapat mengalami kematian yang demikian luhur dengan cara menjadi martir. Dalam situasi sulit, orang dihadapkan pada salib.

Yesus menyebut mereka ini sebagai orang yang berbahagia. “Berbahagialah mata yang melihat apa yang kalian lihat. Sebab banyak nabi dan raja ingin melihat apa yang kalian lihat, namun tidak melihatnya,dan ingin mendengar apa yang kalian dengar, namun tidak mendengarnya,” kata Yesus.

Karena hal-hal itu tersembunyi bagi orang bijak dan pandai, namun dibuka oleh Tuhan untuk orang-orang kecil. Kerendahan hati memungkinkan kita bisa melihat karya-karya agung Tuhan.

Bukan orang hebat, atau orang kuasa, sombong pongah dan angkuh yang dapat melihat karya Allah, tetapi justru orang-orang kecil, sederhana dan rendah hati.

Ikut tertawa melihat Nikita Mirsani.
Ngomongnya lantang serba terbuka.
Jadi orang kecil yang rendah hati.
Karya Allah terbuka di depan mata.

Cawas, desember tiba….
Rm.Alexandre Joko Purwanto, Pr