“Tedhak Siten”
SALAH satu tahapan hidup seorang anak dalam tradisi Jawa adalah ritual ‘tedhak siten’. Tedhak siten berarti turun tanah. Saat anak berumur 7 bulan dalam hitungan Jawa, dia mulai belajar berjalan.
Ritual ini juga mengandung harapan orangtua bagi si anak. Ubarampe atau sarana-sarana yang dipakai melambangkan doa dan harapan orangtua.
Ada makanan “jadah tujuh warna” yakni nasi ketan yang dijojoh sampai lembut. Warnanya hitam, merah, putih, kuning, biru, jingga dan ungu. Jadah lambang kehidupan. Warna adalah lambang jalan hidup yang harus dilalui si anak. Ia akan menghadapi kegelapan (hitam) namun selalu ada titik terang atau jalan yang baik (putih).
Tumpeng lambang pengharapan orangtua agar anak sukses dan berguna. Kacang panjang berharap agar umurnya panjang. Sayur kangkung lambang kesejahteraan. Kecambah lambang kesuburan. Ayam ingkung lambang kemandirian.
Setelah menapaki jadah tujuh warna, anak akan dibimbing menapakkan kakinya di tangga yang dibuat dari tebu Arjuna. Dengan harapan agar si anak mencontoh Raden Arjuna yang tangguh dan bertanggungjawab. Tebu juga berarti “antebing kalbu” menapaki ibu Pertiwi.
Lalu anak akan dimasukkan ke dalam kurungan ayam yang dihiasi aneka warna. Di dalam kurungan itu ditaruh aneka benda. Ada uang, cincin, buku, alat tulis, cermin, mainan, mobil-mobilan dll. Benda pertama yang dipilihnya menjadi gambaran hobi dan masa depannya.
Maria dan Yusuf melakukan suatu ritual keagamaan yakni mempersembahkan anak sulung kepada Tuhan di Bait Suci. Mereka membawa sepasang burung tekukur dan dua ekor anak burung merpati sebagai ubarampe atau sarana.
Simeon menubuatkan masa depan Yesus. “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang di Israel, dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan.”
Kedatangan Yesus menjadi pemenuhan berkat bagi mereka yang merindukan Allah. Tetapi juga menimbulkan perbantahan di antara kaum kuasa agama dan politik. Hal itu sudah diramalkan oleh Simeon di Bait Suci.
Setiap orangtua pasti punya harapan besar bagi anak-anaknya. Bagaimana orangtua menyiapkan dan mendukung agar harapan itu dapat terwujud?
Gerimis datang tidak pernah reda.
Guntur sahut menyahut bergema di telinga.
Kebahagiaan orangtua menjadi sempurna.
Jika anak-anak hidup rukun damai sejahtera.
Cawas, senja berkabut…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr