“Appeal To Popularity”

SALAH satu kecenderungan kita adalah mudah menilai atau menghakimi orang. Apalagi jika yang menilai atau berbicara itu seorang tokoh. Orang banyak tanpa pikir panjang akan percaya. Kalau orang banyak sudah berbicara, hal itu akan dianggap benar. Soal isinya benar atau salah tidak penting. Asal orang banyak sudah satu suara dianggap benar.

Salah satu kesesatan dalam berpikir disebut argumentum ad populum atau appeal to popularity. Kesesatan berpikir ini dibuat dengan menggunakan suara atau pendapat orang banyak. Opini orang banyak digiring untuk memojokkan orang atau suatu kelompok.

Dengan demikian orang akan mudah diarahkan karena massa menilai hal itu suatu kebenaran. Contoh yang paling jelas adalah penyebaran berita hoax.

Orang-orang Parisi tidak suka melihat Yesus makan bersama pemungut cukai dan orang berdosa. Ketika Ia makan di rumah Matius, kaum Parisi menuduh Yesus bergaul dengan para pendosa.

Kaum Parisi membuat stigma jelek kepada para pemungut cukai. Mereka dianggap sebagai kaum pendosa. Mereka bersekongkol dengan para penjajah Romawi, sebab mereka menarik pajak rakyat.

Kaum Parisi menggiring opini bahwa para pemungut cukai adalah pengkianat bangsa dan pendosa. Pertanyaan mereka kepada murid-murid Yesus sudah menggiring dan menghakimi, “Mengapa gurumu makan bersama-sama dengan pemungut cukai dan orang berdosa?”

Yesus tidak mau mengikuti cara berpikir kaum Parisi yang sesat itu. Yesus tidak meninggalkan Matius, tetapi justru Yesus makan bersama. Yesus menerima kaum pendosa.

Yesus ingin menegaskan misi kedatangan-Nya. “Aku datang bukan untuk memanggil orang benar, melainkan orang berdosa.”

“Bukan orang sehat yang memerlukan tabib, tetapi orang sakit.” Kita ini menganggap diri sehat, padahal bisa jadi sakit. Bukan sakit fisik tetapi sakit pikiran, sakit hati, sakit mental. Sesat pikir itu juga sebuah penyakit. Bisa jadi kita tidak lebih dari orang-orang Parisi itu.

Oleh karenanya, marilah kita bertobat dahulu, sebelum kita menilai atau menghakimi orang lain.

Virus corona terus menerjang.
Mari kita tetap menjaga stamina.
Jangan mudah menghakimi orang.
Karena kita belum tentu sempurna.

Cawas, tetap di rumah saja….
Rm. Alexandre Joko Purwanto,Pr