BEBERAPA kali mengadakan perjalanan lewat air sungguh menyenangkan. Tetapi tidak demikian ketika mengadakan perjalanan mau ikut SAGKI di Jakarta. Satu-satunya jalan yang bisa ditempuh adalah lewat laut sebelum mencapai Pontianak.

Penerbangan Ketapang-Pontianak tidak ada karena kabut asap tebal. Lewat jalan darat membutuhkan waktu yang panjang. Kami terpaksa mengambil jalan lewat laut dengan naik speedboat dari Sukadana ke Pontianak.

Kursi di dalam speedboat penuh sesak. Barang-barang juga menumpuk penuh di atapnya. Mendung tebal tanda akan hujan. Cuaca sedang tidak bersahabat.

Tidak ada pilihan lain. Mesin speedboat itu mulai meraung-raung menembus gelombang tinggi. Hujan, mendung gelap, gelombang menggoncang membuat miris juga. Kami semua diam tepekur, tidak ada yang bersuara.

Kadang terlihat garis pantai. Tetapi kadang hilang karena tingginya gelombang. Kami dihempaskan. Perjalanan terasa lama sekali. Waktu itu aku sudah pasrah. Jika harus mati, semoga masih bisa ditemukan terdampar di pinggir pantai.

Semua penumpang “ndremimil” berdoa mohon keselamatan. Saya tidak lepaskan rosario di jari saya. Kami sampai di Batuampar. Gelombang masih tinggi, tetapi hujan mereda. Kami baru tenang ketika sudah masuk ke muara Kapuas. Gedung-gedung menjulang sudah kelihatan. Itulah Pontianak.

Para murid naik perahu diterjang angin sakal. Mereka diombang-ambingkan gelombang. Gelap gulita di tengah malam, perahu mereka dihempaskan angin kencang. Mereka sangat ketakutan.

Yesus tiba-tiba datang berjalan di atas air. Mereka mengira melihat hantu. Rasa takut membutakan hati mereka. Yesus berkata, “Tenanglah, Akulah ini, jangan takut.”

Petrus masih tidak percaya.Ia ingin membuktikan bahwa itu adalah Tuhan. Ia ingin mendekat dan berjalan di atas air. Yesus memanggilnya. Tetapi karena angin kencang, Petrus takut dan tenggelam. Yesus menarik tangannya dan berkata, “Orang kurang percaya, mengapa engkau bimbang?”

Yesus masuk di dalam perahu mereka dan seketika itu juga redalah angin dan gelombang. Mereka aman karena Yesus ada di tengah-tengah mereka. Murid-murid mengakui Yesus sungguh Anak Allah.

Kita ini seperti orang yang naik perahu menempuh samudera kehidupan. Kadang ada badai dan prahara dalam hidup. Kadang ada gelombang dalam keluarga. Kita diminta untuk mengundang Tuhan dalam biduk kita.

Kalau mengandalkan diri sendiri kita tidak akan mampu. Tetapi jika Tuhan ada di dalam perahu kita, pasti aman. Jangan pernah meninggalkan Tuhan supaya biduk kita aman dan tenteram.

Senja telah datang.
Bulan Purnama bersinar temaram.
Jika kita bersama Tuhan.
Hidup kita akan aman tenteram.

Cawas, purnama penuh harap….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr