KARENA virus corona yang menyebar kemana-mana, kini membasuh tangan menjadi aturan wajib dilakukan dimana-mana. Selain pakai masker dan jaga jarak, orang harus sesering mungkin mencuci tangan. Ini dilakukan demi kesehatan.

Dahulu kala membasuh tangan sudah biasa dilakukan karena itu adalah aturan hidup dan ibadah. Cuci tangan bukan soal higienis tetapi sudah menjadi ritual keagamaan untuk mencucikan diri. Tidak mencuci tangan berarti najis. Seperti halnya kalau orang mau berdoa harus mencuci anggota badan supaya suci bersih. Kebersihan dan kesucian dituntut bagi orang yang beribadah kepada Allah. Dalam Kitab Talmud Yahudi bahkan dikatakan orang yang tidak mencuci tangan sebelum makan disamakan dengan orang yang berzinah dengan pelacur.

Membasuh tangan juga menjadi tanda “tidak bersalah” (Ulangan 21.6). Hal ini juga dibuat oleh Pontius Pilatus yang merasa tidak bersalah dengan kematian Yesus. Ia membasuh tangannya di tengah orang banyak. Dalam tradisi Yahudi, pembasuhan tangan tidak sekedar untuk kesehatan (higienis) tetapi sudah menjadi ritual aturan yang mengikat perilaku orang.

Dari dasar tersebut, orang-orang Farisi mempersoalkan kepada Tuhan Yesus Kristus, mereka mempertanyakan murid-murid-Nya yang melangkahi tradisi orang-orang Yahudi dengan tidak mencuci tangan mereka sebelum makan. Yang dimaksudkan bukanlah pencucian tangan biasa dengan tujuan higienis melainkan sesuatu yang bersifat ritual. Sebab, orang-orang Farisi dan semua orang Yahudi tidak makan sebelum mencuci tangan mereka sampai ke siku.

Pandangan Yesus berbeda dengan orang Farisi. “Dengarkan dan camkanlah, bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” Bukan tindakan lahiriah atau yang nampak dari luar yang bisa menajiskan orang, tetapi apa yang keluar dari seseorang itulah yang menajiskannya. Pikiran kotor, niat jahat, tutur kata yang buruk dan perilaku yang tidak baik kepada sesama itulah yang bisa menajiskan orang. Bukan karena tidak cuci tangan, basuh kaki, cuci muka lalu orang jadi najis.

Ibarat orang buta membimbing orang buta, Orang Farisi merasa paling benar. Maka mereka memprotes murid-murid Yesus yang tidak melakukan adat hukum Taurat. Padahal mereka sendiri hanya bisa mengajarkan tidak mau melaksanakannya.

Orang datang memberi kwitansi.
Kita sepakat tanda sudah jadi.
Jadi orang jangan senang menghakimi.
Nanti kamu hanya meniru orang Farisi.

Cawas, pelajaran matematika…
Rm. A. Joko Purwanto, Pr