Para Farisi mempertanyakan praktek puasa murid-murid Yesus. Mereka berkata, “Murid-murid Yohanes sering berpuasa dan sembahyang, demikian pula murid-murid orang Farisi. Tetapi murid-muridMu makan dan minum.”

Yesus menjelaskan dengan perumpamaan. Tidak mungkin menyobek baju baru untuk menambal baju yang tua. Pasti yang tua akan koyak. Baju tua tidak akan kuat disematkan dengan baju yang baru.

Begitu pula anggur baru tidak mungkin ditaruh di kantong yang tua. Kantong itu pasti akan koyak. Anggur baru ditaruh di kantong yang baru pula.

Menghadapi persoalan itu, Yesus menawarkan perubahan mental. Orang melakukan puasa bukan karena kewajiban.

Orang berpuasa bukan karena ada aturan-aturan. Orang berpuasa bukan karena takut hukuman. Orang berpuasa juga bukan karena mengikuti arus umum supaya dilihat sebagai orang yang saleh.

Orang berpuasa karena kesadaran diri dan kehendak bebas karena merasa dicintai Allah.

Ketika mempelai bersama mereka, mereka sangat bersukacita. Mereka merasa dekat dengan mempelai dan dikasihi oleh mempelai. Ketika mempelai tidak ada mereka berpuasa.

Puasa adalah tindakan kerinduan kepada mempelai yang telah mengasihi mereka. Puasa dilakukan dengan sukacita, bebas, tanpa beban, bukan dengan ketakutan karena aturan atau kewajiban.

Puasa adalah perwujudan kasih kepada Tuhan. Perwujudan kasih itu jauh dari ketakutan.

Mau ada orang makan minum di sekitar, silahkan saya tidak takut puasa akan batal. Mau ada warung makan buka silahkan, saya tidak tergoda karena cinta saya kepada Tuhan lebih besar daripada tergiur singgah ke warung.

Saya tidak memaksa orang lain mengikuti kemauan saya karena melaksanakan perintah Tuhan itu adalah keputusan pribadi saya yang bebas dan merdeka.

Yesus menegaskan penghayatan iman itu adalah tindakan pribadi yang bebas. Orang dewasa tahu apa artinya bebas bertanggungjawab.

Ketika orang sudah dewasa dalam beriman, ia tidak perlu dipaksa, harus begini harus begitu. Orang-orang Farisi ingin memaksakan kepada murid-murid Yesus untuk berpuasa seperti mereka.

Kalau apa-apa harus dipaksa dengan aturan-kewajiban, kebebasan dan kemandirian seseorang tidak terwujud.

Ia tidak akan menjadi dewasa dalam iman. Kewajiban iman yang dipaksakan akan menimbulkan beban dan ketakutan.

Sekali lagi Yesus menegaskan kepada kita bahwa melakukan kewajiban iman itu adalah tindakan bebas, dilakukan dengan sukacita, karena kita merasa dikasihi oleh Allah.

Mental bahwa kita adalah sahabat mempelai, bukan budak itulah yang ditekankan Yesus.

Apakah anda merasa bahwa Yesus adalah sahabat anda?

Divonis dokter karena sakit hati akut
Jangan melakukan ibadah hanya karena takut

Cawas, suatu sore yang cerah
Rm. A. Joko Purwanto Pr