PERNAH dalam suatu sarasehan Kitab Suci di lingkungan, saya ditanya oleh seorang bapak yang anaknya menjadi romo lulusan luar negeri, “Apakah romo pernah belajar di Roma?”

Lalu meluncurlah pertanyaan-pertanyaan yang menurut kacamata awam adalah pertanyaan mahasiswa teologi tingkat akhir. Bapak itu memang terhormat dan disegani.

Saya menjawab, “Maaf Pak, ijasah saya bukan dari Roma. Saya hanya lulusan “Romasan” (Plesetan dari Promasan sebuah paroki di lereng Perbukitan Menoreh, daerah Sendangsono).

“Saya dulu sekelas dengan Mgr. Haryo di Kentungan. Hanya bedanya, saya duduk di bangku belakang. Mgr, Haryo berdiri di depan kelas.”

Ada banyak tipe orang bertanya. Ada yang ingin mencobai. Dia sebenarnya sudah tahu jawaban yang ditanyakan. Ada yang ingin menjatuhkan dengan pertanyaan yang sulit-sulit.

Ada pula yang memang ingin meminta jawaban karena tidak tahu. Ada pula yang hanya ingin menyombongkan diri merasa tahu segala-galanya dengan cerita diri yang “muluk-muluk”, malah lupa apa yang ditanyakan.

Yesus berhadapan dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang merasa paling tahu tentang hukum Taurat dan merasa paling benar.

Mereka mengamat-amati gerak gerik Yesus pada hari Sabat. Kalau-kalau mereka bisa mencari alasan untuk menyalahkan Dia.

Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi adalah penjaga hukum. Mereka melaksanakan aturan sekecil-kecilnya. Meraka merasa gelisah jika ada orang melanggar aturan.

Yesus mengkritik cara hidup mereka yang mencari kesalahan orang. Hukum bukan untuk menindas atau menyalahkan orang lain.

Hukum itu untuk kebaikan bukan malah menyengsarakan orang. Manusia lebih utama daripada aturan. Menyelamatkan orang lebih penting daripada taat buta terhadap aturan.

Yesus menyembuhkan orang lumpuh tangannya. Kemanusiaan di atas segala aturan. Contohnya, mobil ambulans yang membawa orang sakit boleh menerobos aturan “bangjo” di jalan.

Apakah anda berani berjuang demi kemanusiaan, kendati harus menghadapi berbagai tantangan?

Minum tuak yang dibikin dari beras ketan
Sebotol dibagi bertiga
Bagaimana orang bilang mencintai Tuhan
Kalau tidak bisa mencintai sesamanya?

Cawas, di suatu sore
Rm. A. Joko Purwanto Pr