Ibu adalah seorang wanita yang begitu perkasa, tegar, sekaligus mencintai semua anaknya. Karena ibulah kita semua hadir di dunia ini. Tentu saja, hal ini membuat Ibu menjadi pahlawan sejati. Tidak cukup sampai di situ saja, Ibu juga bersedia mengorbankan segala sesuatunya hanya demi kebahagiaan dan keselamatan anak-anaknya. Tidak percaya?
Bulan Oktober 2011 terjadi gempa besar di Jepang. Banyak bangunan luluh lantak. Banyak korban berjatuhan. Setelah reda, regu penyelamat dan pemadam kebakaran menyisir bekas-bekas reruntuhan. Ketika berada di sebuah rumah yang sudah ambruk, regu penyelamat menemukan seorang wanita tertelungkup menunduk. Ia seperti melindungi sesuatu di bawah tubuhnya. Wanita itu telah meninggal. Ketika diangkat, di bawah ibu itu ada seorang bayi berumur 3 bulan, terlindung reruntuhan oleh badan ibunya. Aneh bin ajaib, bayi itu masih hidup. Bayi itu sedang tidur lelap ketika gempa terjadi. Secara reflek dan otomatis, ibu itu melindunginya. Di dalam selimut bayi ada HP yang layarnya masih menyala. Di situ ada pesan, “Jika kamu hidup, kamu harus ingat bahwa ibu sayang kamu.”
Seorang ibu memang luar biasa. Adikku menggambarkan ibuku dalam sebuah tulisan puisi berjudul, “Ibu dan Jubah.”
Dalam jubah itu ada ibu.
Dalam doa, keringat dan air mata dalam jubah itu, ibu memberi persembahan terbaiknya dalam harapan, dalam iman yang tak pernah padam.
Dalam jubah itu perih kaki ibu tergores luka, berjalan menyusuri via Dolorosa, menemani Tuhan dalam doa bagi putranya.
Dalam jubah itu bau keringat ibu menjadi wangi semerbak menguat dalam asa kasat mata.
Dalam jubah yang tersimpan rapi di almari menyimpan hati ibu yang tersembunyi, mendaraskan doa tiada henti.
Ketika jubah itu terasa panas, ibu bilang, “kembalilah kepadaku, aku beri sejuk air hidup milikku yang tiada kering kutimba bersama Maria,Kanjeng Ibu.”
Dalam Injil ada seorang wanita yang berseru kepada Yesus, “Berbahagialah ibu yang telah mengandung dan menyusui Engkau.” Tetapi Yesus berkata, “Yang berbahagia ialah mereka yang mendengarkan sabda Allah dan memeliharanya.”
Bagi Yesus bukan status seorang ibu yang penting, tetapi mendengar dan mewujudkan sabda Allah itu lebih penting. Yesus memberi ruang selebarnya bagi siapa pun yang mendengarkan dan melaksanakan sabda Tuhan, merekalah ibu dan saudara-saudara Yesus. Saudara bukan berdasarkan pertalian darah, tetapi karena sama-sama melaksanakan kehendak Allah. Siapa pun yang berkehendak baik dan melakukan ajaran kasih dari Allah, merekalah saudara-saudari kita.
Naik ke pohon memetik buah jambu.
Jambunya masak warnanya merah.
Siapakah ibuku? Siapakah saudaraku?
Merekalah yang melakukan kehendak Allah.
Cawas, VVV …..
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr