“ADA sesuatu yang terus mengusik hatiku, ada kegelisahan dalam diriku, aku ingin menemukan kebahagiaan yang sesungguhnya,” demikian suatu kali Frater Paryono – panggilan akrab Fr. A. Suparyono – membuka sharing imannya di kapel Seminari Tahun Rohani Jangli waktu kami sama-sama di Tahun Rohani. Di kapel itu juga kami pernah disidang oleh Romo Rektor (Rm. Natasusila) karena ketahuan nonton TV sampai melebihi batas waktu rekreasi. Waktu itu Paryono sampai menangis. Kami hanya tunduk diam menunggu nasib.

Di Tahun Rohani dia paling senior diantara kami. Sebelum masuk TOR Jangli, dia pernah bekerja sebagai PNS di Wonosobo. Bekerja dengan gaji besar dan mapan. Tetapi tetap saja ada yang menggelisahkan dirinya. Dia tinggalkan pekerjaan dan masuk KPA Seminari Mertoyudan.

Dia mencoba masuk di Novisiat MSC, namun tidak lama. Lalu membantu pelayanan karya di Paroki Ignasius Magelang. Dari sana dia memutuskan masuk ke Projo KAS.

Ia sangat menikmati pelayanannya menjadi imam. Ia menemukan kebahagiaannya mengikuti Yesus dalam panggilan menjadi imam. Dia disukai oleh umat dimana pun dia bertugas. Di Pugeran, Ganjuran, Sukoharjo, Solo Baru, tempat terakhir dia berkarya. Dia sangat “gemati” dengan umat, begitu pula umat sangat mengasihi dia.

“Piye Yok, isih seneng dadi romo toh?” (Gimana Yok – dia memanggil saya tidak Joko, tetapi Yoke – masih senang jadi romo toh?) sapanya ketika saya dolan ke Pastoran Solo Baru, setelah saya kembali dari tugas di Ketapang. “Awake dewe dherek Gusti kuwi wis paling beja banget” (Kita ikut panggilan Tuhan itu sudah yang paling membahagiakan). Itulah kebahagiaan sejati yang dia temukan.

Simon dan Andreas sudah punya pekerjaan baik sebagai penjala ikan. Demikian pula Yakobus dan Yohanes punya perahu dan jala. Pekerjaan mereka sudah mapan. Tetapi ketika Yesus memanggil mereka, segera mereka meninggalkan pekerjaannya dan mengikuti Yesus.

Mereka mendapat tugas baru tetapi juga lama. Sama-sama menjadi penjala. Tetapi yang baru adalah menjala manusia. Menyelamatkan jiwa-jiwa manusia.

Mengikuti Yesus adalah jalan kebahagiaan baru bagi mereka. Mereka berani meninggalkan segalanya demi memperoleh kebahagiaan yang sejati. Apakah kita berani menanggapi panggilan Yesus untuk mengikuti-Nya?

Ke Pasar Minggu membeli buah.
Buah yang masak banyak ulatnya.
Mengikuti Tuhan tidak mudah.
Berani meninggalkan segala-galanya.

Cawas, pengin klengkeng….
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr