Surat Kaleng kepada Uskup.

MENGASIHI orang yang membenci kita itu butuh perjuangan. Kalau mengasihi orang yang mengasihi kita itu tidak begitu sulit.

Tetapi mengasihi orang yang telah menjelek-jelekkan kita itulah yang sukar. Semakin dalam rasa benci semakin berat untuk mengampuni.

Saya pernah dilaporkan oleh seorang umat yang mau menikahkan anaknya. Ia membuat surat kaleng kepada Bapak Uskup.

Inti suratnya saya dituduh mempersulit urusan perkawinan anaknya. Mgr. Pujasumarta waktu itu sempat datang ke paroki saya. Beliau bertanya duduk perkaranya. Saya menjelaskan ke beliau.

Bapak itu seorang tokoh di paroki. Anaknya akan menikah dengan gadis tidak katolik. Mereka bekerja di luar Jawa.

Dia mengirim buku calon katekumen dengan maksud untuk dipelajari sendiri oleh calon menantunya.

Mereka akan pulang seminggu menjelang perkawinan.

Lalu dia minta kepada saya untuk membaptisnya sebelum dilangsungkan berkat perkawinan. Intinya supaya semua urusan dipermudah karena merasa telah berjasa sebagai tokoh umat.

Saya menolaknya. Siapa yang membimbing, menyiapkan dan menjamin anak itu selama di sana. Bagaimana penyelidikan kanonik dilakukan secara mendadak? Bagaimana dengan kursus persiapan hidup berkeluarga?

Saya mengusulkan agar menemui pastor paroki dimana mereka berdomisili. Mereka berdua biar mengurus dengan pastor parokinya.

Apakah mau persiapan baptis dulu atau menikah dengan dispensasi.

Itu bisa dibicarakan dengan pastor paroki. Berkas perkawinan bisa dilimpahkan kepada saya.

Setelah saya menjelaskan persoalannya pada Bapak Uskup, beliau memahami dan berkata pada saya, “Walaupun Rama tidak salah, Rama harus datang kepada bapak itu dan minta maaf.”

Minta maaf? Saya tidak salah tetapi harus minta maaf?

Dalam hati saya protes. Tetapi waktu itu saya hanya mengiyakan perintah Bapak Uskup.

“Tuhan Yesus juga tidak bersalah, tetapi Dia mengampuni orang-orang yang menggantung-Nya di kayu salib.”

Kata-kata Monsigneur itu mengesan sampai sekarang.

Yesus mengajarkan tentang nilai kasih dan pengampunan.

Ia berkata, “Kasihilah musuh-musuhmu dan berdoalah bagi mereka yang menganiaya kamu. Karena dengan demikian kamu menjadi anak-anak Bapamu yang di surga.”

Mengasihi atau mengampuni orang-orang yang telah mengasihi kita tidaklah sukar.

Yang sulit adalah mengasihi atau mengampuni mereka yang membenci, memusuhi, mencemarkan nama baik kita, menjelek-jelekkan, menyebarkan kebencian dan fitnah.

“Apabila kamu mengasihi orang yang mengasihi kamu, apakah upahmu? Bukankah pemungut cukai juga berbuat demikian? Karena itu haruslah kamu sempurna, sebagaimana Bapamu yang di surga sempurna adanya.”

Menjadi murid Yesus harus beda. Tidak sama dengan arus pada umumnya.

Itulah pembedanya; berani mengasihi orang-orang yang membenci kita.

Yesus sudah memulai, apakah anda mau melanjutkannya?

Panas-panas pergi ke pantai memakai topi.
Duduk di pasir dengan sabar menunggu senja.
Memang berat mengasihi yang membenci.
Demikianlah jika kita mau menjadi sempurna.

Cawas, seperti Bapa sempurna adanya….
Rm. A. Joko Purwanto, Pr