PENDIRI Kompas Gramedia ini wafat pada tanggal sembilan bulan sembilan tahun duapuluh duapuluh. Jakob Oetama meninggalkan warisan jurnalisme fakta, jurnalisme makna.

Pemikirannya ini menjadi idealisme yang terus dihidupi dan dikembangkan sampai akhir hayatnya. Dia menjadi tokoh pers legendaris di negeri ini. Koran Kompas menjadi bukti perjuangan jurnalistiknya yang mampu mengarungi zaman di Indonesia. Kompas Gramedia berhasil mengembangkan unit-unit bisnis dengan 22.000 karyawan.

Ia dikenal sebagai sosok yang sederhana, humanis, penuh integritas, jujur dan rendah hati. Kalau pergi ke gereja dia selalu duduk di bangku belakang. “Merasa tidak pantas” katanya. Ia pernah mengenyam pendidikan di Seminari Menengah Mertoyudan dan sebentar di Seminari Tinggi.

Ia kemudian ingin menjadi guru seperti ayahnya. Tetapi pertemuan dengan Pastor Oudejans mengubah jalan hidupnya. “Guru sudah banyak, wartawan tidak” kata Pastor itu. Sejak itu dunia wartawan digelutinya sampai akhir.

Hari ini Tuhan Yesus berkata, “Tidak ada pohon baik yang menghasilkan buah yang tidak baik. Dan tidak ada pula pohon tidak baik yang menghasilkan buah baik. Sebab setiap pohon dikenal dari buahnya. Orang yang baik mengeluarkan barang yang baik dari perbendaharaan hatinya yang baik.”

Dari sosok seorang Jakob Oetama kita bisa melihat buah-buah yang baik yang dihasilkan dari teladan kehidupannya. Ia mengajari sebuah etos kerja bahwa “laborare est Orare.” Bekerja adalah berdoa atau beribadah. Manusia menampakkan martabatnya di dalam kerja.

Kepeduliannya pada manusia dan kemanusiaan sungguh dihayati. Para karyawan Kompas Gramedia merasa “diuwongke” oleh Pak Jakob. Seorang pensiunan percetakan Gramedia, Pak Suwadji mengatakan, “Pak Jakob itu seperti Semar. Dia itu sebenarnya Dewa Ismaya, tetapi mau turun ke dunia menjadi Semar untuk “ngemong” jadi pamong bagi manusia.”

Keluarga dan sekolah ibarat lahan tempat akar bertumbuh menjadi pohon. Kalau akarnya kuat, pohon juga akan bertumbuh dengan baik. Begitu pun dia akan menghasilkan buah yang baik juga.

Mari kita bangun keluarga yang baik. Dari keteladanan keluarga, kita bisa menghasilkan buah-buah baik bagi sesama.

Ada ibu mengintip dari luar kamar.
Ternyata mimpi dikejar-kejar teman.
Pribadi yang baik laksana mercu suar.
Menjadi pedoman dalam kegelapan.

Cawas, sebentar pun bisa…
Rm. Alexandre Joko Purwanto, Pr