BEBERAPA orang yang bertamu ke rumah saya sering memuji ibu saya, “Wah ibu hebat nggih, putranipun kalih dados romo.” (Ibu hebat ya, anaknya ada dua yang jadi pastur).

Ibu saya menjawab, “Kula kok malah was sumelang ing manah bu. Inggih yen sedaya lestari. Yen mboten iba nelangsanipun. Kados nanggel beban awrat.”

(Hati saya kok malah takut dan kawatir bu. Ya kalau imamatnya langgeng, kalau tidak kan malah sengsara seperti menanggung beban berat).

Memang ada rasa syukur dan bangga, tetapi orang tidak tahu bagaimana menanggung beban berat itu. Semua ibu akan bangga melihat keberhasilan anak-anaknya.

Ibu akan selalu punya alasan untuk membanggakan kehebatan anak-anaknya. Banyak orang hanya melihat dari sisi luarnya saja.

Seperti seorang wanita yang berseru kepada Yesus, “Berbahagialah ibu yang telah mengandung dan menyusui Engkau!”

Ibu itu melihat kehebatan Yesus. Di balik kesuksesan anak, pastilah ada peran seorang ibu. Tetapi Yesus mengajak kita untuk tidak takabur dengan pujian.

Yesus mengembalikan semua itu kepada kebaikan Allah. “Yang berbahagia adalah mereka yang mendengarkan sabda Allah dan memeliharanya.”

Yesus bukan tidak menghargai ibuNya. Tetapi Yesus menyadarkan kita bahwa semua itu karena campur tangan Allah.

Kita tidak boleh menyombongkan diri dan mengaku-aku bahwa kesuksesan itu berasal dari diri kita sendiri.

Kalau kita mendengarkan sabda Allah dan memeliharanya dalam hidup kita niscaya kebaikan- kebaikanNya akan dianugerahkan kepada kita.

Dengan tidak langsung Yesus mau menyatakan kepada kita, Maria adalah orang yang berbahagia karena ia mendengarkan dan memelihara sabda Allah.

Maria adalah teladan kesetiaan kepada Allah. Kalau kita ingin meneladan ibu yang berbahagia, lihatlah Maria. Ia setia dalam perkataannya, “Aku ini hamba Tuhan, terjadilah padaku menurut sabdaMu itu.”

Burung elang terbang tinggi
Menukik turun hinggap di sawah
Ibu Maria, ibu yang baik hati
Ajarilah kami setia kepada kehendak Allah

Loyola The house of St. Inigo
Rm. A. Joko Purwanto Pr