Diplomasi Meja Makan

KETIKA menjabat walikota Solo, Pak Jokowi berhasil memindahkan Pedagang Kaki Lima Taman Banjarsari Solo tanpa menimbulkan protes atau penolakan.

Padahal di sana ada 989 pedagang yang menggantungkan hidupnya. Tiga wali kota sebelumnya tidak mampu menertibkan mereka.

Hebatnya kepindahan mereka disertai dengan arak-arakan layaknya pawai hari kemerdekaan. Diiringi suara “klenengan” gamelan dan prajurit kraton, para pedagang dengan sukacita menuju ke lokasi baru.

Jokowi berhasil memindahkan para PKL ini berkat diplomasi meja makan yang dijalankannya. Ada 54 kali pertemuan yang digelar Pak Walikota dengan mengundang 11 paguyuban PKL Taman Banjarsari untuk makan bersama sebelum akhirnya terjadi kesepakatan di antara Pemkot Solo dan para PKL.

Ada yang meniru diplomasi meja makan di Jakarta, namun tidak menunjukkan hasil yang memuaskan.

Tidak semua pejabat piawai memakai diplomasi meja makan. Tergantung siapa yang diajak di seputar meja makan itu.

Yudas Iskariot sudah melakukan kesepakatan dengan menjual Yesus kepada imam-imam kepala.

Dia menyerahkan Yesus dan mendapat bayaran tiga puluh uang perak. Kesepatan ini sudah tak bisa dibatalkan.

Dalam perjamuan makan bersama dengan para murid, Yesus secara blak-blakan mengungkapkan bahwa ada di antara mereka yang mengadakan persekongkolan untuk menyerahkan Dia.

Mereka sedih dan saling membenarkan diri, “Bukan aku ya Tuhan?”

Yesus menunjuk siapa yang akan melakukan pengkhianatan. “Dia yang bersama-sama dengan Aku mencelupkan tangannya ke dalam pinggan ini, dialah yang akan menyerahkan Aku.”

Meja makan menjadi tempat untuk mengungkapkan segala sesuatu. Suka duka, sukses gagal, jatuh bangun bisa dibagikan di situ.

Diskusi, sharing, “glenak-glenik nguda rasa” bisa terjadi di meja makan.

Biasanya banyak kesepakatan tercapai di meja makan. Sambil makan, bersenda gurau secara informal malah mencapai hasil memuaskan.

Apakah kita sering makan bersama dalam keluarga? Apakah kita sering berdiplomasi dalam jamuan makan bersama?

Mari kita gunakan meja makan di rumah untuk berdialog bersama keluarga. Kebiasaan makan bersama di keluarga akan mempererat relasi seluruh anggota. Coba saja….

Candi Borobudur ada di dekat Muntilan.
Di Prambanan ada sendratari Ramayana.
Yang penting bukan apa yang kita makan,
Tapi dengan siapa kita makan di satu meja.

Cawas, lebih baik dialog hati…..
Rm. A. Joko Purwanto, Pr